Mohon tunggu...
Patricia RegitaSari
Patricia RegitaSari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Katholik Musi Charitas

Saya seorang mahasiswa yang mengambil studi S1 Psikologi, dengan ketertarikan tambahan pada isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Bola

LGBT Dalam Gemerlap Sepak Bola Jerman

19 Desember 2022   11:10 Diperbarui: 20 Desember 2022   10:59 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warna Pelangi sering kali muncul dalam olahraga sepak bola di beberapa tahun belakangan ini, mulai dari pemain, klub hingga dalam pergelaran besar di benua Eropa. Warna Pelangi itu tentu menjadi simbol bendera dalam kampanye kesetaraan gender LGBT.

Negara yang terus melakukan kampanye LGBT ini adalah Inggris. Hal ini ditandai dalam kompetisi sepakbola domestik mereka, yaitu Premier League yang seringkali melakukan kampanye tersebut. Dengan berbagai cara yang dilakukan, seperti klub yang menggunakan ban kapten Pelangi, kampanye media sosial, hingga peletakkan bendera pelangi di pojok lapangan. Atau bahkan di event Euro 2020 lalu, banyak sekali pemain dan tim nasional yang memilih untuk turut menyuarakan hal tersebut dengan penggunaan pita pelangi di lengan mereka.

Atau yang baru-baru ini terjadi pada Fifa World Cup 2022, yang dimana Qatar sebagai tuan rumah melarang adanya hal-hal yang berkaitan dengan LGBT. Hal ini dikarenakan Qatar merupakan negara yang cukup kental dengan muslim. Namun, di awal dimulainya World Cup tersebut, masih terdapat beberapa negara yang melarang peraturan tersebut dan salah satunya adalah Jerman. 

Di pertandingan pertama nya Jerman masih tetap menggunakan ban kapten pelangi, dan bahkan saat sesi foto mereka melakukan pose "Tutup Mulut" yang terkesan sebagai aksi protes terhadap tuan rumah yang melarang kampanye LGBT.

Dan bukan sekali ini saja, pada Euro 2020 hal yang sama dilakukan oleh Jerman yang menganggap simbol pelangi itu sebagai tanda keberagaman. 

Namun, hal itu di anggap oleh UEFA sebagai simbol politik dan tedapat penyelidikan lebih lanjut untuk hal tersebut. Perlu di akui pula, dalam beberapa tahun terakhir sepakbola Jerman sedang gencar untuk mengkampanyekan hal ini. Seperti yang dilakukan oleh Queer yang merupakan kelompok LGBT yang terus mendorong pengakuan homophobia di dunia.

Keterlibatan Institusi Besar

Jerman, dibawah federasi nya yaitu DFB telah membangun kerjasama dengan kelompok Lesbian serta Gay sejak 2021. Hal itu bertujuan untuk membangun kampanye yang meluas untuk mendapat pengakuan kelompok tersebut di saat sela pertandingan. 

Mereka memandang bahwa upaya yang mereka lakukan saat ini menjadi ruang penting untuk kelompok minoritas seksual tersebut, di tambah adanya dukungan dari pihak luar, seperti DFB dan Timnas Jerman semakin mempermudah upaya mereka.

Ditambah lagi dengan upaya mereka tersebut tidak ada larangan yang tegas dari asosiasi sepakbola di dunia, baik Fifa atau pun UEFA. Jelas karena negara eropa cenderung menganut sistem liberal yang cukup memberikan kebebasan bagi masyarakat sipil mereka

Pro Kontra Publik

Terdapat beberapa negara yang memang melegalkan untuk kampanye LGBT, salah duanya yaitu Jerman dan Inggris. Dengan basis yang cukup besar tersebut, ada keinginan dari kelompok hingga masing-masing individu untuk menyebarkan pemahaman serta mengkampanye kan hal tersebut. Kampanye yang dilakukan mereka cenderung menekan pada kebebasan, hak memilih, hingga kesetaraan minoritas dalam hal seksual.

Namun, langkah yang mereka lakukan tersebut dapat disebutkan tanpa pertimbangan. Sistem liberal yang dianut membuat mereka yakin bahwa seharusnya dunia turut mengakui keberadaan mereka. Bahkan, yang menjadi masalah adalah ketika mereka masih memaksakan hal tersebut di suatu negara yang memiliki kultur keagamaan dan budaya yang kental. Tentu akan terdapat penolakan dari masyarakat negara tersebut. 

Seperti hal nya yang terjadi di Qatar turut menarik perhatian seluruh dunia, salah satunya Indonesia. Masyarakat Indonesia yang berada di negara beragama tentu sangat kontra akan hal ini, banyak yang menyikapi hal ini sebagai tindakan negatif dari beberapa negara barat yang tetap memaksakan kampanye LGBT mereka di Qatar.

Cara menyikapi

Kebanyakan masyarakat menganggap dengan menghina, menjauhi hingga mengucilkan kelompok LGBT akan membuat kondisi lebih baik. Namun sebagai manusia secara tidak langsung kita tidak sadar bahwa hal tersebut dapat membuat mereka lebih strees, hingga depresi. Dan hal tersebut malah dapat membuat kasus LGBT semakin meluas.

Melihat fakta yang ada, kelompok LGBT semakin berani unutuk melakukan sosialisasi, kampanye dan promosi diri mengenai nilai seksual yang mereka pilih. Yang biasanya melalui olahraga, industri musik hingga film dengan harapan publik memahami dan menerima hal tersebut. Hal it uterus terjadi karena media menjadi tempat yang strategis untuk mencakup segala kasta sosial.

Sehingga, sejauh ini yang dapat dilakukan untuk menyikapi hal tersebut adalah menjadi pendengar yang baik, ditambah pemberian informasi yang tepat serta membimbing sesuai dengan normal yang ada. Dan tentunya dari diri sendiri kita perlu untuk berperilaku yang tepat, dapat beradaptasi dengan kondisi yang ada, menjaga diri, dan ingat akan norma yang harusnya dijalani. Hal tersebut sangat lah penting agar dapat menjadi penopang perilaku kita apabila berada di sekitar kelompok tersebut atau pun berinteraksi secara langsung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun