Mohon tunggu...
Paulina Aliandu
Paulina Aliandu Mohon Tunggu... Dosen - sebuah jiwa, seorang peziarah

Sebagai pencinta spiritualitas, saya juga tertarik pada sejarah, filsafat dan politik. Berkecimpung dalam bit-bit digital untuk pembelajaran mesin dalam perjalanan panjang mencapai kebijaksanaan digital.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Pendakian Gunung Karmel : Hasrat yang Mencemari Jiwa dan Perbandingannya dalam Kitab Suci (I-9)

25 Januari 2025   10:56 Diperbarui: 25 Januari 2025   11:30 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rayleigh Scattering (credit: Marek Piwnicki dari pexels)

Prolog

Jiwaku lahir dalam kemurnian kreasi keagungan Allah
Jiwa yang murni berbinar cahaya cemerlang bagaikan intan
Namun hasrat duniaku menyelimuti semua iluminasinya dengan ter
Ternodai dan melekat, meninggalkan cemar


Teman pendakianku, cukup lama kita tertahan pada pos sebelumnya. Kadang kita perlu menunggu lama pada suatu titik sebelum melangkah lagi. Cedera yang aku alami sedikit menyulitkanku untuk melangkah namun syukurnya aku tidak sendirian dalam pendakian ini. Setelah menyeruput teh manis ini, kita akan segera mendaki. Kekuatan kita ialah Tuhan yang menjadikan langit dan bumi, mari melangkah.

Keinginan yang Tidak Teratur Laksana Ter yang Melekat dan Menodai

Keinginan, meskipun sering dianggap sebagai bagian dari sifat manusia yang alami, dapat memiliki dampak yang mendalam terhadap keadaan jiwa seseorang. Dalam ajaran Santo Yohanes dari Salib, kita diajak untuk merenungkan bagaimana keinginan dapat mencemari dan menodai jiwa, mengubahnya dari gambaran Tuhan yang sempurna menjadi sesuatu yang jauh lebih kotor, terkontaminasi serta keindahan yang terkorupsi.

Santo Yohanes dari Salib mengutip ajaran dalam Kitab Yesus Putra Sirakh (Sirakh 13:1) yang berbicara tentang bahaya keinginan yang tidak terkendali. Dikatakan bahwa "Siapa yang menyentuh ter, akan tercemar olehnya" atau dalam Bahasa Latin berbunyi "Qui tetigerit picem, inquinabitur ab ea". Ini adalah sebuah analogi dan perbandingan yang dalam, mengingat bahwa keinginan kita terhadap makhluk ciptaan memiliki efek yang sama dengan sentuhan terhadap ter. Ter, yang merupakan substansi yang sangat kotor, akan menodai apapun yang menyentuhnya. Begitu juga dengan jiwa manusia, yang pada dasarnya diciptakan dalam keadaan yang murni, namun bisa ternoda ketika ia dipenuhi dengan hasrat terhadap duniawi.

Santo Yohanes dari Salib menjelaskan bahwa perbedaan antara keunggulan jiwa dan makhluk ciptaan jauh lebih besar daripada perbedaan antara berlian murni dan ter. Meskipun jiwa pada dasarnya memiliki kesempurnaan ilahi, ia akan menjadi kotor dan ternoda ketika terjerat oleh keinginan terhadap hal-hal duniawi. Sama seperti cairan yang sangat murni yang tercemar saat bercampur dengan lumpur, jiwa juga tercemar saat melekat pada makhluk ciptaan. Dan seperti halnya jelaga yang akan mengotori wajah yang paling indah, demikian pula keinginan yang tidak teratur mencemari jiwa, yang sejatinya adalah gambaran Tuhan yang sangat indah dan sempurna.

Dalam Kitab Ratapan (4:7--8), Nabi Yeremia juga menggambarkan kerusakan yang disebabkan oleh keinginan yang tidak terkendali ini. Orang kudus ini menulis:

Candidiores sunt Nazaraei ejus nive, nitidiores lacte, rubicundiores ebore antiquo, sapphiro pulchriores. Denigrata est super carbones facies eorum, et non sunt cogniti in plateis

Artinya: Rambutnya---yang dimaksud adalah rambut jiwa---lebih unggul dalam keputihan dibandingkan salju, lebih jernih dibandingkan susu, lebih merah dibandingkan gading tua, dan lebih indah dibandingkan batu safir. Namun, wajah mereka kini telah menjadi lebih hitam daripada arang, dan mereka tidak dikenal di jalanan.

Ia pertama-tama berbicara tentang keindahan jiwa, lalu mengungkapkan bagaimana keinginan yang tidak terkendali membuatnya ternoda. Nabi Yeremia menggambarkan rambut jiwa yang seharusnya lebih putih daripada salju, lebih jernih dari susu, lebih merah dari gading tua, dan lebih indah dari safir. Namun, saat jiwa terjerat oleh keinginan duniawi yang tidak terkendali, wajahnya menjadi hitam lebih pekat daripada arang.

Santo Yohanes dari Salib hendak mengatakan bahwa jiwa yang penuh dengan keinginan yang tidak teratur akan kehilangan kemurnian dan keindahannya. Kewaspadaan terhadap keinginan akan ciptaan perlu terus dijaga, meskipun jiwa kita diciptakan dalam keadaan sempurna namun keindahan jiwa harus dijaga dengan menjauhi keinginan yang dapat menodainya. 

Keindahan Jiwa dan Ancaman Hasrat Duniawi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun