Menurut Opa Franky Samola (82), warga Kota Tondano, Ibu Kota Kabupaten Minahasa, cap tikus akhirnya 'bermitra' dengan menu makanan daging kucing. "Bukan makanan tradisional Minahasa. Hanya segelintir saja  yang makan kucing. Itu pun lebih banyak di kalangan warga tertentu yang hobi minum," ujarnya.
      Terbukti, daging kucing jarang dijual di los daging ekstrim Pasar Beriman, Kota Tomohon. Di pasar yang dianggap sebagai 'pasar ekstrim Indonesia ini, rutin dijajakan daging ular, anjing, kelelawar, atau babi. Pembeli dipersilakan pula memilih mamalia yang masih hidup. Anjing yang masih hidup misalnya, dikurung dalam sangkar besi supaya bisa dipilih-pilih  sebelum dibeli.
      Adapun dari aspek kesehatan, daging kucing sangat tidak direkomendasi untuk dikonsumsi  manusia. Fakta ini terungkap berdasarkan hasil penelitian Raymond Craza dari Temple University, Jepang. Dilansir Detik Health (Jumat, 2 Agustus 2019), di sejunlah negara seperti Madagaskar, masyarakatnya  masih mengonsumsi daging kucing.
      Daging ini  dianggap memberikan sumplementasi protein yang baik untuk tubuh dan bisa menyembuhkan penyakit. Padahal,  kucing adalah tuan rumah yang sempurna untuk penyakit parasit, seperti Lyme atau demam tinggi sehingga sangat berbahaya bagi wanita hamil dan bayi.
      "Kucing adalah inang primer parasit yang menyebabkan toksoplasmosis yang akan memberikan ancaman kelainan bentuk serius pada bayi," tulis Raymond dalam penelitiannya yang berjudul Consumption of Domestic Cat in Madagascar: Frequency, Purpose, and Health Implications, dikutip dari Science Daily.
      Daging kucing juga mengancam penularan infeksi bakteri, seperti Clostridium botulinum. Dengan adanya informasi tersebut, peneliti mendesak untuk melakukan studi pada konsumsi anjing, karena banyak orang yang juga mengonsumsi dagingnya.
      Yang pasti, bahaya atau tidak untuk kesehatan, daging kucing di sejumlah kalangan di Sulut, dipercaya bisa menyembuhkan penyakir asma. Maka tak heran jika di Manado misalnya, jarang terlihat kucing yang berkeliaran, apalagi nekat 'mejeng, jogging', atau 'je es-es' alias  'jalan sore-sore'. Masalahnya, di sini cenderung tak ada 'hak asazi kucing' apalagi 'komnas kucing' segala!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H