Menjelang usia 50 tahun, Kunto mencetuskan ilmu sosial profetik. Seakan tidak punya kata-kata lagi melukiskan sosok yang satu ini, dia bisa disebut sastrawan, ilmuan, sejarawan dan cendikiawan. Seakan menjadi sosok komplet.
Ia selalu hadir dengan ide-idenya. Begitulah inti pemikiran kuntowijoyo. Sejarah sebagai sebuah petualangan. Selalu mengandung resiko. Demikian juga pemikiran yang dicetus Kuntowijoyo, ilmu sosial profetik-Mengandung resiko karena akan berhadapan dengan hegemoni pengetahuan, terutama posititivitik.
Ilmu profetik mencoba menawarkan pendekatan baru, bahwa roh pengetahuan semustinya berlandaskan pada ketauhidan dan kemanusiaan. Inti dari profetik adalah mendaras konsepsi tentang transendensi (ketauhidan), liberasi (pembebasan) dan humanisasi (kemanusiaan). Perjuangan keilmuan sekarang kadang sebatas pada konsep liberasi namun memisahkan konsep transendesi dan humanisasi. Profetik ala Kunto menjembatani tiga aras itu.
Tapi bagemanapun, ilmu profetik sebenarnya memiliki kandungan makna sebagai sebuah alternatif, namun jadi masalah adalah jika ia dibuat semacam metodologi ataupun mahzab, walaupun tidak ada yang tidak mungkin. Namun, diantara hegemoni ilmu-ilmu dari luar, pendekatan profetik masih akan menjadi pertarungan memperebutkan ruang dalam diskursus pengetahuan. Dan ini penting sebagai alternatif baru dalam khazanah pengetahuan di Indonesia.
Sebuah paradigmabaru yang ditawarkan memang tidak akan mudah dari hegemoni mahzab dari luar.tapi setidaknya ada ruang yang direbut disitu. Murid-murid kunto sadar, bahwa ilmu sosial profetik itu rentan (fregile) terhadap hegemoni ilmu-ilmu positivistik.
Mungkin disini, Kuntowijoyo mencoba berkata bahwa ber-ilmu dan ber-agama sama pentingnya.
Jogja, 2011