Rendah hati dan duduk bersama untuk mau mengakui ada persoalan dan diselesaikan. Persoalan itu jelas kog, jangan minta pihak lain membuktikan dengan bukti yang disembunyikan. Ini sangat jelas seperti kentut dan korupsi, susah karena membelit banyak pihak.
Lepaskan kepentingan politik dan cari uang. Biarkan orang olah raga mengelola dengan profesional, buakn bekas ini itu ternyata berafiliasi dengan parpol dan ujung-ujungnya maling juga. Pemain yang bermain bermandi keringat dan kadang darah eh malah dikadalin dari belakang meja maling.
Dana yang ada bisa dialihkan untuk program olah raga lain yang jauh dari maling dan kontroversi dan dekat prestasi, ada atletik, bulut angkis, catur, dan banyak lagi, hanya dana tersedot ke sepak bola saja.
Paling populer namun menebar teror, lihat kalau ada pertandingan sepak bola apa yang terjadi, macet, beberapa pendukung klub malah maling dan melempari orang, sweeping, dan anarki lain. Kalau belum ada perubahan biar saja. Populer tidak memberikan kegembiraan selain ketakutan untuk apa. paling populer namun tidak memberikan harapan kebanggaan untuk apa.
Pembinaan berjenjang dan berjangka sama sekali tidak berjalan selain sporadis dan bakat alam yang kebetulan ditemukan. Limpahan bakat hilang karena kepentingan maling dengan dalih pembinaan, titipan milik sendiri, telah merusak mental kaum muda yang berjerih lelah.
Industri bola belum jadi namun banyak yang sudah main ambil untung di sana. Lihat saja stadion yang representatif berapa? Namun gaya dan lagaknya seperti Brasil saja.
Benang kusut itu masih kacau, belum ada kerendahan hati melihat dengan jernih masalah, selain ngotot merasa diri paling benar. Tidak akan selesai dengan pendekatan ini.
Salam.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H