Mohon tunggu...
Paulina Sihaloho
Paulina Sihaloho Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Aku pelajar SMA Bintang Timur, Pematang Siantar. Aku menulis untuk mengasah dan mempertajam pikiran, serta menjadikan hidupku lebih baik dari hari ke hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Menjaga Padi dari Kawanan Burung

18 Januari 2025   14:45 Diperbarui: 19 Januari 2025   16:01 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau si burung hitam ini, tidak mempan dengan kirring-kirring itu. Dia tidak peduli sama sekali. Sekuat apa pun kami bersuara, tetap saja dia tidak mau pergi. 

Yang lebih lucunya, kawanan si burung hitam bisa terbang di sekitaran batang padi itu. Mereka bisa pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Begitulah kelakuan mereka.

Biasanya kami memanggil mereka dengan sebutan "si sirrit" karena suaranya yang crit-crit-crit. Bahkan, karena saking kesalnya dengan si sirrit itu, ada beberapa tetangga ladang yang menjuluki mereka dengan sebutan "si tukkik". Yang artinya adalah tuli/tidak bisa mendengar.

Oh iya, satu-satunya cara yang bisa dilakukan agar mereka pergi dari ladang padi itu adalah dengan melempar tempat mereka hinggap dengan tanah. Hanya itu yang bisa dilakukan agar mereka pergi.

Hal yang paling identik pada saat mamuro adalah membakar jagung di sore hari. Atau kalau tidak ada jagung, kami juga membakar ubi kayu maupun ubi jalar. Yang penting ada makanan yang bisa dikonsumsi sore hari.

Kami juga biasanya akan memakan jagung/ubi itu di atas passa-passa. Tentu saja kami juga harus teliti melihat kawanan burung itu.

Begitulah kalau kami mamuro pada bulan Desember. Sangat menyenangkan. Seperti itulah kira-kira pengalamanku yang kutuliskan di buku catatanku sewaktu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Dulu aku berpikir bahwa itu adalah pengalaman yang biasa-biasa saja. Tapi ternyata setelah aku menuliskannya kembali, aku merasa bahwa itu adalah suatu pengalaman yang berharga dan aku beruntung karena mengalaminya. Sore itu di atas passa, matahari sore, dan sebuah jagung di tanganku.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun