Mohon tunggu...
Paulina Sihaloho
Paulina Sihaloho Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Aku pelajar SMA Bintang Timur, Pematang Siantar. Aku menulis untuk mengasah dan mempertajam pikiran, serta menjadikan hidupku lebih baik dari hari ke hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Menjaga Padi dari Kawanan Burung

18 Januari 2025   14:45 Diperbarui: 19 Januari 2025   16:01 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sewaktu aku masih duduk di bangku SD (Sekolah Dasar), guru kami itu sering menyuruh kami untuk membuat satu lembar tulisan mengenai pengalaman kami selama liburan sekolah.

Itulah kegiatan kami saat pertama masuk sekolah dan selalu kami lakukan. Baik itu setelah libur semester genap maupun libur semester ganjil. Setelah kami selesai menulis pengalaman tersebut, kami akan membacakannya di depan guru dan teman-teman yang lain.

Aku sendiri merasa senang kalau guru kami menyuruh kami untuk menuliskan pengalaman. Karena kami tau bagaimana pengalaman teman-teman yang lain. Kalau anak-anak memang suka bercerita, tapi akan lebih menyenangkan kalau cerita tersebut dibacakan di depan teman-teman.

Kebanyakan dari kami memang hanya menghabiskan masa-masa libur sekolah dengan membantu orang tua keladang. Hanya sebagian saja yang pergi berlibur ke rumah sanak saudara. Di sisi lain, memang kampung itu adalah tempat tinggal mereka.

Dan biasanya, keluarga dari tempat lain yang datang ke kampung itu untuk berlibur. Kami juga begitu. Saudara-saudaralah yang datang ke kampung untuk menikmati masa liburan itu.

Sama seperti kebanyakan teman-temanku, aku hanya menghabiskan masa liburanku ke ladang untuk membantu orang tua. Memang, setelah pulang sekolah, kami juga membantu orang tua bekerja di ladang. Tetapi akan lebih efektif apabila bekerja mulai dari pagi sampai sore hari.

Tidak jarang juga sewaktu jam istirahat atau setelah makan siang, aku pergi bermain ke ladang tetangga. Karena kebetulan, tetangga ladang kami itu adalah teman sekelasku. Kami mengambil tebu, markisa, dan jambu air. Ada banyak makanan yang bisa langsung kami konsumsi saat itu.

Setelah kami mengumpulkan semuanya, kami akan memakannya bersama-sama sambil bercerita. Makan tebu di siang hari yang terik sangat menyegarkan. Jangan ditanya soal markisa.

Walaupun belum matang, kami sudah mengambilnya. Takut diambil orang lain karena markisa itu ada di dekat jalan. Siapa saja bisa mengambilnya kapanpun. Aduh, makan markisa yang asam di siang hari yang menyengat tidak terbayangkan rasanya. Udah cuaca panas, ditambah lagi markisa yang asam.

Ketika libur semester ganjil, biasanya ini di bulan Desember. Kami akan menghabiskan masa liburan sekolah dengan menjaga ladang padi kami dari burung-burung. Kami biasa menyebutnya dengan "mamuro".

Kami harus menjaga padi itu dengan baik dan sebisa mungkin tidak membiarkan burung-burung masuk ke dalam ladang padi itu. Bisa habis nanti padi kami. 

Ladang padi itu harus dijaga mulai dari pagi sampai sore hari. Tidak jarang juga kami mamuro sampai matahari mulai menghilang karena burung-burung yang tak kunjung pulang ke rumah mereka.

Sumber:dokpri
Sumber:dokpri

Mamuro ini juga lebih menyenangkan apabila tetangga ladang juga mamuro. Mengapa? Karena kami akan saling sahut menyahut saat mengusir burung-burung itu. Walaupun tidak ada burung-burung yang melintas di udara, kami juga saling sahut menyahut.

Kalau kami sedang bosan, kami akan menyanyi dengan keran. Sengaja benar kami lakukan seperti itu. Berharap burung-burung itu mendengar suara kami yang melengking itu. Mereka tidak mau tau. Tetap saja mereka datang.

Saat mamuro itu, rasanya sangat berbeda kalau ada "passa-passa". Itu adalah sebuah pondok kecil yang dibuat dari bambu di ladang padi itu. Ukurannya kecil dan hanya cukup untuk empat orang saja. 

Tingginya bisa mencapai kurang lebih dua meter. Alasannya dibuat tinggi supaya kami bisa melihat burung-burung yang lewat di atas ladang padi itu.

Lalu, di sekeliling passa-passa itu, diikatkan tali-tali untuk menarik kirring-kirring yang biasanya dibuat di sudut ladang padi itu. Kirring-kirring ini biasanya dibuat dari kaleng susu yang berukuran kecil.

Biasanya ada banyak dibuat kirring-kirring itu. Apabila di saat yang bersamaan tali itu ditarik, maka di kejauhan kirring-kirring itu akan berbunyi dengan keras.

Burung-burung yang ada di dalam ladang padi itu pun akan terbang karena terkejut mendengar suara tersebut. Tapi itu hanya berlaku untuk burung kepala putih dan burung si bulu cokelat terang.

Beda cerita kalau yang masuk adalah si burung hitam. Semua bulunya hitam pekat. Kami langsung tau membedakan burung itu. Saat mendengar suara crit-crit-crit, kami langsung tahu kalau itu adalah si burung hitam.

Kalau si burung hitam ini, tidak mempan dengan kirring-kirring itu. Dia tidak peduli sama sekali. Sekuat apa pun kami bersuara, tetap saja dia tidak mau pergi. 

Yang lebih lucunya, kawanan si burung hitam bisa terbang di sekitaran batang padi itu. Mereka bisa pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Begitulah kelakuan mereka.

Biasanya kami memanggil mereka dengan sebutan "si sirrit" karena suaranya yang crit-crit-crit. Bahkan, karena saking kesalnya dengan si sirrit itu, ada beberapa tetangga ladang yang menjuluki mereka dengan sebutan "si tukkik". Yang artinya adalah tuli/tidak bisa mendengar.

Oh iya, satu-satunya cara yang bisa dilakukan agar mereka pergi dari ladang padi itu adalah dengan melempar tempat mereka hinggap dengan tanah. Hanya itu yang bisa dilakukan agar mereka pergi.

Hal yang paling identik pada saat mamuro adalah membakar jagung di sore hari. Atau kalau tidak ada jagung, kami juga membakar ubi kayu maupun ubi jalar. Yang penting ada makanan yang bisa dikonsumsi sore hari.

Kami juga biasanya akan memakan jagung/ubi itu di atas passa-passa. Tentu saja kami juga harus teliti melihat kawanan burung itu.

Begitulah kalau kami mamuro pada bulan Desember. Sangat menyenangkan. Seperti itulah kira-kira pengalamanku yang kutuliskan di buku catatanku sewaktu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Dulu aku berpikir bahwa itu adalah pengalaman yang biasa-biasa saja. Tapi ternyata setelah aku menuliskannya kembali, aku merasa bahwa itu adalah suatu pengalaman yang berharga dan aku beruntung karena mengalaminya. Sore itu di atas passa, matahari sore, dan sebuah jagung di tanganku.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun