Rasa Malu yang perlu dibina
Jelas menggunakan baju tahanan namun malah cengengesan dan berkelit dengan berbagai cara. Semua orang dan diri bisa ditipunya, namun ada Tuhan lho, dan itu sering diabaikan oleh negara yang menyatakan ber-Pancasila dan semua warga negaranya beragama ini.
Tafsir hukum masih bisa seenaknya karena hakim memiliki kuasa yang seperti tak terbatas. Bagaimana hal yang sama bisa ditafsirkan berbeda. Kalau masalah sudut pandangn tidak menjadi soal, menjadi tragis kalau memang tidak mampu melihat yang benar karena silau uang dan kuasa. Tidak jarang hakim yang jelas-jelas buruk malah promosi sedang yang bekerja dengan idealisme malah dipindah ke daerah yang sangat tidak membutuhkan kecerdasannya.
Mengapa terjadi?
Hukum, hanyalah produk turunan dari pembentuknya yang sejak awal telah buruk. Dewan sebagai legislator sangat kotor, tidak punya roh dan jiwa yang baik, kepentingan diri dan kelompok jauh lebih menggejala. Â Tidak heran pelaksanaan hukum masih kacau dan carut marut.
Mental dan jiwa yang membentuk hukum sudah sejak awal jelek. Bagaimana komisi hukum bermodal ijazah persamaan SMA, apakah mampu melihat fenomena perkembangan zaman yang terus berubah dan berkembang. Memang ijazah bukan jaminan dan segalanya, namun jelas saja memperlihatkan ketidakmampuan secara mendasar soal pengetahuan. Mental yang baik hasil dari pendidikan yang bermutu.
Kita tentu tahu bahwa pendidikan kita masih memprihatinkan. Guru-guru yang masih sebatas membagikan isi buku dan belum menggali pengetahuan dengan lebih dalam dan banyak. Ini dominan dan orientasi pada kurikulum dan lebih fatal sertifikasi.
Pendidikan dan kualitas keluarga sangat menentukan. Di mana sekolah dan keluarga harus memberikan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada kepemilikan materi semata, namun cara yang baik itu jauh lebih penting. Selama ini proses dan perjuangan itu dilepaskan dan yang penting adalah hasilnya. Kaya meskipun koruptor masih saja mendapatkan penghormatan yang tinggi.
Â
Salam Damai
Â