Dengan media, dunia ilusi/imajinatif disuguhkan oleh simulator dan akhirnya menggiring masyarakat pada suatu kesadaran palsu. Inilah ruang simulacra itu. Masyarakat kontemporer menurut Baudrillard identik atau sudah dicampuri oleh teori simulacra. Disinilah perkembangan teknologi dan informasi dapat terlihat telah menjadi realitas yang mampu diklaim sebagai bentuk produk dari modernitas yang menciptakan batasan-batasan imajiner dalam realitas dan dicipta melalui proses simulasi.Â
Citra objek yang telah direpresentasi mengantar realitas kepada hiper-realitas yang digambarkan sebagai ruang kosong yang di dalamnya tidak ada batasan real dengan imajiner. Dengan demikian simulasi ini tidaknya hanya berbicara tentang tanda dan simbol tetapi juga berbicara soal kekuasaan dan hubungan sosial dalam masyarakat.
 Makna pesan dalam media sosial saat ini bagaikan komunikasi yang rancu, terputus dari asalnya. Sehingga tepat sekali Baudrillard menyimpulkan bahwa kontruksi budaya kontemporer  selalu ada dalam citra-citra simulasi, yakni menciptakan suatu realitas nyata tanpa historisitas kebenaran yang disebut dengan hiperrealitas. Jean Baudrillard menyebutkan bahwa masyarakat simulasi adalah wujud karakter identitas masyarakat kontemporer dalam kehidupannya direpotkan oleh absurditas kode, tanda dan simbol.Â
Dalam simulacra Secara esensial manusia itu tidak ada dalam kehadiran realitas sesungguhnya tetapi selalu berpikir imajiner dan ada pada keyakinan semu  dalam melihat realitas di ruang tempat kerja simulasi berlangsung. Akibatnya,membuat jarak-jarak antara kebenaran dan kepalsuan, realitas dan rekaan belaka terasa jauh dan memiliki kesamaan.Â
Oleh karena itu yang dihasilkan dalam kenyataan ini adalah situasi semu dan kepalsuan hasil representasi (hyper-reality). Dalam analisis kemajuan teknologi virtual, Baudrillard menjelaskan bahwa kenyataan semu dan dibuat-buat atu yang dimanipulasi adalah keadaan di mana manusia terjebak dalam realitas yang dianggap asli dan nyata.Â
Maka gambaran suatu realitas adalah model-model manipulasi bukan kenyataan yang sesungguhnya. Simulacra akhirnya mempengaruhi masyarakat dan mengontrol mereka dengan cara yang halus yaitu menipu dan mempercayai bahwa simulasi itu adalah kenyataan yang sesungguhnya sehingga masyarakat menjadi tergantung terhadap simulasi dan posesif terhadapnya. Dan pada akhirnya manusia menjadi tidak sadar akan hadirnya simulasi ini.
 Terdapat empat tahap pembentukan simulakra. Tahap pertama, symbolic order/the era of origin, masyarakat memiliki sistem tanda yang pasti yang terdistribusi dengan baik. simbol masih mempresentasikan objek aslinya. Tahap kedua, yakni first order of simulacra/the counterfeit. Di tahap ini berkembang zaman modern awal (renaissance-industry) . Mengimitasi objek asli. Tahap ketiga, the second order of simulacra (revolusi industri-pertengahan abad ke-20). Â
Pada tahap ini objek yang diimitasi diproduksi massal target tertentu. Tahap keempat, the third order of simulacra (masa kini). Tahap di mana dunia didominasi oleh simulasi dan perkembangan teknologi. Objek yang sudah diimitasi diproduksi berkali-kali dan dipasarkan/disimulasikan melalui media komunikasi sehingga realitas sesungguhnya hilang dan melahirkan realitas baru yang seolah-olah nyata (hiperrealitas). Hiperrealitas adalah keadaan di mana suatu objek yang telah direpresentasikan melebihi objek asli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H