Mama ketum sejak awal sejatinya owel, tidak rela untuk mengutus kader terbaiknya untuk maju dalam pilpres. Tidak heran akhirnya muncul istulah boneka, petugas partai, jangan lupa jasa parpol, dan sejenisnya. Memang sering dikatakan pembelanya sebagai malu kalah melulu dalam pilpres, atau justru bentuk kenegarawanan, sehingga meminta kadernya, dan beliau legawa untuk melepaskan kesempatan itu. Di balik itu, rekam jejak yang ditunjukkan, justru jauh dari nada tersebut. Bagaimana tidak ketika sering angggota dewan dan pengurus justru lebih lantang mengritik dan mengritisi kebijakan pemerintah daripada kubu sebelah yang jelas-jelas sebagai “oposisi.”
Beberapa kali berseberangan dengan nyata terhadap pemerintah, kadang memotong jalur yang dilalui pemerintah. Dan itu terbaca dengan gamblang bahkan oleh awam ataupun anak-anak. Ada apa ini?
Mama yang punya kursi, delegasi telah diberikan, biarkan kursi yang telah diserahkan itu menjadi milik sepenuhnya yang duduk di sana. Sikap demikian, akan membuat nama Mama makin berkibar sebagai Mama bijaksana dan negarawati sejati.
Papa minta kursi, sudahlah kursi itu hak prerogatif, mau diberi alhamdulilah, gak diberi jangan benci, apalagi menjegali. Berani bertarung, berani menang dan siap kalah. Siapkan kader dengan baik untuk periode mendatang. Bairkan rekan-rekan yang telah kerja keras dan menang itu bisa bekerja dengan baik.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H