Mohon tunggu...
Paulina Irena
Paulina Irena Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UAJY

Forget the Mistake, Remember the Lesson

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Menembus Instagram dengan Kacamata Culture Jamming

28 Maret 2021   09:49 Diperbarui: 31 Maret 2021   23:06 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang terpikirkan ketika kamu melihat gambar diatas?

**Ih bener juga ya // HAHAHA tersindir secara halus // Relateable

Mungkin diantara anda yang membaca juga ada yang sepemikiran dengan beberapa respon di atas.

Nah gambar tersebut merupakan contoh dari Culture Jamming

Jadi, apa itu CULTURE JAMMING?

Kata 'Culture Jamming' mungkin masih belum akrab di telinga kita. Culture Jamming merupakan bentuk dari postmodernisme terkait politik representasi.
Sebelum menelaah lebih dalam terkait Culture Jamming, mari kita terlebih dahulu mengulik apa itu Postmodernisme

docsandlin.com
docsandlin.com

Mengenal Postmodernisme

Postmodernisme adalah ide-ide dari budaya, bahasa, estetika, model, simbol, dan kebebasan berekspresi yang diikuti dengan sebuah meaning (Retnawati, 2016). Postmodernisme merupakan gerakan abad akhir ke-20 yang melanjutkan era modernisme.

Modernisme selalu bergerak dengan landasan universal, ahistoris, dan rasional. Modernisme mempertimbangkan tataran sekunder pada ekonomi, science, konstruk analitis, essences, dan representasi metaphorical. Modernisme dipandang memiliki kontinyuitas, progresifitas, tujuan-tujuan yang stabil, dan harmonis (Heldi, 2009).

Berbeda dengan postmodernisme. Postmodernisme lebih bersifat ilusi dan fiksional. Postmodernisme bergerak dengan landasan relativistik, irasional, dan nihilstik. Postmodernisme menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia setiap harinya terdapat micropractises atau kegiatan-kegiatan kecil yang tidak disadari (Heldi, 2009).

Kondisi manusia dengan micropractises menunjukkan adanya diskontinyuiti, pluralitas, chaos, instabilitas, perubahan, ketidakstabilan, dan paradoks

Postmodernisme erat pula dengan konteks ekonomi. Postmodernisme memperhatikan produksi dan konsumsi dari partisipasi manusia. Postmodernisme melihat manusia sebagai subjek yang memiliki kemampuan berpikir secara kognitif, komunikatif dengan bahasa dan pemikiran rasional.

Berangkat dari pemahaman tersebut, dapat dikatakan bahwa posmoderninsme memandang dunia secara sosial dan subjektif. Pengamat postmodernisme juga menjadi bagian dari yang diamati, science atau ilmiah menjadi human interest.

Jadi, kalau modernisme fokus terhadap fakta, hubungan kausalitas dengan hukum fundamental, mengurangi fenomena guna menyerdehanakan elemen-elemen, membuat hipotesa dan mengujinya, maka postmodernisme fokus pada makna/arti. Postmodernisme berusaha memahami apa yang sedang terjadi, mengembangkan ide-ide dengan induksi.

Hubungan Postmodernisme dan Culture Jamming

Berdasarkan pengertian dari postmodernisme, maka Culture Jamming merupakan salah satu pemikiran dari postmodernisme. Culture Jamming hadir dengan memanipulasi gambar untuk membalikkan makna pesan media sehingga norma dan nilai budaya yang ditawarkan dapat diperiksa kembali.

Culture Jamming merupakan karya-karya yang berusaha menyampaikan pesan tertentu yang bertujuan menyadarkan masyarakat terkait konsumsi, kerusakan lingkungan, maupun praktik sosial yang terjadi. Jammers (pelaku Culture Jamming) ingin meningkatkan kekhawatiran masyarakat akan hal tersebut dengan cara yang artistik, yaitu mengubah pesan menjadi anti-pesan (Barker & Jane, 2016, h. 241).

Cultural Jamming: "Gak Salah Sih!"

Melihat kembali contoh yang ditayangkan pada awal artikel ini, saya yakin anda tahu aplikasi yang dimaksud. (Iya. benar sekali, Instagram).

Siapa sih yang tidak mengenal platform berbagi foto yang satu ini? Berdasarkan data dari Nepoleon Cat, pengguna instagram di Indonesia mencapai 69,2 juta pengguna pada periode Januari-Mei 2020 (Iman, 2020).

Bahkan mungkin Anda yang membaca merupakan salah satu pengguna aktif Instagram (seperti saya).

Instagram hadir beriringan dengan dunia modernisme. Namun jika dilihat dari perspetif postmodernisme, instagram bukan hanya sebuah aplikasi berbagi foto, ada estetika, bahasa, wacana, dan praktek-praktek yang terjadi.

Salah satu kondisi dari perspektif postmodernisme yang dapat menggambarkan kondisi Instagram adalah hiperrealitas (hyperreality). Hiperrealitas melihat realitas sebagai bagian dari dunia simbolik. Hiperrealitas juga menemukan bahwa saat ini perbedaan realitas nyata dan sudah buram.

insider.com
insider.com
Gambar di atas menunjukkan apa yang nyata dan apa yang ditayangkan di Instagram jauh berbeda. Ada orang yang mampu membangun identitas yang berbeda di Instagram dengan dunia nyata.

Siapapun bebas berekspresi melalui Instagram. Berbagai jenis foto dapat kita temukan di Instagram. Kehidupan yang instagramable atau glamour hingga sporty bisa kita temukan.

Instagram secara tidak langsung pun menjadi ajang 'pamer'. Ada yang menunjukkan keragaman baju yang dimiliki, menunjukkan produk-produk yang baru saja dibeli, lokasi liburan yang dikunjungi, atau sekedar menceritakan momen-momen bahagianya.

Jangkauan dari Instagram yang mencakup internasional menjadikan orang-orang memperhatikan unggahannya. Mulai dari penampilan hingga caption dan hastag yang digunakan, khususnya bagi mereka yang membawa dampak bagi masyarakat.

Berangkat dari fakta yang dipaparkan sebelumnya, banyak pengguna Instagram memiliki ritual sebelum mengunggah sebuah foto. Pengguna Instagram harus melakukan editing terlebih dahulu. Editing dilakukan setiap pengguna, tidak terbatas usia.

Editing kerap ditemukan khususnya dari perempuan terkait penampilannya.

Instagram menjadi Insecurity

Awalnya kehadiran Instagram hanya dilengkapi beberapa filter untuk foto yang ditayangkan, namun saat ini melalui fitur instastory sudah banyak filter yang dapat digunakan. Mulai dari filter yang sekedar untuk memperindah hasil dokumentasi, filter make-up, hingga filter dengan kreativitas yang irasional pun ada.

Feed Instagram yang harus diedit terlebih dahulu, tidak percaya diri jika tidak menggunakan filter ketika hendak mengunggah story di Instagram merupakan sisi lain Instagram yang dilihat dari Postmodernisme atau Culture Jamming.

Instagram, aplikasi yang dibentuk untuk menjadi album digital bagi pengguna, saat ini tidak lagi demikian. Instagram mulai menjadi ajang pengguna membandingkan diri dengan standar-standar tertentu.

Standar tersebut dapat menjadi motivasi, namun yang kerap terjadi adalah menjadi pemicu Insecure.

Insecure merupakan kata yang begitu familiar untuk era saat ini yaitu perasaan cemas, kurang percaya diri, dan merasa tidak mampu.

Cara Culture Jamming melihat Instagram membawa sebuah meaning, yaitu keinginan untuk meningkatkan kekhawatiran pengguna Instagram akan dirinya sendiri. Culture Jamming hendak menyadarkan pengguna bahwa Instagram berdampak besar membangun rasa insecure.

Oleh karena itu, saya berharap, jika Anda merupakan salah satu orang yang sering membandingkan diri dengan orang lain hanya dari postingan Instagram supaya menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yuk belajar mengenal dan menerima diri kita masing-masing.

Perlu diingat bahwa Kevin Systrom menciptakan Instagram hanya dengan tujuan sederhana, yaitu ketertarikannya pada fotografi serta keinginan membangun situs berbagi foto bersama saudara-saudaranya.

DAFTAR PUSTAKA

Barker, C. & Jane, E. A. (2016). Cultural studies: Theory and practice. (5th ed.). London: SAGE Publications.

Heldi, H. (2009). Pola konsumsi masyarakat postmodern. Al-Iqtishad. 1(1). 113-122. 

Iman, M. (2020). Pengguna instagram di indonesia didominasi wanita dan generasi milenial. GoodNews from Indonesia. Diakses pada 27 Maret 2021 dari Kompas

Retnawati, B. B. (2016). Perubahan pandangan modernism dan postmodernism dalam konsep konsumsi dan konsumen. Fakultas Ekonomi Universitas Soegijapranata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun