Mohon tunggu...
Simon Morin
Simon Morin Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi Indonesia dari Papua

Mantan Anggota DPR-RI (1992 - 2009) Mantan Anggota DPRD Province Irian Jaya (1982 - 1992) Mantan Pegawai negeri sipil daerah Irian jaya (1974 - 2004)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kenapa Insiden Mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya Picu Rusuh di Papua?

24 Agustus 2019   18:58 Diperbarui: 24 Agustus 2019   19:06 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Situasi Papua sekarang ini mirip dengan apa yang dilukiskan oleh DR. Jan Van Baal (pejabat pemerintah kolonial di Semarang sebelum Perang Dunia II yang kemudian menjadi gubernur pertama di Nederlands Nieuw Guinea -Tanah Papua sekarang sesudah PD II) tentang keadaan di pulau Jawa sebelum perang. 

Dalam bukunya "Mensen in Verandering" ia melukiskan dengan baik perasaan orang Jawa ketika Belanda membangun pulau Jawa sesuai dengan selera dan kepentingan orang Belanda sehingga membuat orang Jawa tersisih dan terasing di negerinya sendiri, penulis kutip ..................."Java dat wij gebouwd hadden, met zijn wegen, zijn fabrieken, zijn grote irrigatieleidingen, zijn spoorwegen, zijn huizen, zijn alles wat Java maakte. 

Ons Java, zeiden wij, want wij voelden er ons thuis ............. Het is wel duidelijk, waar de pijn ligt. Wij hadden ons geidentificeerd met het land, waarvan wij het aangezicht veranderden. Ons land. Men kan niet ergens thuis zijn en dat thuis veraderen zonder de ander, die er eigenlijk thuis hoort, te alieneren. 

Ons thuis zijn maakte the Javaan, vreemdeling in eigen huis, een verbouwd huis bovendien. ...... Een regime, dat het land grondig veranderde en welks invloed tot in de verste uithoeken merkbaar was in verandering van levensgewonten en vooral van levensmogelijkheden was onvedraaglijk. -- 

(Jawa yang telah kita bangun, dengan jalan-jalannya, pabrik-pabriknya, saluran irigasinya, jaringan kereta apinya, rumah-rumahnya, semua kemajuan yang telah dicapai Jawa. Jawa kita, kata kita (orang Belanda) karena kita merasa seperti di rumah kita sendiri ........... Jadi jelaslah di mana letak rasa sakitnya. Kita (orang Belanda) telah mengidetifikasikan diri kita dengan negeri itu (Jawa) yang sudah kita robah wajahnya. 

Negeri kita (orang Belanda). Tak seorang pun (orang Belanda) akan merasa kerasan di rumah yang telah dirobahnya tanpa membuat pemilik asli rumah itu ikut berobah, dan bukan dengan membuat pemilik rumah yang sebenarnya terasing di rumah sendiri. 

Rasa kerasan dan rasa memiliki rumah  (Jawa) oleh kita (baca-orang Belanda) telah membuat orang Jawa menjadi orang asing dalam rumahnya sendiri, sebuah rumah yang telah dibangun oleh kita (Belanda). ...... Sebuah pemerintah yang secara mendasar merubah keadaan suatu negeri sehingga pengaruhnya terasa sampai ke sudut-sudut yang terjauh di negeri itu, meliputi perubahan dalam kebiasaan sehari-harinya dan terutama kesempatan untuk hidup adalah suatu keadaan yang tak tertahankan/menyakitkan -- terjemahan penulis).  

Bila pemerintah ingin berhasil membangun orang asli Papua ke depan, ada baiknya memerhatikan pandangan van Baal tersebut dan mengevaluasi pembangunan yang sudah dan sedang dilaksanakan selama kurang lebih 56 tahun ini demi mendesign suatu konsep pembangunan yang lebih sesuai untuk membangun orang asli Papua dan membuatnya kerasan di negerinya. 

Jangan sampai tujuan mulia kita membangun orang asli Papua justru membuat mereka terasing, tersisih dan merana di negerinya dan pada gilirannya menolak semua yang kita buat untuk mereka. Kita tidak mungkin membangun Papua hanya menurut selera dan ambisi kita dan mengabaikan pandangan, identitas kultural, persepsi politik, serta faktor-faktor lainnya yang memengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. 

Membangun orang asli Papua tidak sama dengan membangun orang Jawa, orang Sunda, orang Madura, orang Bali atau suku-suku lainnya. Masing-masing suku bangsa memiliki budaya, pengalaman hidup, tingkat pendidikan dan kemajuan yang berbeda-beda serta lain-lain aspek yang membentuk persepsi masing-masing terhadap masa depannya dan terhadap segala perobahan yang berlangsung disekitar kehidupannya. 

Tanpa memerhatikan aspek-aspek tersebut, maka pembangunan yang kita laksanakan meskipun tujuannya baik, akan menciptakan keterasingan dan bahkan penolakan dan perlawanan dari masyarakat yang ingin kita bangun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun