Gaya dan pola tingkah parpol makin ngawur dan keblinger. Kalau dulu alasannya seperti kuda lepas dari kandang, seusai direpresi bertahun masih bisa ditoleransi, jika saat ini sudah hampir dua dasa warsa masih saja seperti itu, ya memang karakter buruk dan busuk yang ada. Atau saking bebasnya sehingga maruk dan semau-maunya sendiri. Idenya liar bahkan maaf gila.
Semua telah sepakat bahwa sistem adalah presidensial, namun dewan minta ini itu, ada kejadian dan peristiwa panggil, undang, seret eksekutif. Mau mengelola uang, padahal mereka itu pengawas, mana ada pengawas memegang anggaran. Sepakbola, IP pertandingan memegang peluit yang jadinya seperti dewan ini.
Katanya presidensial, namun masih ada oposisi dan koalisi yang ujung-ujungnya hanya jegal menjegal semata. Kalau presiden dinilai tidak sesuai dengan pola mereka mengancam untuk di-impeachment, mosi tidak percaya, perlu belajar lagi kelihatannya.
Beberapa kejadian hangat yang pperlu dicermati:
Kadernya tidak mungkin bersalah, sehingga malingpun dibela dan disyukuri ketika hukumannya rendah. Sesuai dengan pemikiran mereka apa yang diputuskan hakim. Prestasi menjulang (meskipun sama sekali tidak demikian), bisa menafikan kejadian maling yang menyengsarakan masyarakat.
Ada koalisi penyeimbang, yang artinya kali ini ikut sana, esok ikut sini alias plin plan, sesuai kepentingan dan keuntungan yang diperoleh. Bapak ketum anak sekjen, dan belum pernah ada partai modern yang seperti ini.
PDI-P
Partai yang kenyang akan tekanan dan tersingkir serta kalah melulu di dalam perjuangannya ini ternyata memang tidak pantas menang. Bagaimana mereka mengusung presiden dan pemerintah namun paling lantang menentang apa yang diputuskan eksekutif. Kritis boleh, namun bukan asal berbeda dengan kadernya sendiri tentunya.
Kekerasan diselesaikan dengan musyawarah, lha memangnya mau divoting? Pilihan sangat buruk ketika kriminal diselesaikan dengan cara-cara lama. Perlu banyak belajar dan bersikap bijak sehingga slogan wong ciliknya bukan saat pemilu saja didengungkan.
Partai penguasa puluhan tahun ini memang lagi gerah, betapa tidak enaknya makan di meja kekuasaan. Berbagai cara dipakai, ketika berhasil merampok ketua dewan, eh sang ketua maruk dan mau tidak mau jatuh dengan terjungkal. Turun satu grid dan masih jadi ketua fraksi. Lha mau apa ketika maling seperti ini masih saja memiliki kekuasaan. Lebih gila lagi ada potensi menjadi ketua umum Golkar.
Bagaimana parpol sebesar ini dikemudikan seorang kriminal, akan ada pembelaan belum tentu, khabar terakhir ketika tidak bisa berdalih akan pertemuan itu, sekarang ngeles kalau tidak ada tindak lanjut, hanya bincang basa-basi. Enak saja, dulu tidak mengaku, terdesak mengiyakan, namun rekaman tidak sah, ketika makin terdesak katanya tidak ada tindak lanjut. Tindak lanjut tidak ada karena sudah menjadi pesakitan di mahkamah dagelan terlebih dulu.
Permintaan paspor hitam.
Haduh, bangun kalian ini siapa, apa-apa diminta. Paspor hitam nanti jangan-jangan menyelundupkan narkoba atau senjata. Perilaku mereka sangat kekanak-kanakan dan sangat membahayakan kalau memiliki paspor hitam. Seenaknya sendiri masih ditambah fasilitas yang makin membuat mereka lebih bebas.
Mengawasi semua lembaga negara
Kerja utama mereka saja tidak jelas. Eh malah membuat aturan yang menguntungkan secara finalsial namun bukan menguntungkan dan bermanfaat bagi bangsa dan negara. Memilih pimpinan lembaga negara yang selalu kacau saja mereka tidak pernah melihat itu sebagai bagian kesalahan mereka, namun selalu berkacak pinggang seperti yang paling hebat.
Ide-ide liar namun maaf bodoh ini karena mereka sudah blenger (perut tidak nyaman) karena banyaknya angin yang masuk sedang di dalam otaknya tidak tahu mau berbuat apa. Tidak jeran anak kelompok bermain ini berperilaku yang sangat tidak bermutu seperti itu.
Â
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI