Mohon tunggu...
Paulina Aliandu
Paulina Aliandu Mohon Tunggu... Dosen - sebuah jiwa, seorang peziarah

Sebagai pencinta spiritualitas, saya juga tertarik pada sejarah, filsafat dan politik. Berkecimpung dalam bit-bit digital untuk pembelajaran mesin dalam perjalanan panjang mencapai kebijaksanaan digital.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Pendakian Gunung Karmel : Penjelasan Bait Pertama (I-1)

17 Desember 2024   10:39 Diperbarui: 18 Desember 2024   08:54 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendakian

Musafir cinta terkasih, 

Dalam ziarah di padang hidup, rasa haus akan makanan etreal membutuhkan pemuasan. Juan de Yepes y Alvarez atau yang dikenal sebagai Santo Yohanes dari Salib menawarkan menu mistik kontemplatif yang sangat berkualitas, suatu fine dining di tengah kehampaan dan kekeringan gurun hidup. Salah satu karya terbesar dan paling berpengaruh dari St. Yohanes dari Salib, Pendakian Gunung Karmel merupakan mahakarya dalam tradisi mistisisme Kristiani. Sebagai salah satu penyair terkemuka Spanyol, Santo Yohanes dari Salib menggambarkan perjalanan jiwa menuju Gunung Karmel, sebuah simbol pertemuan dengan Tuhan, dan "malam gelap" yang harus dilalui jiwa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam karya ini, Santo Yohanes dari Salib menguraikan berbagai pengalaman mistik yang dialami jiwa saat menuju persatuan dengan Tuhan melalui proses pemurnian malam gelap. Meski tema serupa dilanjutkan dalam buku Malam Gelap Jiwa, yang merupakan sekuel dari buku ini, Pendakian Gunung Karmel menyajikan penjelasan yang mendalam, indah, dan sarat makna tentang spiritualitas Kristiani. 

Tulisan ini adalah langkah pertama dari rangkaian panjang pendakian kita menuju puncak Gunung Karmel bersama karya mistik Juan de Yepes. Karya ini akan terbagi dalam 3 buku, meski sebenarnya sang pujangga tidak menuliskannya dalam bentuk pembagian seperti itu namun dalam memudahkan penerjemahan, karya ini dibagi dalam bentuk bagian-bagian besar yang menggabungkan tulisan terkait dalam satu buku atau bagian besar tersebut. Mari, musafir cinta, kita berjalan bersama melalui labirin kata-kata dan pemikiran yang mengalir dalam buku ini, semoga kita dikuatkan hingga puncak Karmel.

BUKU I -- Hakikat malam gelap dan pentingnya pengalaman ini untuk persatuan dengan Tuhan

Semua bermula dari sebuah prosa indah, stanza jiwa. Di mana jiwa menyanyikan kebahagiaan yang diperolehnya dalam melewati malam gelap iman, dalam keterlepasan dan pemurnian dirinya, menuju persatuan dengan Sang Kekasih.

  1. Pada malam yang gelap,
    Yang dinyalakan dalam cinta dengan kerinduan --- oh, kesempatan yang bahagia! ---
    Aku pergi tanpa terlihat, Rumahku kini dalam keadaan tenang.
  2. Dalam kegelapan dan aman,
    Dengan tangga rahasia, menyamar --- oh, kesempatan yang bahagia! ---
    Dalam kegelapan dan dalam penyamaran, Rumahku kini dalam keadaan tenang.
  3. Pada malam yang bahagia,
    Dengan diam-diam, ketika tak seorang pun melihatku,
    Dan aku tak melihat apa pun, Tanpa cahaya atau petunjuk, kecuali yang menyala di hatiku.
  4. Cahaya ini menuntunku
    Lebih pasti daripada cahaya tengah hari,
    Ke tempat di mana Dia (aku tahu benar siapa!) sedang menantiku --- Sebuah tempat yang tidak ada yang tampak.
  5. Oh, malam yang membimbingku,
    Oh, malam yang lebih indah dari fajar,
    Oh, malam yang menyatukan Kekasih dengan pencinta, Pencinta yang berubah menjadi Kekasih!
  6. Di dadaku yang berbunga,
    Dijaga sepenuhnya hanya untuk dirinya sendiri,
    Di sana Dia tidur, dan aku mengelusnya, Dan hembusan angin dari pohon cedar menciptakan angin.
  7. Angin bertiup dari menara Saat aku menyisir rambutnya;
    Dengan tangan lembutnya, Dia melukai leherku
    Dan membuat semua indraku terhenti.
  8. Aku terdiam, terlena dalam kelupaan;
    Wajahku aku letakkan pada Kekasih.
    Semua berhenti dan aku menyerahkan diriku,
    Meninggalkan segala kekhawatiranku terlupakan di antara bunga lily.

BAB I -- Penjelasan Bait Pertama

Pada malam yang gelap, Dibakar oleh cinta dengan kerinduan --- oh, kesempatan yang bahagia! ---
Aku pergi tanpa terlihat, Rumahku kini dalam keadaan tenang

Dalam bait pertama stanza ini, jiwa mengungkapkan kebahagiaan ketika ia keluar dari segala sesuatu yang bersifat lahiriah dan keinginan duniawi untuk mendekati Tuhan. Perjalanan ini terjadi melalui dua malam penyucian, sesuai dengan dua bagian manusia: bagian rendah (sensual -terkait dengan indra) dan bagian tinggi (spiritual). Malam pertama adalah pemurnian bagian sensual, yang dibahas dalam bait ini, ketika Tuhan mulai membawa para pemula ke dalam keadaan kontemplasi. Malam kedua adalah pemurnian spiritual, yang dialami oleh mereka yang sudah mahir dalam kehidupan rohani, sebagai persiapan untuk persatuan dengan Tuhan. Purgasi spiritual ini lebih mendalam, gelap, dan menakutkan.

Dalam bait ini, jiwa menggambarkan perjalanan spiritual yang penuh dengan kedalaman dan keheningan. Jiwa tersebut, yang dipandu sepenuhnya oleh Tuhan, melangkah keluar karena dorongan cinta yang murni kepada-Nya, tanpa ada tujuan lain selain untuk bersatu dengan Tuhan. Malam gelap yang ia hadapi bukan hanya kegelapan fisik, tetapi juga simbol dari kekosongan dan pemurnian total dari segala keinginan sensual/ yang terkait dengan indra. Keinginan-keinginan terhadap hal-hal duniawi, yang memuaskan daging atau kehendak pribadi, semua dibersihkan dalam proses ini.

Jiwa menggambarkan bagaimana dalam malam gelap itu, ia melepaskan diri dari segala hal yang mengikatnya pada dunia luar dan keinginannya yang tidak murni. "Rumahnya" yang dalam keadaan tenang mengacu pada bagian sensual jiwa yang biasanya penuh dengan keinginan dan ketidakteraturan. Ketika bagian ini tertidur dan istirahat, jiwa bebas untuk keluar menuju tujuan yang lebih tinggi, yaitu persatuan dengan Tuhan. Pemurnian indra dalam proses ini mengarah pada keterlepasan dari segala hasrat dan keinginan duniawi, menciptakan ruang bagi jiwa untuk hadir sepenuhnya dalam cinta ilahi yang membimbingnya. Dalam kedamaian dan ketenangan ini, jiwa mengalami pembebasan sejati, yang hanya dapat dicapai melalui penyucian yang penuh dari segala hal yang bersifat sementara.

Dalam perjalanan spiritualnya, jiwa menyadari bahwa penderitaan yang timbul dari keinginan-keinginan tersembunyi hanya bisa dihentikan dengan mematikan dan membiarkan keinginan-keinginan tersebut tertidur. Sebuah proses yang penuh kedamaian dan kebahagiaan, karena jiwa yang telah bebas dari hasrat-hasrat duniawi dan keinginan-keinginan daging, dapat bergerak maju tanpa ada hambatan. Seperti keluar pada malam hari, jiwa meninggalkan segala hal yang bersifat sementara dan lahiriah, yang melambangkan kekosongan dari semua hal tersebut. Malam ini adalah karya Tuhan yang dilakukan dalam diri jiwa, suatu kebahagiaan yang hanya bisa dicapai dengan bimbingan-Nya, karena jiwa tidak dapat mencapai keadaan ini dengan usaha sendiri. 

Kebahagiaan ini datang ketika jiwa dipimpin masuk ke dalam "malam" ini, sebuah malam yang tidak hanya melambangkan kegelapan, tetapi juga proses penyucian dan pemurnian yang mendalam. Tanpa pertolongan Tuhan, jiwa tidak akan mampu mengosongkan dirinya dari segala keinginan duniawi untuk bisa mencapai persatuan dengan-Nya. Dalam perjalanan ini, Tuhan adalah pemandu yang menuntun jiwa, membawa kebahagiaan yang lebih besar daripada yang bisa dicapai dengan usaha manusia semata.

Dengan demikian, seperti yang dijelaskan dalam bait tersebut, jiwa menemukan kebahagiaan dan kedamaian ketika ia melepaskan diri dari segala hal duniawi dan menerima bimbingan Tuhan dalam perjalanan menuju kesucian dan persatuan ilahi. Selanjutnya, setiap baris dalam bait-bait ini akan diuraikan lebih mendalam, untuk mengungkap makna yang terkandung dalam proses pemurnian jiwa yang terus berlangsung, hingga mencapai tujuan akhir, yakni persatuan dengan Tuhan.

Pada akhirnya, perjalananmu, wahai musafir cinta, adalah sebuah perjalanan yang bukan hanya menuju pencapaian, tetapi juga pembebasan. Setiap langkah yang diambil dalam keheningan membawa kita lebih dekat pada pengertian yang lebih dalam, melepaskan segala yang bersifat sementara agar cinta Tuhan dapat memandu. Seperti jiwa yang menemukan ketenangan dalam kesendirian, begitu pula kamu, dalam pencarian yang tidak tampak, melampaui keinginan-keinginan yang membelenggu.

Di dalam keheningan malam itu, ketika keinginan duniawi mulai tertidur, hanya cahaya Ilahi yang memancar, memberikan kedamaian yang abadi. Dalam kegelapan yang terasa menakutkan, jiwa-jiwa yang berani mencari persatuan dengan Sang Kekasih menemukan tempatnya. Biarkan cinta menjadi cahaya yang membimbing, karena di dalamnya, kita semua dapat menemukan kedamaian yang sejati.

Selamat menempuh perjalananmu, karena setiap malam yang dilalui dalam kesendirian dan ketenangan, membawa kita lebih dekat pada persatuan dengan Yang Maha Cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun