Mohon tunggu...
Patrianef Patrianef
Patrianef Patrianef Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Bedah di RS Pemerintah

Patrianef, seorang dokter spesialis bagi pasienku. Guru bagi murid muridku. Suami bagi istriku dan sangat berbahagia mendapat panggilan papa dari anak anaknya.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Alami Defisit, Iuran BPJS Kesehatan Perlu Dinaikkan?

15 November 2018   00:22 Diperbarui: 15 November 2018   11:57 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak BPJS Kesehatan dilaksanakan tahun 2014 sampai saat ini selalu dinyatakan defisit dengan alasan iuran tidak sesuai dengan hitungan aktuaria.

Pada tahun 2018 menurut RKAT BPJS Kesehatan defisit diperkirakan sebanyak Rp 16,5 T yang merupakan akumulasi defisit yang dibawa dari tahun 2017 sebanyak Rp 4,4T dan perkiraan defisit tahun 2018 menurut RKAT sebanyak Rp 12,1 T.

Defisit tersebut sudah ditutupi pemerintah sebanyak Rp 4,9 T dan diperkirakan sampai akhir tahun masih akan defisit sebanyak Rp 11,6 T. Namun, jumlah defisit tersebut sudah dikoreksi oleh BPKP menjadi sebanyak Rp 10,989 T, katanya akibat bauran kebijakan BPJS Kesehatan dapat menurunkan defisit. 

Para ahli menyatakan bahwa dengan menaikkan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang saat ini sebanyak Rp 23.000 menjadi Rp 36.000 per kepala perbulan akan menyelesaikan masalah.

Perhitungan yang sangat sederhana dan gampang, kenapa demikian?

Dengan jumlah peserta PBI saat sebanyak 92,6 juta jiwa, maka kenaikan iuran menjadi sebanyak Rp 36.000 dari Rp 23.000 menghasilkan penambahan sebanyak Rp 13.000 per kepala perbulan. 

Jika dikalikan dengan jumlah peserta PBI maka akan didapatkan tambahan penghasilan BPJS Kesehatan sebanyak Rp 1,2 T perbulan dan jika dikalikan 12 bulan maka akan didapatkan tambahan sebanyak Rp 14,4 T dalam setahun. 

Artinya pemerintah harus menambah anggaran BPJS Kesehatan khususnya untuk PBI sebanyak Rp 14,4 T dari APBN sektor kesehatan.

Dengan jumlah defisit menurut BPKP sebanyak Rp 10,989 T dan dengan tambahan pendapatan sebanyak Rp 14,4 T maka akan didapatkan surplus sebanyak Rp 3,4 T. 

Semua pihak gembira, BPJS Kesehatan senang, Kemenkes senang, pasien senang, RS senang, dokter dan tenaga kesehatan lain akan tidak dibatasi lagi memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Tetapi, ada tetapinya!

Sumber defisit itu akan tetap ada dan semakin besar jika masalah ini tidak ditangani secara utuh. Masalah yang jelas di depan mata BPJS Kesehatan adalah

1. Gagal memungut iuran dari PBPU dan angkanya cukup besar. Saat ini dari 200 juta lebih peserta BPJS Kesehatan, sekitar 28,7 juta jiwa adalah peserta PBPU dan mereka menunggak sekitar Rp 3,4 T

2. Penggunaan manfaat pada PBPU sangat tinggi, data dari tahun 2017 menunjukkan bahwa segmen PBPU ini merugi sangat besar sebanyak Rp 16,620 T yang merupakan selisih dari pemasukan Rp 6,716 T dan penggunaan manfaat Rp 23,337 T.

Dua hal itu harus dibenahi BPJS Kesehatan dengan mengoptimalkan pungutan iuran dari segmen PBPU. BPJS Kesehatan sebaiknya menggunakan semua instrumen yang ada untuk bisa memungut iuran ini. Jika peserta tidak membayar karena tidak mampu, maka peserta harus dipindahkan ke PBI dan harus ada mekanisme untuk itu. Jika pasien menunggak karena nakal, juga harus ada instrumen hukuman dan harus ada payung hukumnya untuk hal tersebut.

Penggunaan manfaat yang sangat berlebihan di segmen ini juga harus diteliti sejelimet-jelimetnya. Bandingkan peserta PBI yang jumlahnya hampir 100 juta penggunaan manfaatnya pada tahun 2017 sebanyak Rp 20,673T, sementara peserta PBPU yang jumlahnya sekitar 28 Juta lebih pemanfaatannya Rp 23,337 T. Bandingkan dengan jumlah peserta hampir seperlima peserta PBI, penggunaan manfaatnya melebihi peserta PBI.

BPJS Kesehatan harus meneliti ada masalah apa di segmen ini.

BPJS kesehatan yang merupakan asuransi sosial bukan berarti BPJS Kesehatan harus menutupi masalah masing-masing segmen dengan alasan bahwa itulah justru asuransi sosial, segmen untung harus menutupi segmen rugi. Sebagai badan super body ditambah dengan pengalaman sebagai pelaksana asuransi kesehatan PNS yang cukup lama, BPJS Kesehatan harusnya mampu meneliti maslah pada masing-masing segmen.

Kalau kita ingin melihat lagi pernyataan Bapak Presiden Joko widodo pada acara Pertemuan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) yang mempertanyakan BPJS Kesehatan yang terus menerus rugi, 

Intinya menurut penulis adalah BPJS Kesehatan harus mampu melihat ada masalah apa di tubuh BPJS Kesehatan sehingga harus merugi dan defisit setiap tahunnya? dan BPJS harus mampu mencari solusi dari akar masalah dan jika itu sudah ditemukan maka baru BPJS Kesehatan meminta dana talangan dari Pemerintah.

Jakarta, 15 November 2018

Patrianef

Dokter Spesialis dan Subspesialis

Dokter dan Dosen

Aktivis LSM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun