Mohon tunggu...
Patrik Rantetana
Patrik Rantetana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kata tetaplah huruf mati, sampai ia dibaca dan dikhayati

Mahasiswa S2

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membentuk Kebiasaan Membaca pada Anak dengan Teori Operant Condition

11 November 2021   11:09 Diperbarui: 11 November 2021   20:27 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sampai saat ini, kebiasaan  membaca masih sangat diperlukan hampir dalam segala hal. Siswa di sekolah harus membaca banyak materi pelajaran agar dapat lulus dengan baik. Demikian pula para profesional perlu membaca sekedar untuk memahami dokumen kerja atau menambah keahliannya. Namun masalahnya tidak semua orang suka membaca dan butuh waktu yang tidak singkat untuk membangun kebiasaan ini.

Meskipun banyak orang menganggap bahwa membaca tidak lagi sepenting dahulu sebelum banyaknya media visual bermunculan, namun bagaimanapun sampai sekarang membaca tetaplah sarana terbaik untuk menambah pengetahuan, dan pengetahuan itu sendiri adalah prasyarat bagi pemahaman. Oleh karena itu, membaca adalah sebuah aktivitas penting yang harus terus dikembangkan sampai tingkat tertentu (Adler, 1972).

Umumnya hampir semua orang mengetahui manfaat positif dari kebiasaan membaca. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa banyak juga yang  menganggap membaca adalah kegiatan yang sangat membosankan. Oleh karena itu, perlu usaha untuk mencoba berbagai metode yang efektif untuk mengembangkan kebiasaan membaca terutama dimulai dari masa anak-anak. Namun apakah sebuah perilaku yang awalnya sulit akhirnya dapat dibentuk menjadi sebuah pola atau kebiasaan menyenangkan yang baru?

Salah satu metode yang sering dipakai dalam metode pembelajaran terutama yang berkaitan dengan perilaku adalah operant conditioning. Teori ini sering juga disebut instrumental conditioning atau teori skinner karena teori ini banyak dikembangkan oleh B.F Skinner.

Menurut Encyclopedia of Psychotherapy (Vol 1, 2002),  operant conditioning adalah suatu jenis pembelajaran dimana perilaku dipengaruhi terutama oleh konsekuensi yang mengikutinya. Probabilitas perilaku operan ditentukan berdasarkan konsekuensi yang mereka hasilkan. 

Dalam pengertian yang lebih sederhana, konsekuensi dari suatu perilaku yang dilakukan menentukan apakah perilaku tersebut akan diulangi lagi atau justru dihentikan. Suatu perilaku yang menghasilkan konsekuensi menyenangkan cenderung akan diulangi terus-menerus. Sebaliknya jika suatu perilaku mendapatkan konsekuensi yang tidak menyenangkan, pada umumnya akan dikurangi atau dihentikan. Di dalam teori operant conditioning, konsekuensi yang menyenangkan disebut sebagai reinforcement sedangkan pemberian hukuman dikenal sebagai punishment. Reinforcement akan dikondisikan untuk mendorong suatu perilaku agar terus-menerus diulang bahkan dikembangkan, sedangkan punishment akan melemahkan dorongan untuk melakukan perilaku tersebut.

Ide teori ini sebenarnya sudah pernah dikemukakan oleh penemuan-penemuan sebelumnya, namun takhirnya menjadi populer berawal pada tahun 1948,  ketika Skinner mempelajari operant conditioning dengan menempatkan seekor tikus yang sudah terkondisikan lapar dalam sebuah kotak "Skinner box".

Kotak tersebut dirancang dengan berbagai fitur untuk melatih perilaku tikus. Di dalam kotak tersebut terdapat sebuah tuas yang jika ditekan akan menghasilkan makanan. Tentu saja awalnya tikus tidak mengerti fungsi tuas tersebut. Tikus yang lapar hanya secara acak bergerak dalam kotak, hingga suatu kali tikus tersebut secara kebetulan menekan tuas dan keluarlah makanan. Setelah beberapa kali perulangan, tikus makin terkondisikan bahwa dengan menekan tuas akan ada makanan. Dalam hal ini, menekan tuas dapat disebut sebagai 'perilaku' sedangkan pemberian makanan disebut sebagai reward atau lebih tepatnya disebut positive reinforcement.

Dalam percobaan yang lain, tikus diberi stimulus berupa sengatan listrik. Awalnya tikus bergerak secara acak, namun ketika tidak sengaja menekan tuas, sengatan listrik akan segera berhenti. Dengan pola perulangan, tikus terlatih untuk menekan tuas setiap kali diberikan sengatan listrik. Mekanisme ini disebut sebagai negative reinforcement. Namun negative reinforcement berbeda dengan punishment. Negative reinforcement adalah menghilangkan sesuatu yang tidak disukai dengan tujuan untuk mendorong perilaku tersebut dilakukan terus-menerus. Sedangkan positive punishment adalah pemberian atau penambahan konsekuensi yang tidak menyenangkan agar perilaku tidak diulangi lagi. Dalam penelitian skinner box, mekanisme ini dilakukan dengan memberi kondisi jika tikus menekan tuas, sengatan listrik akan diberikan. 

Melalui penelitian ini secara sederhana dapat dikatakan bahwa perilaku dapat dikontrol dengan memanipulasi lingkungan. Jika perilaku tersebut adalah sesuatu yang ingin dikembangkan maka perlu diberi reinforcement baik secara positif maupun negatif. Sedangkan jika perilaku tersebut ingin dikurangi atau dihentikan maka perlu diberi punishment baik secara positif maupun negatif. Perlu diperhatikan bahwa istilah positif atau negatif tidak mengacu kepada suatu moralitas namun diasosiasikan dengan penambahan ataupun pengurangan hal-hal yang disenangi atau tidak disenangi tergantung pada tujuannya apakah sebagai reinforcement atau punishment. 

Lalu bagaimana teori ini dapat diaplikasikan pada perilaku atau kebiasaan membaca buku pada anak? 

Sebuah penelitian pernah dilakukan di Dallas oleh Fryer terkait bagaimana pemberian penghargaan telah efektif mendorong anak untuk semakin rajin membaca buku. Dalam penelitian tersebut, para siswa diberi tantangan untuk membaca buku dan setelah selesai pembacaan mereka akan dihadapkan pada Accelerated Reader (AR) computer-based, yaitu kuis yang menampilkan pertanyaan-pertanyan berdasarkan buku yang baru saja dibaca. Jika siswa dapat menjawab kuis dengan nilai minimal 80 persen atau lebih, maka siswa berhak mendapatkan $2. Penelitian itu menunjukkan hasil yang signifikan terhadap motivasi siswa untuk lebih banyak membaca dan pada akhirnya menambah pengetahuannya. 

Penelitian ini memperlihatkan bagaimana teori operant conditioning dapat diberlakukan untuk membangun suatu kebiasaan yang diinginkan. Pemberian reward sebesar $2 kepada anak-anak yang membaca buku dan dibuktikan melalui hasil kuis yang baik, berfungsi sebagai positive reinforcement. Setiap kali diberi $2, siswa akan merasa senang dan pada gilirannya akan kembali melakukan perilaku yang sama, dalam hal ini membaca buku lain.

Aplikasi ini tentu dapat dikembangkan menjadi tipe pengkondisian yang lain. Dalam penelitian Fryer penerapan teori yang digunakan adalah positive reinforcement: setiap berhasil membaca satu buku diberikan $2. Sedangkan jika ingin menggunakan negative reinforcement maka contoh aplikasi yang dapat diterapkan misalnya setiap kali berhasil membaca satu buku maka pekerjaan rumah yang menjadi hal-hal yang cenderung tidak disukai oleh siswa, dapat dikurangi. 

Tipe penerapan operant conditioning yang lain dapat juga dilakukan secara berkelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Jacobs (1970) terhadap berbagai grup siswa  yang terdiri dari 20-30 siswa, pertama-tama mengkonfirmasi adanya manfaat dari operant teknik dalam meningkatkan kemampuan membaca para siswa secara individu. Hal yang kedua menunjukkan bahwa pemberian reward sebagai positive reinforcement secara berkelompok dapat lebih signifikan meningkatkan hasrat para siswa dalam hal kebiasaan membaca buku, dibanding jika diterapkan secara individual. Dengan penelitian ini, alternatif untuk memberikan penghargaan secara berkelompok dapat menjadi salah satu alternatif untuk mendorong minat baca pada anak.

Dalam penerapan teori operant condition, Skinner juga menambahkan pendekatan yang disebut shaping. Shaping adalah pengkondisian yang diberikan secara bertahap ketimbang memberikan pencapaian yang sekaligus. Dalam hal perilaku membaca, shaping berarti menerapkan operant conditioning mulai dari bacaan yang lebih ringan dan sesuai dengan minat anak. Setiap kali anak dapat menguasai dan menjadikan perilaku itu sebagai kebiasaan, anak harus diberi reinforcement. Setelah itu mereka diperkenalkan lagi pada tantangan yang lebih lanjut. Hal ini memang memerlukan waktu yang lama, tetapi terbukti dalam membentuk kebiasaan anak dalam membaca lewat penghargaan atas peningkatan yang ditunjukkan.

Shaping sangat perlu dilakukan karena agar proses reinforcement dapat berjalan, subjek harus terlebih dahulu menunjukkan perilaku. Jika perilaku yang diharapkan terlalu besar, maka proses reinforcement tidak dapat diterapkan. Misalnya dengan memberi bacaan yang terlalu berat bagi anak seusianya, si anak kemungkinan besar tidak akan melakukan hal tersebut sehingga proses reinforcement tidak dapat dilakukan. Namun jika dimulai dari bacaan yang sangat ringan, menarik, bergambar, tidak terlalu banyak teks, dan sebagainya, si anak akan lebih tertarik untuk melakukan perilaku itu untuk pertama kalinya. Setelah berhasil melakukannya dengan baik, saat itulah proses reinforcement dapat diterapkan dengan harapan setelahnya si anak akan mengulangi perilaku yang sama. Ingat, proses ini harus bertahap!

Membaca adalah kebiasaan yang sangat penting dan perlu ditanamkan pada anak sejak dini. Oleh karena itu para pengajar atau orang tua perlu memikirkan metode yang tepat agar kebiasaan itu terpola dari awal. Salah satu teknik yang terbukti efektif dalam membangun kebiasaan membaca adalah menggunakan teori operant conditioning terutama dengan pemberian reinforcement baik secara positif maupun negatif.

Referensi:

  1. Encyclopedia of Psychotherapy VOLUME 1. Copyright 2002, Elsevier Science (USA).

  2. Jonas Ramnero, & Niklas Trneke. (2008). The ABCs of Human Behavior: Behavioral Principles for the Practicing Clinician. Context Press.

  1.  Fryer, Roland G. (2010). Financial Incentives and Student Achievement: Evidence from Randomized Trials Jr NBER Working Paper No. 15898 April 2010 JEL No. I20,J15

  1. Adler, Mortimer J. & Doren, Charles van, (1972). How to read a book: The Classical Guide to Intelligent Reading. Simon & Schuster

  2. Jacobs, John F. A Comparison of Group and Individual Reward in Teaching Reading to Slow Learners, 1970. Bureau of Research BR-9-0257 44p

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun