Malaikat bertanya,Apakah aku ingin berjalan diatas mega ?
Dan aku menolaknya.
Karena kakiku masih di bumi
Sampai dhuafa lepas dari keterpurukan
Sampai mustadafin diangkat oleh tuhan.(dibacakan oleh istri Kuntowijyo, Gedung Lengkung 2011)
Suara ibu Kunto, demikian istri kuntowijoyo akrab disapa-menahan sedih membacakan sajak di saat masa-masa akhir kebersamaan bersama Prof. Kuntowijoyo. ia seakan tak kuasa melanjutkan bait sajak yang ditulis oleh suaminya.ada perasaan tertahan, tapi air mata tidak habis berderai. haru nampak nyata dalam diskusi itu, serasa larut dalam sebuah elegi.
Kembali menghadiri diskusi Great Thinker-“Kuntowijyo dan Ilmu Sosial Profetik”.sekolah pasca kali ini. Menghadirkan murid-murid Kuntowijoyo. Murid langsung Kunto, Prof. Bambang Purwanto (Guru Besar FIB UGM) dan murid tidak langsung Prof. Purwo Santoso (Guru Besar Ilmu Politik UGM).
ini seperti diskusi dalam konteks romantik bulanan kali ini di gedung lengkung sekolah pasca dengan tajuk-Great Thinker. pemikir besar setiap bulan dihadirkan. menghadirkan karya-karya pemikir besar Indonesia.
kembali ke Kuntowijoyo. sederhana untuk mengungkapkan untuk dia : Mengagumi. Menjadi pengagum dari novel dan buku-buku yang dia hasilkan, mantra penjinak ular, dilarang mencintai kupu-kupu, khotbah di atas bukit adalah beberapa novel yang telah dihasilkannya, belum termasuk buku-buku ilmiah yang dikarangnya semasa aktif sebagai dosen.
Mengenang dalam konteks romantisme bersama pemikiran Kunto mungkin pas di daras disini. Kuntowijoyo adalah sumber ilham. Membahas pemikirannya berarti membahas pula ilmu atau islam profetik-nya.
Menjelang usia 50 tahun, Kunto mencetuskan ilmu sosial profetik. Seakan tidak punya kata-kata lagi melukiskan sosok yang satu ini, dia bisa disebut sastrawan, ilmuan, sejarawan dan cendikiawan. Seakan menjadi sosok komplet.
Ia selalu hadir dengan ide-idenya. Begitulah inti pemikiran kuntowijoyo. Sejarah sebagai sebuah petualangan. Selalu mengandung resiko. Demikian juga pemikiran yang dicetus Kuntowijoyo, ilmu sosial profetik-Mengandung resiko karena akan berhadapan dengan hegemoni pengetahuan, terutama posititivitik.
Ilmu profetik mencoba menawarkan pendekatan baru, bahwa roh pengetahuan semustinya berlandaskan pada ketauhidan dan kemanusiaan. Inti dari profetik adalah mendaras konsepsi tentang transendensi (ketauhidan), liberasi (pembebasan) dan humanisasi (kemanusiaan). Perjuangan keilmuan sekarang kadang sebatas pada konsep liberasi namun memisahkan konsep transendesi dan humanisasi. Profetik ala Kunto menjembatani tiga aras itu.
Tapi bagemanapun, ilmu profetik sebenarnya memiliki kandungan makna sebagai sebuah alternatif, namun jadi masalah adalah jika ia dibuat semacam metodologi ataupun mahzab, walaupun tidak ada yang tidak mungkin. Namun, diantara hegemoni ilmu-ilmu dari luar, pendekatan profetik masih akan menjadi pertarungan memperebutkan ruang dalam diskursus pengetahuan. Dan ini penting sebagai alternatif baru dalam khazanah pengetahuan di Indonesia.
Sebuah paradigmabaru yang ditawarkan memang tidak akan mudah dari hegemoni mahzab dari luar.tapi setidaknya ada ruang yang direbut disitu. Murid-murid kunto sadar, bahwa ilmu sosial profetik itu rentan (fregile) terhadap hegemoni ilmu-ilmu positivistik.
Mungkin disini, Kuntowijoyo mencoba berkata bahwa ber-ilmu dan ber-agama sama pentingnya.
Jogja, 2011