[caption caption="Kantor PSSI disegel. Sumber: Tribunnews.com"][/caption]Berbicara sepakbola, seperti memperbincangkan benang kusut yang tidak jelas ujung pangkalnya, meskipun jelas di mana kusutnya itu. Bundelan kusut yang susah diurai karena tidak ada yang merasa bahwa itu adalah persoalan. Setahun menjelang pembekuan pengurus PSSI, dan apakah sudah ada perbaikan signifikan yang ada di sana?
Pengurus
Sama sekali belum ada kehendak baik untuk memperbaiki keadaan. Bagaimana mengandalkan hukum demi hukum yang sama juga kusutnya. Menang di pengadilan A dan kalah di pengadilan B nanti bisa dipastikan akan menang juga di lain tempat, namun tempat lain pun kalah. Apa yang mau diandalkan? Ketika sapu kotor ini diminta membersihkan kotoran lain.
FIFA selalu sebagai rujukan tertinggi, terbaik, dan paling diyakini kebenarannya. Baru juga terbukti betapa malingnya mereka. Tidak heran mesin bobrok akan menghasilkan kebobrokan yang lebih parah. Tidak perlu jauh-jauh ke FIFA, perbaiki dulu yang di depan mata, jelas-jelas saja kualitas minimal saja, mengenai taat aturan permainan. Itu hal kecil saja masih jauh dari harapan.
Kehendak baik untuk perbaikan sepakbola belum ada, termasuk kementerian. Duduk bersama, menurunkan ego masing-masing untuk menemukan titik temu yang disepakati bersama. Susah karena semua orang parpol. Kontaminasi parpol sangat menyulitkan keadaaan. Diperparah urusannya duit dan duit. Jalannya aliran uang sederas aliran sungai banjir, jelas sangat menggoda pengurus untuk tetap kangkangi dan bersikukuh paling benar dan sahih. Lepaskan sedikit saja kepentingan pribadi.
Pemain dan Perangkat Pertandingan
Alasan selalu saja biar ada kompetisi. Namun sikap sportif masih juga belum beranjak. Beberapa turnamen dengan hadiah meimpah, namun kualitas permainan dan kualitas pemain masih sama saja. Belum ada perubahan signifikan untuk bisa berbicara lebih jauh. Prestasi masih belum menjanjikan baik untuk level regional ASEAN sekalipun. Ini jelas turnamen terbatas. Tensi tentu berbeda, belum begitu tinggi, bagaimana kualitas permainan juga belum jauh beranjak. Taat asas dan aturan juga belum ada perubahan sama sekali. Belum ada perubahan yang lebih baik dari sana.
Permainan akan baik kalau pengadil telah taat aturan, tahu aturan dengan baik, memiliki wibawa yang sepantasnya, dan jelas tidak bisa diintervensi oleh pemain. Apakah sudah ada perubahan? Belum beranjak jauh juga.  Masing sama saja, akan muncul dalih karena tidak ada pertandingan buat apa perubahan? Jelas bukan demikian. perangkat  pertandingan yang berkualitas, berwibawa, dan mumpuni akan menyenangkan dan mengembangkan.
Paling parah penonton juga sama sekali tidak berubah. Coba saja turnamen yang akan digelar ini ribuan polisi dan tentara harus dikerahkan. Bagaimana bisa energi banyak dan luar biasa besar untuk pengamanan yang sangat tidak perlu kalau sudah dewasa dalam menikmati pertandingan. Ini penggemar sepak bola atau pelaku kekerasan?
Biar saja Beku Lebih Lama
Prestasi sama sekali tidak begitu membanggakan. Masih banyak kontroversi dan persoalan yang membelit. Â SEA Games saja ngos-ngosan, kog bicara piala dunia, disemprit wasit saja ngamuk kog mau lawan Argentina. Â Benahi dulu hal-hal kecil, soal mental bertanding sebagaimana U-19 lalu yang moncer pun hancur karena pengurus. Â Tidak perlu sesal dan tuduh, kemauan maju.
Rendah hati dan duduk bersama untuk mau mengakui ada persoalan dan diselesaikan. Persoalan itu jelas kog, jangan minta pihak lain membuktikan dengan bukti yang disembunyikan. Ini sangat jelas seperti kentut dan korupsi, susah karena membelit banyak pihak.
Lepaskan kepentingan politik dan cari uang. Biarkan orang olah raga mengelola dengan profesional, buakn bekas ini itu ternyata berafiliasi dengan parpol dan ujung-ujungnya maling juga. Pemain yang bermain bermandi keringat dan kadang darah eh malah dikadalin dari belakang meja maling.
Dana yang ada bisa dialihkan untuk program olah raga lain yang jauh dari maling dan kontroversi dan dekat prestasi, ada atletik, bulut angkis, catur, dan banyak lagi, hanya dana tersedot ke sepak bola saja.
Paling populer namun menebar teror, lihat kalau ada pertandingan sepak bola apa yang terjadi, macet, beberapa pendukung klub malah maling dan melempari orang, sweeping, dan anarki lain. Kalau belum ada perubahan biar saja. Populer tidak memberikan kegembiraan selain ketakutan untuk apa. paling populer namun tidak memberikan harapan kebanggaan untuk apa.
Pembinaan berjenjang dan berjangka sama sekali tidak berjalan selain sporadis dan bakat alam yang kebetulan ditemukan. Limpahan bakat hilang karena kepentingan maling dengan dalih pembinaan, titipan milik sendiri, telah merusak mental kaum muda yang berjerih lelah.
Industri bola belum jadi namun banyak yang sudah main ambil untung di sana. Lihat saja stadion yang representatif berapa? Namun gaya dan lagaknya seperti Brasil saja.
Benang kusut itu masih kacau, belum ada kerendahan hati melihat dengan jernih masalah, selain ngotot merasa diri paling benar. Tidak akan selesai dengan pendekatan ini.
Salam.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H