Mohon tunggu...
Patricia Daniela
Patricia Daniela Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Seorang guru SD kelas 6

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Zone of Proximal Development

29 September 2021   14:57 Diperbarui: 29 September 2021   15:02 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lev Vygotsky berasal dari Rusia dan lahir di tahun 1896. Vygotsky merupakan seorang psikolog yang akhirnya mengembangkan suatu pemikiran dan menemukan bahwa seorang anak akan berkembang secara optimal jika mendapatkan bantuan dan arahan pada saat berinteraksi dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Sebelum anak dapat melakukan sesuatu secara mandiri, anak-anak perlu lebih dahulu belajar berkolaborasi dengan orang lain. Anak belajar melalui kolaborasi dengan melibatkan diri dalam interaksi melalui penggunaan bahasa dan kemampuan meniru.

Pemikiran tersebut akhirnya dikenal dengan teori Zone of Proximal Development (ZPD). Vygotsky menekankan bahwa setiap anak akan memiliki ZPD yang berbeda-beda dan memerlukan dukungan dari lingkungannya seperti guru, orangtua, maupun teman sebayanya dalam mendorong anak masuk ke dalam ZPDnya masing-masing. Menurut Vygotsky (1978), ZPD adalah ;

"[T]he distance between the actual developmental level (of the learner) as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem-solving under adult guidance, or in collaboration with more capable peers" (Vygotsky, 1978, p. 86).

Artinya, ZPD sendiri perbedaan antara tingkat perkembangan aktual pelajar yang ditentukan oleh pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial pelajar yang ditentukan oleh pemecahan masalah di bawah pengawasan orang dewasa atau dalam kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih mampu. Secara sederhana, ZPD merupakan teori yang melihat bahwa seorang anak dapat diajak keluar dari zona awalnya yang sudah menjadi "zona nyaman" anak tersebut dan diproses sehingga dapat masuk ke dalam zona "pengetahuan yang baru".

ZPD sendiri dapat dibagi ke dalam 3 tahapan. Tahapan pertama adalah tahapan tugas yang dapat diselesaikan secara mandiri oleh siswa tanpa bantuan dari "the more knowledgeable other" atau dikenal dengan istilah orang ahli (guru, orangtua, teman sebaya, dan lainnya). Pada tahapan pertama ini, siswa berada pada "zona nyaman"nya sendiri sehingga permasalahan yang dihadapi merupakan permasalahan biasa yang sudah dapat diselesaikan.

Dalam tahapan ini, siswa bisa saja mengalami kebosanan dan kejenuhan karena permasalahan yang ada merupakan permasalahan yang standart dan mudah bagi mereka. Tahapan kedua merupakan tahapan tugas yang dapat diselesaikan siswa dengan bantuan orang ahli. Kategori ini terdiri dari tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh seseorang secara mandiri tetapi dapat diselesaikan dengan bantuan orang lain.

Tahapan ini umumnya dikenal sebagai ZPD dari siswa tersebut. Tahapan ketiga, di mana tugas yang ada tidak dapat diselesaikan siswa tanpa bantuan. Kategori terakhir terdiri dari aktivitas yang terlalu berat untuk dilakukan bahkan dengan bantuan orang lain (the more knowledgeable other).  Tahapan ini merupakan tingkatan kompetensi siswa dan berada di luar lingkup ZPD siswa.

Di dalam kelas guru perlu menyadari dan mengetahui ZPD yang dimiliki oleh setiap siswa. Guru dapat merancang strategi pembelajaran yang dapat menarik dan mendorong siswa untuk dapat berkembang secara optimal apabila ZPD siswa diketahui dengan baik oleh guru. Untuk mengetahui ZPD siswa, guru dapat bekerja sama dengan orangtua dan dapat melakukan observasi mengenai gaya belajar yang dimiliki oleh siswa. Guru juga dapat melakukan test-test untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki oleh anak sebelumnya.

Mengetahui ZPD siswa tidak hanya berpaku dan berfokus pada kemampuan akademis siswa tersebut, namun dapat melihat dalam berbagai aspek. Informasi-informasi tersebut berguna bagi guru, sehingga guru dapat mempertimbangkan apa yang mungkin dipelajari siswa dan bagaimana mempelajari hal tersebut dikemudian hari.

 Guru dapat mengembangkan ZPD siswa dengan cara guru dapat mendorong siswa masuk ke dalam langkah-langkah yang tepat untuk mempelajari suatu konsep materi, dan bagaimana konsep tersebut akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Guru perlu jeli melihat hubungan antara pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa dari hal-hal yang sudah dipelajari dengan konsep baru yang akan dipelajari. Dalam pengembangan ZPD siswa, tidak terfokus dan terbatas hanya dibimbing oleh guru. Siswa juga dapat mengembangkan pemikirannya dengan berkolaborasi dengan teman-temannya melalui diskusi kelompok, think pair share, dan lainnya.

Selain itu juga, guru dapat menggunakan prinsip scaffolding dalam mengembangkan ZPD siswa. Saat menggunakan Scaffolding, guru dapat memberikan instruksi kepada murid secara bertahap berdasarkan aktivitas yang sudah dapat dilakukan oleh seorang siswa secara mandiri. Perlu diperhatikan bahwa, instruksi tersebut harus mendorong dan membantu siswa dalam menyelesaikan setiap langkah instruksi hingga dapat menghasilkan keterampilan baru yang dilakukan siswa secara mandiri.

Penggunaan ZPD ini memang membutuhkan waktu yang panjang, karena guru perlu mengindentifikasi zona awal yang dimiliki oleh masing-masing siswa, mengidentifikasi ZPD masing-masing anak. Identifikasi tersebut juga perlu dilakukan dan dianalisis dengan matang oleh guru. Guru tidak bisa menyimpulkan secara general akan kondisi dan kemampuan siswa, namun melihat ke dalam pribadi masing-masing siswa di dalam kelas. Sehingga, dalam kenyataannya hal ini menjadi sulit dilakukan oleh guru. Apalagi jika guru tersebut memiliki jumlah siswa yang cukup banyak dalam satu kelas dengan karakteristik anak yang berbeda-beda.

Selain itu, apabila guru tidak jeli dalam menganalisis ZPD siswa, maka bisa saja strategi yang dirancang oleh guru berada pada tingkatan yang masih terlalu sulit bagi siswa yang mengakibatkan kondisi tersebut tidak menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar. Namun bisa juga sebaliknya, jika standart yang diberikan guru terlalu mudah. Hal ini menyebabkan siswa tidak merasa tertantang dan termotivasi sehingga proses belajar juga tidak menjadi efektif. Hal lainnya yang dapat menjadi tantangan, apabila guru beranggapan bahwa guru sajalah yang dapat menjadi "the more knowledgeable other".

Jika guru memiliki paradigma tersebut, akan sangat terbatas sekali bagi guru untuk mendorong siswa keluar dari zona aktual mereka dan berkembang hingga ke zona potensial secara optimal. Hal ini dikarenakan, tidak semua hal dikuasai secara optimal oleh guru dan tepat bagi siswa yang diajarkan.

Kesimpulannya, mengetahui dan memahami dengan jelas ZPD siswa-siswi di dalam kelas menjadi suatu keutungan yang besar bagi guru dan bagi siswa/wi. Jika dirancangkan dengan tepat, maka pendekatan ini akan sangat membantu mendorong dan memotivasi siswa untuk bergerak dari "zona nyaman" mereka dan masuk ke dalam "zona potensial" yang mereka miliki. Perlu diingat, jika siswa terlalu banyak mengalami keadaan "frustasi" akan permasalahan yang tidak dapat mereka pecahkan, hal ini dapat membuat siswa memandang diri mereka sendiri sebagai tidak mampu yang akan mengakibatkan perilaku-perilaku yang mematikan motivasi siswa untuk belajar. Sehingga, sangat penting sekali bagi guru untuk dapat mengidentifikasi batas ZPD siswa secara tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun