Â
SEBELUM tahun 2006, Pantai Labombo -yang kini menjadi salah satu objek wisata pantai andalan Provinsi Sulawesi Selatan- identik sebagai kawasan berhantu. Berada di pesisir Kelurahan Salekoe, Kecamatan Wara Timur, Kota Palopo, banyak warga sekitar yang kala itu mengaku kerap melihat penampakan mahluk halus.
Sosok-sosok yang bikin merinding ini, didominasi oleh wujud kuda putih yang berlarian di sepanjang pantai.  Terkadang hanya suara yang terdengar. Tak heran jika  nelayan pun sering ketakutan, bahkan... bisa terpipis-pipis, alias terkencing-kencing. Bahkan, sejumlah warga yang 'nekat' mandi di pesisir Pantai Labombo, mendadak meracau saat tiba di rumah. Mata mereka mendelik, tak terlihat bola matanya. Ada warga yang malah mulutnya sampai berbusa karena diyakini kerasukan mahluk halus.
"Lebih banyak cerita yang seram-seram sebelum kawasan ini akhirnya menjadi suatu objek wisata yang saya kelola secara profesional sebagai pihak swasta," kenang Max Tarukallo, pengelola Objek Wisata Pantai Labombo ketika ditemui di objek wisata tersebut belum lama berselang.
Diklaim angker, memang masuk akal. Untuk ke pantai itu saja, harus melewati jalan rusak yang membelah hutan bakau. Sebelum mulai dikelola secara profesional oleh Max pada 2010, jalan ke kawasan tersebut lebih banyak dilewati oleh para nelayan.
Rumah warga  masih jarang. Letaknya terpencil dari pusat Kota Palopo, dan tidak ada penerangan lampu jalan. "Pokoknya,  keseramannya tidak kalah dengan film-film horor China. Ada suara 'huuu' segala, jika muncul sosok seperti manusia berkain putih," tambah Max.
Toh tak ada yang mustahil bagi Max ketika akhirnya memperoleh rekomendasi dari Pemkot Palopo untuk mengelola pesisir sepanjang 14 ribu meter  lebih tersebut. "Saya yakin lokasi ini bisa bagus, walaupun banyak yang sinis karena menganggap saya gila, membangun kawasan wisata di tempat berhantu," tegas Max yang sempat berlaga di Pilkada Palopo ini.
Max memang punya naluri bisnis pariwisata yang 'mumpuni'. Sedaknya, ini karena Max pernah belasan tahun bekerja di hotel-hotel bebrintang dalam jaringan bisnis Sahid Group. Lepas dari konglomerasi perhotelan nasional ini, Max sukses mengelola kawasan wisata Hotel Agro Wisata, milik Pemkot Palopo.
Lelaki asli Toraja ini akhirnya memilih berdikari. Â Dan dengan modal sendiri 'plus' kredit perbankan, Max akhirnya mulai membangun Objek Wisata Pantai Labombo pada medio 2000-an. Pada 2006,objek wisata ini mulai beroperasi. Kawasan pesisir tersebut berangsur-angsur ditatanya, tanpa mengurangi eksotisme sebagai pantai hutan bakau. Hingga akhirnya, di Objek Wisata Pantai Labombo berdiri sejumlah bungalow, wahana air, restoran, aula pertemuan, selain aneka patung hewan, yang semakin menambah daya tarik kawasan itu.
Di sekitar objek wisata yang bangunannya didominasi oleh bambu ini,semakin hidup seiiring dengan bermunculannya sejumlah bangunan kafe dan diskotek. Â Beberapa hotel kelas melati juga melengkapi daya tarik kawasan itu. Apalagi ketika pada medio 2000-an, jalan menuju kawasan objek wisata ini diaspal oleh Pemkot Palopo.
Hanya saja, memasuki periode kedua pemerintahan Wali Kota Palopo, H Judas Amir (2019-2024), tempat-tempat hiburan permanen ini dilarang beroperasi. Alasannya, hanya menebar kemaksiatan. Akibat larangan dari kepala daerah yang wajahnya  mirip mantan Wapres Jusuf Kalla ini, jalan poros menjadi sunyi. Hotel-hotel di kawasan ini pun beragsur-angsur tutup. Pada 2019, tak ada lagi hotel yang beroperasi. Selama  itu, hotel-hotel tersebut panen dari tamu-tamu yang 'menginap' usai besantai dari kafe dan diskotek di sepanjang jalan poros itu.
Kendati begitu, Objek Wisata Pantai Labombo tak terpengaruh dengan tutupnya semua tempat hiburan dan hotel tersebut. Sebagian besar tamu objek wisataini, Â berasal dari kawasan Luwu Raya selain dari 'wilayah bawah', yakni Makassar dan sekitarnya.
Luwu Raya sendiri merupakan sebutan untuk bekas Kedatuan atau Kerajaan  Luwu. Wilayahnya meliputi Kota Palopo, serta lima kabupaten, yakni Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Toraja, dan Toraja Utara. Pada masa lalu, Kedatuan Luwu merupakan kerajaan yang wilayahnya paling luas dibandingkan kerajaan-kerajaan besar lainnya di Sulsel, yakni Gowa, Bone,  dan Makassar. Wilayah Kerajaan Luwu  bahkan meluas hingga setengah Provinsi Sulawesi Tengah.
Warga Bisa Berjualan
Guna menambah daya tarik, Max mempersilakan warga Palopo untuk berjualan aneka kuliner dan minuman ringan. Ke depan, Max berencana membangun teater, pusat kerajian tradisional Luwu, dan pusat informasi wisata Luwu Raya di situ. "Ada juga informasi tentang Toraja, sehingga wawasan turis akan lebih terbuka sebelum tiba di Toraja," jelas Max.
Kawasan itu juga menjadi lokasi 'talkshow' yang membahas berbagai isu dengan melibatkan pejabat setempat dan kalangan wartawan. Ratona Tv, stasiun televisi milik Pemkot Palopo, sering pula meminjam beberapa lokasi di situ sebagai studio alam untuk syuting beberapa programnya.
Menurut Nisma Ayu, produser Ratona Tv, objek wisata tersebut menjadi pilihan karena memang panoramanya yang indah. "Buat 'taping' presenter infotain atau 'talkshow', cocok. Semua lokasi di sini bagus," katanya.
Pengakuan yang sama disampaikan oleh Naswandi, Pemred Jurnal Palopo Online dari jaringan koran Pikiran Rakyat Bandung. "Saya pribadi salut dengan Pak Max. Boleh dikata, Beliau berjuang  sendirian, sehingga tempat ini menjadi kebanggaan Palopo, bahkan Luwu Raya. Jadi, Pemkot Palopo sebaiknya lebih peduli lagi dengan usaha Pak Max. Jangan biarkan Beliau berjuang sendirian seperti yang terjadi selama ini," katanya saat bersantai di kawasan itu bersama rekannya, Amran Amir, Koresponden Kompas Tv Luwu Raya.
Adapun menu makanan di restoran yang dikelola oleh Max bersama keluarga besarnya itu, didominasi oleh kuliner khas Luwu. Di antaranya, kapurung. Ini adalah 'nasi'-nya orang Luwu, berupa gumpalan-gumpalan sagu yang sudah masak mengental dan berkuah dengan aneka sayur, ikan atau daging. Kapurung mirip dengan popeda di Maluku dan Papua. Â
Pantai Labombo sudah menjadi aikon wisata pantai andalan Pemkot Palopo karena  kerap disinggahi oleh tamu-tamu negara, serta gubernur atau pejabat provinsi dari Makassar. Selain itu, turis dari kapal-kapal pesiar asing yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Ringgit, Palopo, rutin berwisata ke situ. Kapal-kapal ini berlabuh di Pelabuhan Tanjung Ringgit sebelum melanjutkan perjalanan menuju Toraja. Perjalanan darat ke Toraja dari Palopo, jaraknya sekitar 25 kilometer dengan melewati jalan-jalan yang curam melipir pegunungan.
Hanya saja, hingga awal  2020, jalan poros menuju Objek Wisata Labombo, minim dipasangi penerangan. Aspal jalan pun rusak menggelupas. Pemerintah setempat selayaknya membantu membangun infrastruktur menuju kawasan tersebut. Artinya, tidak membiarkan Max berjuang sendiri. Pasalnya, Labombo sudah menjadi aikon wisata pantai andalan sekaligus kebanggaan pemkot setempat.(***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H