Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Papa Minta Kursi...

11 Januari 2016   12:24 Diperbarui: 11 Januari 2016   12:24 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Episode Lanjutan Papa Minta Saham, dan Mama yang Punya Kursi, kelihatannya masih akan ada episode lanjutannya. Drama yang tidak akan ada tamatnya bagi politikus Indonesia.

Babak baru politikus yang memang sejatinya bandit demokrasi masih akan panjang dan belum akan mereda. Kisruh di Golkar dan P3, diiukti isu makin panas dan santer di elit PKS, serta banyak maunya PAN anak baru yang mau banyak, menambah panasnya politik yang belum bisa membuat kondisi lebih kondusif.  Pemerintah telah bekerja, malah pernah bongkar pasang menteri segala. Kubu kura-kura hijau ini memang belum bisa diajak kerja. Bisa dianalogikan bapaknya mau kerja cepet, ibunya malah lelet dan banyak mikir riasan, pakaian yang mau dipakai dan tetek bengek yang tidak urgen di tengah berbagai masalah pelik. (Ini bukan soal bias gender dan meremehkan jenis kelamin tertentu, hanya konteks yang bisa mewakili dengan lebih baik adalah ini). Ah, biar adil, mama mau kerja cepat, eh papa malah sibuk milih dasi serasi dengan baju atau jas ini atau gak, rambut mau belah samping, belah kiri, kanan, atau tengah, dan ribet yang gak bermutu.

Papa minta saham yang mengemuka di akhir tahun belum ada kejelasan, selain saling sengkarut yang hadir dengan berbagai-bagai wacana dan lapor melapor, tuduh menuduh, dan sejenisnya. Turun kasta pimpinan yang belum memberikan perubahan berarti, masalah utama belum tersentuh apalagi terselesaikan.

Gak ada makan siang gratis

Disusul PKS yang mulai merapat dan menyatakan sowan politik. Kalau politikus sowan artinya mau minta makan, kasarannya begitu. Cara PaN dinilai ampuh oleh PKS, dan dengan suka ria didatangilah istana. Kemudian menteri hukum dan HAM, memainkan SK Golkar dan P3, P3 memang sejak ketum masuk penjara telah separo memilih mendukung pemerintah, sedang Golkar langsung pula dengan sedikit malu-malu memutar haluan dan mau mendukung pemerintah.

PAN, menarik anak baru ini pada pilpres telah dengan gagah perkasa berseberangan dan sang ketum menjadi cawapres, dengan lengsernya ketum berbalik arah dan mendukung sepenuhnya “rivalnya.” Selalu pengulangan yang itu-itu saja sebagai pembenar akan tidak adanya ideologis, dalam politik tidak ada teman atau lawan abadi. Pembenar akan kemalasan untuk berbenah dan membangun ideologi. Kadernya menyatakan (sebagai sebuah trik menekan pemerintah), mereka telah mendapatkan dua kursi menteri, menteri perhubungan dan kehutanan. Satu profesional dan apakah mereka akan mampu mengatasi sebagaimana kinerja Pak Jonan? Dan satunya “rival” dari parpol lain. Aneh bin ajaibnya koleganya sendiri membantah itu, mainkan trik lain, seolah bukan permintaan partai hanya orang per orang. Namun sang big bos balik layar malah meledek presiden sebagai lemah bukan soal pergantiannya. Orang mau minta kog malah meledek yang punya, sama juga maaf pengemis yang meminta-minta malah mengatakan yang memberi sebagai jelek.

Implikasi banyaknya yang mau dapat jatah makan  ini, tentu mahal bagi pemerintah. Siapa yang parpol mau kursinya diberikan kepada “rivalnya?” tentu enggan, meskipun mengatakan mendukung bukan untuk kursi tentunya sewot juga. Jika profesional yang diambil, malah makin berat tanggungan pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keadaan yang ada.  Janji untuk menteri profesional yang akan mengecil.

Kebiasaan tidak mau kalah dan maunya menang sendiri menjadi ciri kanak-kanak. Bagaimana jelas-jelas kalah dalam dua putaran pileg dan pilpres, masih mau enaknya kekuasaan. Dengan demikian, enak saja suatu hari nanti kalah pun mau memerintah. Sikap berani kalah dan mampu menang perlu dibina dan dipupuk.

Satu hal yang tepat, semua ketum parpol yang minta itu laki-laki, pas dengan istilah papa minta kursi. Dan yang “punya” kursi itu mama ketum.

Mama punya kursi...

Mama ketum sejak awal sejatinya owel, tidak rela untuk mengutus kader terbaiknya untuk maju dalam pilpres. Tidak heran akhirnya muncul istulah boneka, petugas partai, jangan lupa jasa parpol, dan sejenisnya. Memang sering dikatakan pembelanya sebagai malu kalah melulu dalam pilpres, atau justru bentuk kenegarawanan, sehingga meminta kadernya, dan beliau legawa untuk melepaskan kesempatan itu. Di balik itu, rekam jejak yang ditunjukkan, justru jauh dari nada tersebut. Bagaimana tidak ketika sering angggota dewan dan pengurus justru lebih lantang mengritik dan mengritisi kebijakan pemerintah daripada kubu sebelah yang jelas-jelas sebagai “oposisi.”

Beberapa kali berseberangan dengan nyata terhadap pemerintah, kadang memotong jalur yang dilalui pemerintah.  Dan itu terbaca dengan gamblang bahkan oleh awam ataupun anak-anak. Ada apa ini?

Mama yang punya kursi, delegasi telah diberikan, biarkan kursi yang telah diserahkan itu menjadi milik sepenuhnya yang duduk di sana. Sikap demikian, akan membuat nama Mama makin berkibar sebagai Mama bijaksana dan negarawati sejati.

Papa minta kursi, sudahlah kursi itu hak prerogatif, mau diberi alhamdulilah, gak diberi jangan benci, apalagi menjegali. Berani bertarung, berani menang dan siap kalah. Siapkan kader dengan baik untuk periode mendatang. Bairkan rekan-rekan yang telah kerja keras dan menang itu bisa bekerja dengan baik.

 

Salam Damai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun