Mohon tunggu...
Paulina Irena
Paulina Irena Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UAJY

Forget the Mistake, Remember the Lesson

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Menembus Instagram dengan Kacamata Culture Jamming

28 Maret 2021   09:49 Diperbarui: 31 Maret 2021   23:06 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi, kalau modernisme fokus terhadap fakta, hubungan kausalitas dengan hukum fundamental, mengurangi fenomena guna menyerdehanakan elemen-elemen, membuat hipotesa dan mengujinya, maka postmodernisme fokus pada makna/arti. Postmodernisme berusaha memahami apa yang sedang terjadi, mengembangkan ide-ide dengan induksi.

Hubungan Postmodernisme dan Culture Jamming

Berdasarkan pengertian dari postmodernisme, maka Culture Jamming merupakan salah satu pemikiran dari postmodernisme. Culture Jamming hadir dengan memanipulasi gambar untuk membalikkan makna pesan media sehingga norma dan nilai budaya yang ditawarkan dapat diperiksa kembali.

Culture Jamming merupakan karya-karya yang berusaha menyampaikan pesan tertentu yang bertujuan menyadarkan masyarakat terkait konsumsi, kerusakan lingkungan, maupun praktik sosial yang terjadi. Jammers (pelaku Culture Jamming) ingin meningkatkan kekhawatiran masyarakat akan hal tersebut dengan cara yang artistik, yaitu mengubah pesan menjadi anti-pesan (Barker & Jane, 2016, h. 241).

Cultural Jamming: "Gak Salah Sih!"

Melihat kembali contoh yang ditayangkan pada awal artikel ini, saya yakin anda tahu aplikasi yang dimaksud. (Iya. benar sekali, Instagram).

Siapa sih yang tidak mengenal platform berbagi foto yang satu ini? Berdasarkan data dari Nepoleon Cat, pengguna instagram di Indonesia mencapai 69,2 juta pengguna pada periode Januari-Mei 2020 (Iman, 2020).

Bahkan mungkin Anda yang membaca merupakan salah satu pengguna aktif Instagram (seperti saya).

Instagram hadir beriringan dengan dunia modernisme. Namun jika dilihat dari perspetif postmodernisme, instagram bukan hanya sebuah aplikasi berbagi foto, ada estetika, bahasa, wacana, dan praktek-praktek yang terjadi.

Salah satu kondisi dari perspektif postmodernisme yang dapat menggambarkan kondisi Instagram adalah hiperrealitas (hyperreality). Hiperrealitas melihat realitas sebagai bagian dari dunia simbolik. Hiperrealitas juga menemukan bahwa saat ini perbedaan realitas nyata dan sudah buram.

insider.com
insider.com
Gambar di atas menunjukkan apa yang nyata dan apa yang ditayangkan di Instagram jauh berbeda. Ada orang yang mampu membangun identitas yang berbeda di Instagram dengan dunia nyata.

Siapapun bebas berekspresi melalui Instagram. Berbagai jenis foto dapat kita temukan di Instagram. Kehidupan yang instagramable atau glamour hingga sporty bisa kita temukan.

Instagram secara tidak langsung pun menjadi ajang 'pamer'. Ada yang menunjukkan keragaman baju yang dimiliki, menunjukkan produk-produk yang baru saja dibeli, lokasi liburan yang dikunjungi, atau sekedar menceritakan momen-momen bahagianya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun