Dalam salah satu wawancara televisi, wakil ketua MKD menyatakan membentuk panel untuk mengurus etik Ivan Haz. Tergopoh-gopohnya, polisi, MKD, dan BNN, serta LSM menyoal kekerasan dan isu soal narkoba dari Ivan Haz. Polisi sejak awal langsung merespons kekerasan terhadap ART, dengan memanggil dan sudah mengancam untuk memanggil paksa jika tidak datang. Malah diperparah adanya indikasi pengguna narkoba, mempercepat lagi soal proses hukumnya. Narkoba bersih dan sudah dikatakan negatif test urinnya, entah benar, entah salah.
MKD membentuk panel karena adanya dugaan pelanggaran keras, langsung saja bisa terjadi dan tidak ada polemik yang membuat pro kontra. Normal dan wajar jika MKD bisa berlaku demikian cepat dan kalau memang begitu, angkat empat jempol. Apakah demikian adanya?
Akhir tahun kemarin belum lama kan? Bagaimana mereka menjadi bulan-bulanan kalau menyidangkan Setnov. Tarik ulur, ganti mengganti, terbuka tertutup, jungkir balik saksi jadi terperiksa, pengadu jadi seperti tersangka, dan pusat masalahnya malah bisa mengatur-atur keadaan. Kasus ini menunjukkan sekali lagi kuasa faktual di negara ini.
Setnov.
Pelaku. Pelaku pucuk pimpinan yang telah berulang kali melakukan pelanggaran dan kriminal, namun aman sejahtera. Bisa mengatur mau atau tidak diperiksa. Bisa membawa pengacara lagi. Pembela tidak terkira banyaknya, ketum parpol, pimpinan dewan, parpol, dan banyak lah.
Korban. Presiden dan wakil presiden serta rakyat secara tidak langsung. Bagaimana sosok begitu berkuasa bisa melakukan banyak hal bersama orang kuat juga yang dinamai mafia, bisa melakukan apa saja di negara ini.
Bukti. Rekaman dan dua saksi yang telah mengaku dan memberikan buktinya, yang satu telah minggat entah ke mana, atau diungsikan oleh kroninya. Yang jelas ada bukti rekaman dan saksi yang ada di tempat.
Penuntut. Beberapa menteri dan rakyat, presiden marah, hanya marah tidak ada tindak lanjut. Jagung juga hanya maju mundur gak jelas. Polisi sama sekali tidak pernah bicara, seolah berdiri jauh-jauh.
Ivan Haz
Pelaku. Anggota dewan yang katanya banyak koleganya yang gak kenal. Anak wakil presiden yang lampau juga petinggi partai. Pembela hanya normatif dari parpol P3, dan lainnya pura-pura tidak dengar apalagi kenal.
Korban. Maaf satu orang, dan itu ART, bukan merendahkan status, namun hendak menunjukkan betapa besar jomplangnya status korban ini.
Bukti. Rekaman CCTV yang menujukkan penganiayaan tersebut. Kelihatannya tidak ada penolakan dan penyangkalan.
Hukum berpihak pada mafia
Hukum berpihak pada penguasa? Apa benar dengan demikian? Jika iya, tentu akan memihak presiden dan wapres yang namanya dicatut untuk meminta saham. Faktanya tidak dan pencatut masih melenggang, menjadi ketua fraksi, hanya sedikit degradasi, masih menyalonkan diri jadi ketum parpol tua, mengapa demikian? Hukum masih kuat dicengkeram oleh mafia. Bagaimana sepak terjang mereka suka atu tidak, mau mengakui atau tidak, di masa ini makin sulit dan terjepit. Apa yang bisa dilakukan jelas saja lebih enak menempel status quo yang memang sepanjang sejarah telah bersama-sama. Agendanya jelas hendak berkuasa dan di atas sana bisa melakukan apa saja seperti kala itu. “Puasa” sekian lama itu sudah terlalu panjang, dan pengin cepat-cepat berakhir.
Bukti makin jelas kerja cepat dan cerdas dalam berbagai kasus yang sama sekali tidak menyangkut bangsa dan negara, namun akan sangat-sangat lambat untuk kepentingan negara. Pembelaan bertubi-tubi sedangkan rakyat menghujat. Kasus di mana rakyat abai saja, karena memang tidak berpengaruh, mereka kerja cepat dan bergegas-gegas.
Seandainya, polisi itu secepat densus 88, segesit mengusut kasus Ivan Haz, tidak selambat mengurus Pelindo apalagi Lapindo dan Setnov. Menyentuh mereka saja tidak. MKD secepat mengurus Ivan Haz tidak seramai soal Setnov, dan sesenyap kasus Masinton, negara ini benar-benar jadi negara besar dan berwibawa.
Negara ini bukan dirusak oleh penjajah asing lagi, namun jauh lebih parah dan payah justru oleh perilaku buruk dari para penggede negeri ini yang selalu saja berkutat akan kepentingan sendiri dan kelompok. Jelas-jelas kesalahan di depan mata dengan berbagai bukti, masih bisa dibeli dan ditutupi.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H