Mohon tunggu...
Simon Morin
Simon Morin Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi Indonesia dari Papua

Mantan Anggota DPR-RI (1992 - 2009) Mantan Anggota DPRD Province Irian Jaya (1982 - 1992) Mantan Pegawai negeri sipil daerah Irian jaya (1974 - 2004)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Permata yang Dititipkan Tuhan

13 Agustus 2019   21:15 Diperbarui: 13 Agustus 2019   21:15 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seorang Rabbi Yahudi karena panggilan tugasnya, melakukan perjalanan ke sebuah negeri yang jauh. Ia dengan berat hati meninggalkan isteri dan kedua anak laki-lakinya yang sangat dicintai untuk waktu yang cukup lama.

Ternyata selama kepergiannya, terjadi sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa kedua anaknya. Peristiwa tersebut membuat isterinya menanggung suatu kesedihan yang sangat mendalam. 

Namun karena ia mengetahui bahwa suaminya mengidap penyakit jantung, dan pernah di rawat di rumah sakit, ia berketetapan hati untuk tidak meneruskan berita duka itu kepadanya. Dia khawatir jangan sampai berita duka itu menyebabkan suaminya kena serangan jantung dan mengalami nasib yang sama dengan kedua puteranya.

Isteri yang bijaksana ini mengambil keputusan untuk merahasiakan peristiwa itu sampai suaminya kembali. Siang dan malam ia terus bergumul dan berdoa kepada Tuhan agar diberi petunjuk tentang cara yang bijaksana untuk menyampaikan berita duka itu kepada suaminya manakala sudah tiba kembali dari perjalanan.

Rabbi itu akhirnya tiba kembali dan disambut oleh isterinya dengan penuh kasih sayang. Ternyata hal pertama yang ditanyakan adalah keberadaan kedua anak laki-lakinya. Isterinya dengan tenang menjawab bahwa kedua anak itu baik-baik saja dan meminta agar suaminya beristirahat dulu.  

Setelah beristirahat, suaminya diajak makan sambil memintanya menceriterakan pengalamannya selama perjalanan. Suaminya dengan penuh semangat mengisahkan perjalanannya dan memberi kesaksian tentang betapa besar kebaikan dan perlindungan Tuhan kepadanya sehingga segala kesulitan dan tantangan yang dihadapi dapat teratasi.

Selesai menceritakan perjalanannya, ia kembali menanyakan keberadaan kedua anak laki-lakinya.  Namun isterinya menjawab: "Jangan mengkhawatirkan mereka. Kita akan berurusan dengan mereka sebentar lagi. Sebelum itu, aku membutuhkan bantuanmu untuk menyelesaikan sebuah masalah yang aku nilai sangat rumit.

Suaminya dengan penuh khawatir bertanya: "Apa yang telah terjadi? Sejak kedatanganku dan memerhatikan gerak-gerikmu, sepertinya kamu sedang menghadapi suatu masalah yang rumit. Ceriterakanlah semuanya kepadaku dan aku yakin, dengan pertolongan Tuhan, kita secara bersama-sama akan mengatasinya, apa pun persoalannya."

Isterinya lalu berceritera,"Sewaktu kepergianmu, aku didatangi salah seorang sahabat kita yang kaya dan menitipkan padaku dua buah batu permata yang tak ternilai harganya untuk disimpan. Kedua batu permata itu sungguh luar biasa indahnya! 

Selama hidupku, belum pernah aku melihat permata seindah itu. Sayang sekali pada suatu hari, sahabat itu tiba-tiba datang kembali dan meminta aku mengembalikannya. Aku sungguh menolak karena sangat menginginkan kedua permata itu. Apa yang harus aku lakukan?"

Suaminya dengan sedih berkata, "Aku sudah tidak memahami lagi sikapmu ini! Selama ini aku mengenalmu sebagai seorang perempuan yang tidak pernah tergoda dengan hal-hal yang bersifat duniawi!" Isterinya menjawab "Itu bukan saja karena aku belum pernah melihat permata seperti itu, tetapi rasanya sangat sulit bagiku untuk menerima kehilangannya untuk selamanya." 

Sang rabbi dengan tegas berkata: "Tak boleh ada seorang pun merasa kehilangan atas sesuatu yang bukan miliknya. Menahan kedua batu permata itu adalah sama dengan niat buruk untuk mencurinya. Kita akan mengembalikannya dan aku akan membantu mengatasi kesedihan hatimu karena kehilangan itu. Kita akan bersama-sama mengembalikannya sekarang juga." 

"Seperti yang anda pintakan, kekasihku. Permata-permata yang tak ternilai harganya itu akan dikembalikan. Dalam kenyataannya, sudah dikembalikan. Dua batu permata yang tak ternilai harganya itu, adalah kedua putera kita. Tuhan telah mempercayakan pemeliharaannya kepada kita, dan sewaktu anda bepergian Ia telah datang dan menjemput mereka pergi. Sekarang mereka sudah tiada lagi."

Sang rabbi barulah memahami makna pesan isterinya. Ia lalu memeluk isterinya dan keduanya bersama-sama meratapi kepergian kedua putera kekasih mereka. Sejak itu, mereka saling menghibur dan menguatkan demi mengatasi kesedihan hati mereka.                                                                                         

(Sumber: Paulo Cuelho dalam "Like the river flowing" --terjemahan bebas S.P. Morin)

Anak-anak dan cucu-cucuku,

Kematian dari orang-orang yang kita cintai sering mengundang pertanyaan-pertanyaan seperti:

Mengapa Tuhan melakukan hal seperti itu terhadap diriku atau keluargaku?

Apa dosaku atau dosa keluargaku terhadap Tuhan sehingga dengan tega-Nya Ia mendatangkan bencana seperti itu?

Mengapa orang-orang yang terang-terangan melakukan kejahatan seakan dilindungi sedangkan aku atau keluargaku yang berusaha menaati perintah-perintah-Nya justru dihukum Tuhan?

Sebagai manusia, pertanyaan-pertanyaan filosofis seperti ini tak dapat dihindari sepanjang kematian membayang-bayangi kehidupan kita.

Namun cerita ini bertujuan mengajarkan kepada kita suatu pemahaman, bahwa orang-orang yang kita cintai khususnya anak-anak, isteri, suami atau anggota-anggota keluarga kita adalah permata yang dititipkan oleh Tuhan kepada kita untuk disimpan dan dipelihara sampai tiba waktunya diambil kembali oleh Sang Pemiliknya.

Dengan pemahaman tersebut maka kita akan semakin dikuatkan untuk dengan pasrah menerima kematian dari mereka yang kita cintai sebagai suatu kenyataan hidup yang tak mungkin ditolak.

Pertanyaan penting yang mestinya kita renungkan adalah:

Apakah kita sudah memelihara dan merawat "permata-permata" yang dititipkan Tuhan itu sedemikian rupa sehingga bila tiba saatnya untuk dijemput kembali oleh Sang Pemiliknya, akan semakin indah dan berkilauan di tangan-Nya? Ataukah tanpa sadar kita menyia-nyiakannya sehingga kondisinya begitu mengecewakan Sang Pemilik-Nya?

Mari kita renungkan hal ini agar secara sadar mau merawat "permata-permata" itu sehingga ketika dijemput kembali oleh Sang-Pemilik, tidak akan mengecewakanNya dan tidak meninggalkan penyesalan dalam diri kita!  

                                                                                                                                               *****

Nb: Ini adalah salah satu kisah dari buku "AMYAS" Edisi II yang masih dalam proses pengeditan terakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun