Mohon tunggu...
Patra Mokoginta
Patra Mokoginta Mohon Tunggu... Lainnya - Warga kotamobagu

Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Utusan Raja Manado 1644

27 Januari 2025   01:24 Diperbarui: 27 Januari 2025   01:42 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua Cover Buku yang membahas Sejarah Kerajaan Manado. Sumber gambar kolesi pribadi penulis

Memasuki tahun 1642, terjadi konflik besar antara orang-orang Spanyol dengan rakyat kerajaan Manado. Menurut Ramerini sebagaimana dikutip oleh penulis dalam buku Mukadimah Celebes Utara (2024) bahwa "pada tahun 1642 beberapa Desa (disebut Meados) dari kerajaan Manado bangkit melawan Spanyol, tampaknya karena perilaku orang-orang Spanyol terhadap suku alifuru pedalaman dan dataran tinggi. Sekitar 22 orang Spanyol terbunuh dalam sebuah insiden di hutan pedalaman. Dan Jesuit menjadi martir dalam konflik tersebut". Sejak itu Raja Manado, Dom Fernando mulai merasa gelisah dan khawatir akan aksi balasan Spanyol.

Manado Siaga Penuh

Penyerangan terhadap orang-orang Spanyol bermula dari perilaku mereka yang selalu melecehkan penduduk pribumi terutama pedalaman. Kini warga tidak lagi memandang bulu semua yang berbau Spanyol diserang habis-habisan bahkan ada beberapa padre Katolik yang sebenarnya akrab dan cukup membantu warga turut menjadi korban amuk massa.

Raja Tadohe yang lebih dikenal dengan nama baptis Don Fernando, sepuluh tahun terakhir ini berupaya menjalin kerjasama dengan Spanyol pun tak bisa berbuat banyak. Raja Manado ini sadar bahwa Spanyol akan melakukan aksi balas dan kerajaan Manado menjadi target Spanyol.

Sebenarnya para pemberontak tidak semuanya rakyat Manado ada beberapa suku alifuru pedalaman yang hidup secara independen walau pun suku-suku ini menggantungkan kebutuhannya kepada kerajaan Manado selaku penguasa pesisir dan bandar. Ini terkait dengan masalah perdagangan (barter). Suku-suku alifuru pedalaman hutan ini membawa hasil buminya untuk dibarter dipesisir yang difasilitasi oleh pihak kerajaan.

Tapi Spanyol akan memandang bahwa peristiwa yang terjadi di daratan Celebes (Sulawesi Utara) adalah tanggung-jawab Raja Manado. Kerajaan Manado pun bersiaga penuh mengantisipasi penyerbuan Spanyol.

Akhir tahun 1643 beredar kabar Spanyol menyiapkan armada perang untuk menyerbu Manado hal ini membuat pihak kerajaan makin gelisah. Bantong dari kalangan Bogani (pemuka kaum) dari Mongondow pergi ke Manado hanya untuk memastikan keselamatan diri raja dan keluarga raja. Memang para Bogani dimasa lampau telah berikrar untuk menjaga dan melindungi para Mododatu (Raja-raja turunan Mokodoludut). 

Bantong memang tak muda lagi, dia adalah salah satu Bogani yang turut mengukuhkan Tadohe (Don Fernando) sebagai raja Bolaang pada tahun 1615 silam. Mobakid (Musyawarah adat) yang dipimpin langsung oleh Inde' Dou.

Perjalanan Utusan Raja Manado ke Ternate

Akhir tahun 1643, ketegangan di Manado belum juga redah bahkan makin menjadi. Persiapan untuk menangkis serangan Spanyol telah dilakukan namun penyerbuan Spanyol ini urung terjadi. Seementara itu di wilayah barat Sulawesi Utara, armada Makassar mulai melakukan ekspansi. Buol, Toli-toli, Gorontalo dan Kaidipang telah menyatakan tunduk ke Makassar.

Raja Manado mengambil kebijakan untuk melibatkan kekuatan asing lainnnya untuk menghadapi Spanyol dari Utara dan Makassar dari arah selatan. Diambil keputusan untuk mengirim delegasi ke Ternate.

Utusan ini dipimpin langsung oleh putra mahkota Manado yakni Pangeran Loloda Mokoagow. Mengetahui calon pengganti raja yang akan berlayar ke Ternate, Bantong memohon kepada Tadohe untuk turut serta mengawal Loloda Mokoagow.

Mantiri dalam bukunya yang berjudul Datoe Binankang, Raja Manado 1644-1689 Pelopor kemerdekaan di Nusantara Utara menyebutkan bahwa "Untuk mencegah jangan sampai orang Spanyol yang berada di Manila membalas dendam maka Raja Manado pun meminta bantuan belanda di Ternate, maka hal ini di laporkan oleh Wouter Seroijen pada tanggal 21 April 1644 kepada Gubernur General dan Dean Pensaheta bahwa bulan februari muncul di benteng melayu Ternate sebuah perahu kecil dari Bandar Manado, membawa 8 awaknya yang atas nama Raja mereka memintakan kepada belanda dan Ternate perlindungan menghadapi bangsa Spanyol". Utusan yang terdiri dari 8 orang ini tiba di Ternate bulan Februari 1644 dan permintaan para utusan ini ditanggapi nanti bulan April.

Wilken dan Swarzh dalam Verhaal eener reis naar Bolaang Mongondou, met woordelijke vertaling mencatat 2 nama dari 8 orang ini yakni Loloda Mokoagow dan Bantong. Wilken dan Swarzh juga mencatat bahwa ketika tiba di Ternate, Sultan Ternate mengadakan sambutan dan jamuan kepada para delegasi utusan raja Manado ini. Untuk mempererat persahabatan, Sultan meminta Loloda Mokoagow menurunkan pengawal terbaiknya untuk bertarung dengan prajurit terbaik milik Ternate.

Karena ini bagian dari hiburan para raja dan bangsawan termasuk penghormatan kepada tamu oleh pihak Ternate, Loloda Mokoagow setuju permintaan sultan Ternate ini. Bantong yang sudah berusia uzur dan kurus ini mewakili Loloda Mokoagow sementara Sultan Ternate menurunkan seorang prajurit perkasa bernama Pata Besi yang memiliki postur lebih tinggi dan berotot ketimbang Bantong yang kurus dan sudah tua.

Uji tanding persahabatan ini pun dimulai. Mula-mula penonton merasa iba kepada Banton lebih kecil dan kurus ini tentunya mereka yakin Pata Besi akan memenangkan pertarungan ini secara mutlak. Pata Besi  yang menggunakan parang besar (kampilan) serta berotot ini memiliki kekuatan fisik yang sangat besar ketika menyerang Bantong namun Bantong lebih licah dan cepat. Hanya sekejap pisau kecil Bantong telah menghunjam tubuh dan merobohkan Pata Besi. sorak sorai pun terhenti, epnonton kaget bahkan sultan pun tidak mengira Pata Besi akan tumbang. Hanya Loloda Mokoagow dan pengawal lainnya yang yakin Bantong pasti menang. Track Record Bantong sudah teruji di seantero daratan Celebes Utara bahkan hingga kepulauan Philipina.

Sultan Ternate (Sultan Hamzah) sangat antusias untuk membantu raja Manado. Sultan mendesak agar Gubernur Ternate segera mengirim bantuan ke Manado bersama pasukan Ternate namun karena Ternate saat itu juga masih terancam dengan Spanyol yang berniat menyerang Halmahera maka kosentrasi Belanda dan Ternate tahun ini untuk membuat benteng di Akelamo (Halmahera)dalam rangka menghadapi kemungkinan serbuan Spanyol.

Sultan Ternate dan otoritas Belanda berjanji kepada Loloda Mokoagow bahwa mereka akan mengirim pasukan perang untuk membantu Manado melawan Spanyol. Bahkan lokasi pendaratan pasukan Belanda dan Ternate di Manado telah dibahas bersama. Akhirnya para utusan raja Manado ini kembali ke berlayar ke Manado. 

Ketika tiba di Manado awal agustus 1644 kondisi Manado makin memanas. Penyerbuan ke orang-orang Spanyol kembali terjadi bersamaan itu Raja Tadohe yang telah berusia 60 tahun ini jatuh sakit. Puncak peperangan ini terjadi tanggal 10 agustus 1644. Sekiatr 10ribu pasukan Waraney dari pedalaman memburu orang-orang Spanyol. Pembantaian besar-besaran pun terjadi terhadap orang-orang Spanyol. Tentara Spanyol yang selamat lari ke pesisir dan bersembunyi di gudang-gudang tua.

Pembesar kerajaan Manado pun berinisatif untuk membawa Raja Tadohe ke tempat paling aman yakni negeri Mongondow. Tadohe yang sedang sakit keras diantar serta dikawal langsung oleh Bantong dan Loloda Mokoagow bersama ratusan prajurit menuju Mongondow.

Di Mongondow, sakit yang diderita Tadohe tak urung sembuh. Akhir tahun 1644, Tadohe meminta para Bogani agar pangeran Loloda Mokoagow dilantik sebagai raja menggantikan dirinya. Atas permintaan Raja, para Bogani pun melakukan prosesi adat pelantikan Loloda Mokoagow sebagai raja.

Loloda Mokoagow menjadi raja Manado masih ditahun yang sama ketika dia kembali dari Ternate yakni tahun 1644. Wilken dan Swarzh menyebutkan "setelah Loloda Mokoagow kembali dari Ternate, dia menyandang gelar Datoe Binangkang". Sesuai tradisi adat Mongondow gelar Datoe Binangkang ini diperoleh oleh Loloda Mokoago karena dia adalah Raja turunan Jajubangkai-Binangkang bukan karena pertemuannya dengan sultan Ternate.

Tahun 1645, Loloda Mokoagow yang kini bergelar Datoe Binangkang kembali ke istananya di Manado. Sampai berakhir tahun 1645, bantuan Ternate tak kunjung datang demikian juga aksi balas Spanyol atas Manado tak kunjung terjadi.

Sumber Referensi:
Patra Mokoginta. (2024). Mukadimah Celebes Utara. Yogyakarta: KBM Indonesia
Cover buku Mukadimah Celebes Utara. Sumber referensi artikel ini. Sumber gambar koleksi pribadi penulis
Cover buku Mukadimah Celebes Utara. Sumber referensi artikel ini. Sumber gambar koleksi pribadi penulis

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun