Jika kita memperhitungkan tahun kelahiran putra mahkota (Loloda Mokoagow) anak dari Tadohe dengan memperhatikan umur saat putra mahkota dibaptis, maka kemungkinan Loloda Mokoagow dibaptis tahun 1637 dalam usia 17 atau 16 tahun, sehingga penaklukan faksi Loloda terjadi antara tahun 1620 - 1621.
Dari data ini dikaitkan dengan tradisi lisan Bolaang Mongondow terkait kelahiran Putra Mahkota bernama Moco atau Mocoago, hasil wawancara saya dengan sejarahwan Bolaang Mongondow, Anwar Syukur (Almahrum) tahun 2010 silam, Anwar menuturkan bahwa kelahiran putra Tadohe bernama Mokoagow bersamaan dengan peristiwa berhasilnya Tadohe mengalahkan dan merampas Kora-kora faksi Loloda dari Halmahera (Batachina), sehingga pangeran bernama Mokoagow ini selalu disapa dengan sebutan Loloda, guna mengenang peristiwa besar ini. Takluknya orang-orang Loloda ini di catat oleh Padtbrugge dalam Het Journaal Van Padtbrugge's Reis Naar Noord-Celebes En De Noordereilanden : De vader van den tegenwoordigen Koning van Boelang, wezende toen mede Koning van Manado en Loloda genaamd. artinya :Ayah dari Raja Boelang (Loloda Mokoagow) saat ini disebut juga sebagai Raja Manado dan Loloda.
Dengan status sebagai Raja Manado dan Raja Loloda, kekuasaan Tadohe atas Manado tak tergoyahkan lagi. Satu persatu kubu oposisi yang pernah menentangnya kini sudah sepihak dengan Raja Tadohe. Pertama kelompok Bolaang yang pernah menolak Tadohe sebagaimana saya kutip dalam Ridel kemudian kelompok Batasina.
Sementara itu konstalasi regional terus bergerak dinamis, Kaicil Tulo yang tidak mampu lagi mempertahankan kekuasaanya atas Manado, berhasil menjadikan putranya sebagai Sultan Ternate atas bantuan Spanyol. Tanda awas untuk Raja Manado, Tadohe. Mengutip dari M. Adnan Amal : 'Tahun 1627, putra dari kaicil Tulo yang bernama Kaicil Hamzah di lantik menjadi Sultan Ternate. Kaicil Hamzah saat di Manila di baptis dengan nama Don Pedro Acuna. Sultan Hamzah saat di dukung oleh Spanyol menuju Tahta Sultan Ternate, namun situasi berbalik, saat akan di Lantik Kaicil Hamzah Kembali masuk Islam. Saat menjadi Sultan, Hamzah berpihak ke Belanda dan melepaskan diri dari Pengaruh Spanyol. Beberapa saat setelah Kaicil Hamzah di lantik menjadi sultan, di bentuk Ekspedisi Kaicil Ali untuk menundukan Daerah daerah seberang laut termasuk Sulawesi, dengan kekuatan 27 Juanga dan pasukan 1500 personil, tahun berikutnya di perbesar hingga 30 Juanga'. Ekspedisi Kaicil Ali tidak sampai di Sulawesi Utara tahun 1632 Kaicil Ali wafat di Buton.
Kini Ternate benar-benar terlepas dari genggaman Spanyol. Ternate dibawah Pemerintahan putra Kaicil Tulo yang bersekutu dengan Belanda mulai mengarahkan pengaruhnya di wilayah yang dipengaruhi oleh Spanyol. Dan Raja Tadohe harus memperkuat aliansi guna melawan pengaruh Ternate. Raja Tadohe yang sudah lama bersekutu dengan Siau juga berupaya menjalin persekutuan langsung dengan pihak Spanyol, apalagi di tahun 1630-an Tadohe mulai menghadapi faksi faksi lokal.
Kesan kurang baik dari saat para misionaris berkunjung ke manado di tahun 1620, berubah total demi menjalin aliansi dengan Spanyol. Tahun 1638 (menurut Aritonang;1637) Raja Tadohe bersama keluarganya melakukan pertobatan Kristen. Ratu bersama anak-anaknya dibaptis.
Dalam Documenta Malucensia pada bagian Surat laporan Tahunan, Scholastic Diogo Da Fonseca, Commissioned dari Fr. Provincial,untuk Fr. Muzio Vitelleschi, General, Rome (Desember 1644), peristiwa tahun 1638 yang terjadi atas keluarga kerajaan Manado dilapor kembali. Isinya adalah menyebutkan bahwa, ratu dan anak-anaknya, pada tahun masehi 1638, meninggalkan kehidupan berhala (dibaptis dan menjadi Kristen). Kepada raja yang telah setia pada waktu itu, kembali memperbaiki pernikahannya di depan Gereja.
Keterangan lain yang juga penulis kutip dalam Documenta Malucensia, penyebutan Ratu Bulan untuk Isteri Raja Manado ini. Berikut kutipannya : “Entre los que se bautizaron huvo una mora de mucha importancia, por ser madre del maestro de campo desta y isla y cunado del rey della, y de la reyna de Bolan,”. artinya : Diantara mereka yang dibaptis ada seorang Moor (Islam) yang sangat penting. karena menjadi ibu dari pemimpin di pulau ini dan ipar dari raja serta ratu dari Bolan. (Bolan yang dimaksd adalah Bolaang).
Jan Sihar Aritonang dan Karel Steenbrink dalam buku A History Of Christianity in Indonesia juga menyebutkan perihal ini tapi tidak mematok tahun 1638 : ''dalam tahun 1637 putra mahkota Manado dan Siau di kirim ke Ternate untuk mendapatkan didikan Jesuit. Manado di kunjungi dari Siau dan di tahun yang sama ratu dan anak anaknya dibaptis''.
Isteri raja yang di tercatat dalam Documenta Molucensia dengan sebutan Reyna de Bolan ( Ratu Bolaang ) atau oleh Aritonang di sebut sebagai Queen of Manado, pada dasarnya gambaran kedudukan domisili raja. Tadohe selain Raja Bolaang (Rey de Bolan) juga sebagai Raja Manado (Rey de Manado). Peristiwa ini terjadi di saat Kaicil Tulo telah wafat. Andaikan Kaicil Tulo masih hidup maka usianya sudah sangat uzur yakni 111 tahun. Raja dan keluarga raja ini dipastikan Raja Manado yang di temui Jesuit tahun 1620, bukan Kaicil Tulo tapi Tadohe.
Untuk menghadapi kemungkinan agresi dari putra Kaicil Tulo yang telah menjadi Sultan Ternate (Sultan Hamzah) serta menghadapi pemberontakan lokal, Raja Tadohe berupaya keras menjalin hubungan dengan Spanyol. Untuk meningkatkan kepercayaan Spanyol terhadap Raja Tadohe, Raja Manado ini mengirim pewaris tahtanya ke Ternate guna mendapatkan didikkan Spanyol sebagaimana catatan dalam Documenta Molucensia. Siapa yang dikirim Tadohe ini? Namanya adalah Moco.