Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dewan Harusnya Malu Ada Preman Berdasi

22 Januari 2016   06:14 Diperbarui: 22 Januari 2016   07:44 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mas Dwiyayanto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat bahwa kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik salah satu tujuannya memberantas oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional dan abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan di sini. Di situlah saatnya Indonesia akan dibuktikan," tutur Prasetyo, membacakan pesan singkat tersebut.

Kompas.Com 

Pesan singkat yang dibacakan jagung di depan dewan yang sedang mengulitinya. Entah apa maksudnya jagung mengeluarkan sebuah pesan “ancaman” ini. Hal tersebut sangat biasa bagi pejabat jagung yang tentu saja strategis dalam berhadapan dengan bandit-bandit negara. Berbeda dengan polisi di polsek yang akan berhadapan dengan paling banter maling sapi, kalau ini maling berdasi yang ngopi di lobi hotel tingkat tinggi, berbeda apa yang di hadapi.

Apa yang bisa terbaca?

· Arogansi dari pengirim, entah kepada siapa dan siapa, namun yang jelas adalah arogannya, bahkan mendahului Tuhan. Merasa pasti sudah jadi pemimpin. Kita bisa melihat demokrasi kita makin dewasa dan bijaksana. Klaim bahwa ia akan menjadi pemimpin, tentu sangat hebat dia. Bagaimana Amin Rais, Wiranto, Jusuf Kalla, sebagian kecil yang berulang kali mengadu di arena demokrasipun gagal. Sedang pengirim ini, memannya telah memberikan kontribusi apa bagi bangsa ini?

· Jika ini benar, jagung mengapa mengeluarkan di depan dewan, mengancam kembali bahwa apa yang di hadapi itu jauh lebih “menakutkan” daripada apa yang dewan lakukan. Dewan mengeluh dan meminta apa-apa. tidak mau tahu kesulitan lembaga lain, main panggil dan merasa diri paling susah dan  paling menderita padahal pengangguran terselubung.

· Fakta bahwa negara ini hidup di tengah tekanan dan saling pegang kartu rahasia, sehingga bisa main tekan dan intimidasi. Ironis ketika itu dilakukan oleh pihak swasta ke lembaga negara. Apa yang ada di rekaman papa minta saham ada salah satu bukti lagi bahwa ada “pihak” yang bisa mengarahkan pemerintahan. Orang ini bisa memindahkan bidak seperti bermain catur saja adahal ini adalah negara.

· Baguslah ide, si pengirim ini, yang dulunya bukan politikus, beralih peran menjadi politikus untuk perbaikan negeri. Ide yang sangat idealis di dalam kondisi bangsa dan negara ini. Jika memiliki energi yang cukup besar untuk pembangunan negeri ini tentu sangat patut diapresiasi. Memangnya tidak salah masuk pada bidang ini, bukannya malah menghancurkan diri?

· Budaya transaksional justru paling besar terjadi di bidang politik. Semua bisa diatur dan dimainkan termasuk hukum. Jadi ide aneh bin ajaib sebenarnya pengirim pesan ini. Belum tahu dengan baik peta permasalahan di Indonesia. Atau malah mu menambah ruwet perpolitikannya?

· Berandai-andai, kalau ini, salah satu pendiri parpol baru, bos besar media, yang mengirim dan sedang berkasus dengan kejagung, bisa dimaknai sebagai pembunuhan karakter. Jika tidak ada, dan pembuktian tentu sangat mudah. Ada Mantan Menteri ahli IT, Roy Suryo, Mantan Menteri ahli pornografi Tifatul Sembiring, yang tentu akan dengan suka cita membantu membuktikan kalau memang tidak ada. Jagung bisa masuk bui.

§ Jika bukan, dan memang benar adanya pesan itu, jagung harus membuka identitas pengirim tersebut agar masyarakat tidak curiga dan bertanya-tanya, siapa warga negara yang bisa berbuat seperti itu. Kepada pejabat saja berani seperti itu, apalagi kalau orang kecil.

§ Negara tidak boleh kalah dengan pribadi, warga negara, meskipun pengusaha atau apapun, saatnya megara harus mampu menindak warganya yang mencoba mengancam, meskipun itu benar. Kesalahan dari pejabat atau negara bukan dengan mengancam namun diselesaikan di muka hukum. Menciptakan tertib hukum tentu penting sehingga menjadi negara yang tertib bukan seenaknya sendiri.

§ Jika pengirimnya tidak diketahui, tentu bukan barang susah di zaman digital dan modern seperti saat ini.

Pesan model demikian bisa dilakukan oleh siapa saja untuk apa saja. Satu yang pasti adalah aparat peengak hukum harus menjelaskan siapa dan apa motif di balik itu semua sehingga negara tertib hukum itu bisa segera menjadi kenyataan bukan sebatas slogan.

Tertib hukum akan menjamin semua warga negara aman hidup teratur. Pelaku pemalakan, pemerasan, ancam mengancam mendapatkan hukuman yang seoantasnya sehingga ada efek jera. Jangan lagi dianggap tidak penting, toh banyak pekerjaan yang lebih besar, negara lebih membutuhkan dibandiingkan hanya sebuah pesan yang tidak jelas. Ini sangat penting dan mendesak, kita telah abai dengan banyak hal, dan membawa korban yang tidak sedikit hanya karena sikap abai dan tidak peduli.

Salam Damai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun