Mohon tunggu...
Simon Morin
Simon Morin Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi Indonesia dari Papua

Mantan Anggota DPR-RI (1992 - 2009) Mantan Anggota DPRD Province Irian Jaya (1982 - 1992) Mantan Pegawai negeri sipil daerah Irian jaya (1974 - 2004)

Selanjutnya

Tutup

Money

Penguasaan 51 Persen Saham Freeport dengan Isu Lingkungan, Suatu Siasat yang Berhasil?

8 Mei 2018   11:15 Diperbarui: 8 Mei 2018   11:19 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada pasal 7 yang menyangkut ekoregion,  salah satu hal yang dipertimbangkan adalah kesamaan ekonomi, yang dalam implementasinya memposisikan Kabupaten Mimika secara ekonomis sebagai ekoregion/kawasan ekonomi pertambangan. Terkait dengan itu, inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c dilakukan untuk menentukan daya dukung dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam. Undang-undang juga mengamanatkan untuk menyusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selanjutnya pada Paragraf 1 yang menyangkut Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dalam pasal 16 termuat hal-hal yang mencakup KLHS, antara lain: a)kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; b) perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c) kinerja layanan dan jasa ekosistem; d) effisiensi pemanfaatan sumber daya alam; e) tingkatan kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

KLHS menjadi paragraf penting dalam Undang Undang No. 32 Tahun 2009 dengan tujuan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya dikotomi antara kepentingan pembangunan diperhadapkan dengan isu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang sekarang dimunculkan oleh  BPK dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Kabupaten Mimika bila dikaitkan dengan KLHS adalah suatu kawasan ekonomi pertambangan yang memiliki kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai baik untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan maupun untuk kepentingan pembangunan dan kegiatan ekonomi yang berbasis pertambangan. Sudah terbukti selama bertahun-tahun bahwa masalah-masalah lingkungan yang terjadi di kawasan ini dapat dikelola dan teratasi dengan baik oleh perusahaan sesuai arahan pemerintah.  

Dampak lingkungan yang dipersoalkan BPK mestinya ditempatkan dalam perspektif yang lebih luas, mencakup berbagai aspek kepentingan pembangunan dan manfaat ekonomi yang terkait dengan kehadiran Freeport di Indonesia dan khususnya di Papua. Semestinya institusi yang bersangkutan juga memerhatikan berbagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang secara konsisten terus dilakukan Freeport sesuai amanat undang-undang. Isu Lingkungan Hidup tidak mungkin diperlakukan sebagai isu yang berdiri sendiri.

Ia adalah bagian yang tak terpisahkan dari kepentingan pembangunan, Ibarat dua sisi mata uang yang bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Keharmonisannya harus terus dijaga demi kepentingan manusia itu sendiri.

 Penutup

Freeport sudah menjalankan usahanya di Indonesia selama lebih dari 50 tahun dan saat ini sedang berunding dengan Pemerintah untuk kelanjutan usahanya  sampai tahun 2041, yaitu 20 tahun lagi dengan investasi sekitar US$ 20 miliar. 

Secara akal sehat tidak mungkin Freeport dengan sengaja mau membuat suatu blunder atau kesalahan bodoh untuk meniadakan semua usaha dan kerja kerasnya selama ini. Sebagai sebuah perusahaan publik dengan reputasi international, Freeport tidak akan semudah itu mengorbankan reputasi dan nama besarnya. Apalagi terkait dengan masalah lingkungan hidup yang sudah menjadi isu global yang menjadi komitmen para pemimpin dunia.

Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup diharapkan tidak terlalu lama membiarkan Freeport dalam kondisi ketidakpastian yang berkepanjangan. Hal ini akan mengundang tafsir seakan politisasi isu lingkugan telah dijadikan "modus operandi"  bila ingin mencaplok saham sebuah perusahaan.

 Diharapkan polemik ini segera diakhiri. Sebab pada akhirnya mayoritas saham Freeport akan menjadi milik Indonesia. Dan jangan lupa, dunia usaha dan khususnya para investor asing sedang memperhatikan cara kita memperlakukan "seorang kawan lama."  Bila Freeport yang sudah bertahun-tahun menjadi bagian dari pembangunan nasional kita diperlakukan seperti ini, boleh jadi akan menjadi contoh buruk bagi iklim investasi di negeri kita. Mari kita renungkan hal ini dengan akal sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun