Tanggal 29 Oktober 2024 lalu, Panitia Pelaksana (panpel) perayaan hari lahir Bolaang Uki ke-175 tahun menggelar kegiatan bertajuk "Bedah Buku Mukadimah Celebes Utara". Kegiatan dilaksanakan di alun-alun Molibagu, Kecamatan Bolaang Uki Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Provinsi Sulawesi Utara.
Sebelum lanjut, baiknya penulis tampilkan identitas buku sebagaimana berikut ini:
Judul buku | MUKADIMAH CELEBES UTARA
Copyright @2024 by Patra Mokoginta
All rights reserved
ISBN | 978-623-499-647-0
15 x 23 cm xxx + 653 halaman
Cetakan ke-1, Februari 2024
Cetakan ke-2, Agustus 2024
Penulis | Patra Mokoginta
Desain Sampul | Ewis Pontoh
Foto Sampul | Mahmud “Amu” Mokoginta & Renalto “Enal” Jhoneri Punu
Tata Letak | Idzmah U.
Editor Naskah | Dr. Muhamad Husein Maruapey, Drs., M.Sc.
Diterbitkan Oleh: PENERBIT KBM INDONESIA
Bedah buku ini di pandu oleh Ika Juliastry Pontoh dan menjadi pematik adalah Murdiono Mokoginta,SP.d M.Hum. Peserta terdiri dari beberapa pejabat publik pemkab Bolmong selatan, Tokoh adat serta generasi muda Bolaang Uki. Pengurus Monibi Institute turut hadir juga dalam acara bedah buku ini. Monibi Institute adalah komunitas yang berkecimpung di bidang kebudayaan Bolaang Mongondow yang dipimpin oleh Uwin "Owen" Mokodongan. Di Monibi Institute, saya sebagai Tim pengkaji sejarah.
Beberapa hari sebelum pelaksanaan bedah buku, saya mulai mempersiapkan bagian-bagian yang akan dipresentase secara ringkas. Fokus yang saya angkat adalah Sejarah awal berdirinya kerajaan-kerajaan di Maluku Utara serta perkembangan geopolitik dan ekonomi Maluku Utara termasuk konflik politik yang berakibat eksodusnya seorang tokoh politik penting ke Sulawesi Utara bersama rakyat dan pengikutnya. Tokoh ini dikenal sebagai Wintuwintu. Perkiraan saya benar, dari seluruh isi buku, Wintuwintu menjadi bahasan hangat dalam bedah buku kali ini.
Seingat saya, sudah lebih dari 10 buku yang bertema sejarah Bolango telah terbit dan selalu ada nama Wintuwintu didalamnya. Buku-buku sejarah Bolango ini juga secara kebetulan hanya membahas kiprah Wintuwintu saat memimpin rakyatnya dari pulau Batang Dua ke daratan Sulawesi Utara.
Tidak pernah dibahas asal-usul Wintuwintu baik negerinya atau bahkan leluhurnya.
Tentunya buku Mukadimah Celebes Utara yang mengulas sepak-terjang Wintuwintu sebelum ke pulau Batang Dua termasuk sejarah keluarga dan leluhur Wintuwintu menjadi hal yang menarik bagi peserta karena mungkin ini buku satu-satunya yang membahas detail tokoh Wintuwintu berdasarkan sumber-sumber terpercaya dengan menggunakan pisau analisa yang cukup tajam.
Sering kali penulis lokal ketika mengurai sejarah daerah cenderung ruang lingkupnya juga lokalan padahal ada benang merah peristiwa di daerah satu berkaitan dengan peristiwa di daerah lainnya.
Membaca sejarah wilayah lain secara keseluruhan terutama yang berdampak global dalam masa yang sama dapat menjadi pintu masuk untuk mengungkap fakta sejarah di tiap-tiap wilayah.
Jika tidak, maka akan muncul interpretase yang secara ilmiah tidak berkesesuaian, ambil contoh Raja Manado, Loloda Mokoagow bakal dicatat sebagai sahabat dari Sultan Khairun atau Baabulllah dari Ternate padahal Loloda Mokoagow menjadi raja sejak tahun 1644-1693 atau 65 tahun setelah kematian Sultan Khairun.
Catatan-catatan tentang sejarah awal bahkan sejenis hikayat pun sulit didapat pada masa periode awal kolonialisme. Dengan menggunakan "teropong" dari Maluku Utara setidaknya akan bisa melihat peristiwa sejarah di sulawesi Utara pada masa pra tulisan ini.
Kisah Bikusugara yang bersumber dari tradisi lisan dimasa itu, yang dicatat oleh Antonio Galvaan (Kapten Portugis di Maluku) dalam bukunya Das Moluccas sekitar tahun 1535 dapat menyambung benang silsilah yang tak terungkap di Sulawesi Utara.
Demikian juga pencatatan Francois Valentijn sebagaimana jadi salah satu referensi yang dikutip dalam buku Mukadimah Celebes Utara. Dari catatan Valentijn, penulis menyambung peristiwa eksodusnya orang-orang Makeangg dan Loloda ke Sulawesi Utara.
Berdasarkan analisis dokumen yang menggunakan "sumber Maluku" sehingga tokoh Wintuwintu selaku raja Bolango dapat diungkap. Dialah Raja Komalo Besi, Kolano Loloda sekaligus raja Bacan di Makeang yang dicatat oleh sumber-sumber Eropa sebagai Said Muhamad Hasan.
Wintuwintu atau Komalo Besi yang datang ke Sulawesi Utara paska penyerbuan Kolano Sha Alam terhadap pulau Makeang pada tahun 1334 menjadi penanda yang cukup shahih untuk menyimpulkan masa eksistensi raja Mongondow (Manado) pertama yakni Mokodoludut sebab Komalo Besi adalah besan dari Mokodoludut dengan demikian bisa dipastikan kedua tokoh besar ini hidup sezaman.
Dengan mengambil catatan Antonio Galvaan sebagaimana diulas oleh Andaya yang dikutip penulis ditambah dengan catatan-catatan lain seperti Francois Valentijn, Naidah dan lain-lain, asal usul Wintuwintu menjadi terang.
Penulis dalam mengungkap fakta sejarah dibalik migrasi dari Maluku Utara ke Sulawesi Utara pada abad ke-14 termasuk berpindahnya pusat pemerintahan kerajaan Mongondow dipedalaman( pada masa Mokodoludut) ke pulau Manado dengan pendekatan sejarah ekonomi termasuk referensi terkait jalur niaga dan jejaring rempah-rempah regional dan global.
Menjelajahi data dan dokumen dalam ruang sejarah geopolitk, ekonomi dan budaya dapat menjadi pendahuluan atau Mukadimah untuk masuk lebih jauh lagi menyelami peristiwa sejarah panjang yang berlaku atas Sulawesi Utara dan Maluku Utara.
Rentetan peristiwa sejarah diawal terciptanya kekuatan politik (kerajaan) di Maluku Utara maupun Sulawesi Utara akan berefek hingga beberapa abad kemudian. Sesuai ruang lingkup bahasan dalam buku Mukadimah Celebes Utara yakni abad ke-14 hingga abad ke-17.
Bahkan efek ini akan terus berlanjut hingga kedepan nanti tentunya kita yang hidup dimasa sekarang akan menjadi penentu peristiwa yang bakal dilakoni oleh generasi kita kelak.
- Penulis menilai dunia literasi lagi giat-giatnya berkembang di kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
- Ini dapat dilihat dari animo generasi muda untuk aktif dalam bedah buku. Tentunya waktu +/- 4 jam bedah buku belum dapat menjadi ukuran utuh tapi bisa jadi sekilas akan gambaran keseharian generasi muda mempunyai trend positif untuk pemajuan literasi di daerah terutama Bolaang Mongondow selatan.
- Dalam bedah buku di Molibagu saat itu, penulis sangat berharap buku Mukadimah Celebes Utara dikritisi bahkan sangat berharap ada sanggahan atau bantahan yang berdasarkan dokumen atau data sehingga materi buku bisa terkoreksi atau diperbaiki untuk cetakan selanjutnya. Walau harapan penulis ini tidak terjadi, tetap penulis mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih semua pihak termasuk generasi muda Bolaang Uki yang antusias dan penuh semangat mengikuti acara bedah buku hingga selesai
- Penulis masih tetap berharap kritik, masukan bahkan sanggahan terkait isi buku guna perbaikan kedepan nanti.
- Semoga buku Mukadimah Celebes Utara bisa menjadi inspirasi munculnya penulis-penulis kritis dari Bolaang Mongondow Selatan sehingga makin memperkaya kepustakaan kesejarahan Sulawesi Utara khususnya Bolango saat ini dan kedepan nanti
- Terima Kasih yang sebesar-besarnya untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bolsel (Dikbud) yang telah mengundang penulis untuk bedah buku karya penulis ini khususnya Sekretaris Dikbud Bolsel selaku nara hubung walau ternyata setelah bedah buku selesai dilaksanakan terinformasi dinas penyelenggara ini ternyata tidak menanggung biaya transportasi penulis PP Kotamobagu-Bolsel sebagaimana pembicaraan semula.
- kegiatan dimulai sekitar jam 19.30 wita sehigga dan selesai 23.30 wita. Pukul 00.00 wita dini hari saya dan tim meninggalkan Molibagu kembali ke Kotamobagu, menembus kabut subuh yang indah sambil sambil merogoh dompet masing-masing "for bakutambah" uang bensin agar bisa sampai di tujuan. Tentu ini jadi catatan tersendiri dan pengalaman terindah dari saya selaku penulis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI