Mohon tunggu...
Patra Mokoginta
Patra Mokoginta Mohon Tunggu... Lainnya - Warga kotamobagu

Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Raja Raja Manado Abad XVII (Bagian 2)

26 September 2021   08:13 Diperbarui: 29 September 2021   09:46 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1610, Tadohe putra dari Raja Mokodompit mewarisi tahta Ayahnya sebagai Raja Manado sebagaimana juga keterangan yang dilansir Wikipedia. Namun dalam pemerintahannya, Tadohe mendapat banyak tantangan dari berbagai faksi yang ada di sekitar Manado. Riedel pun mencatat kejadian ini : 'maka anakh tjutjuhnya Mokodompis pertama pon gantilah padanya dalam pengawasan parentah itu, tetapi kaparentahan ini menimbulkanlah pertjerejan bangsa bangsa lajin apatah berpindah pergi ke pulow Talieij ikot penghulu penghulu orang gaga Borimanin, Bahakikih, Bokarakombang dan wiliuman itu''.

Ini menjelaskan tentang pergantian pemerintahan ke anak pertama Mokodompit dan Gogune seorang perempuan dari Siau. Anak kedua pasangan ini bernama Tadohe. Sebelumnya diketahui bahwa ketika Mokodompit yang sudah memperistri Mongijadi kemudian kawin lagi dengan Gogune, hal ini sempat menimbulkan gunjingan di Bolaang Mongondow. Akibatnya Raja Mokodompit meninggalkan Bolaang Mongondow demi membawa Gogune menjauh karena kian tak enak dengan gunjingan.

Pada saat Raja Mokodompit mewariskan tahta kerajaan Manado kepada putranya, timbul perpecahan hingga melahirkan kubu oposisi di kalangan bangsa-bangsa kerajaan Manado terhadap Mokodompit. Mereka tak seberapa suka dengan Tadohe mewarisi tahta dari Ayahnya.

Maluku

Menurut M. Adnan Amal, pada tahun 1610, dalam usia yang masih sangat muda (15 tahun), Mudaffar dilantik sebagai Sultan Ternate ke-9. Karena usia yang masih belia, ia belum dapat menjalanan kekuasaannya secara penuh.  Menurut keputusan Dewan Kerajaan, ia harus didampingi sebuah komisi yang terdiri dari delapan orang (Komisi Tufkange), dan dipimpin seorang Belanda bernama Gerard van der Buis. Jogugu Hidayat dan Kapita Laut Kaicil Ali, termasuk ke dalam keanggotaan komisi ini.

Berdasarkan penelitian M.Adnan Amal, Mudaffar tidak populer di kalangan rakyat. Lantaran takut dikhianati, ia lebih banyak menginap di benteng Oranje ketimbang di istananya. Kubu oposisi pun mulai terbentuk menentang Mudaffar. Sejalan dengan itu Spanyol juga berniat memecah kekuatan Ternate dibawah Sultan Mudaffar yang didukung Belanda dengan kubu oposisi yang mendukung Sultan Saidi di pihak Spanyol.

Mengutip dari Scritto da Marco Ramerini, disebutkan bahwa  Sultan Saidi berkat dari Ternate pasca kemenangan Spanyol (1606), dideportasi ke Manila. Ia kembali ke Ternate pada tahun 1611 bersama Gubernur Juan de Silva yang berharap kehadirannya dapat meyakinkan rakyat Ternate bersekutu dengan Spanyol. Tujuan Spanyol tentu dapat ditebak yakni melenyapkan Belanda dari Maluku. Namun itu tidak menjadi kenyataan.

Pada tahun 1610 Spanyol punya niat menaklukan Manado. Hal ini sebagaimana Ariel Lopez dalam desertasinya: “Di sisi Spanyol, gagasan penaklukan Manado muncul dalam teks yang disukai. Kemenangan di Pertempuran Playa Honda tahun 1610, di mana skuadron Belanda yang memblokir perdagangan Manila dihancurkan, menciptakan iklim optimisme umum yang berpuncak pada pembentukan armada besar yang akan digunakan untuk mengusir Belanda dari Asia.

Lopez menerangkan bahwa semangat Spanyol yang begitu menggebu menaklukan Manado, pada akhirnya kandas. Kekalahan di Singapura turut mematahkan niat ini. Alasan yang dikemukakan Lopez adalah, kapal mereka karam di Selat Singapura hingga rencana tersebut gagal dan menghentikan kemungkinan ekspansi ke Filipina Selatan. Pasukan besar tidak pernah tiba di Maluku dan Jernimo de Silva sendiri, yang tak sabar menunggu kedatangan mereka secara pribadi mengunjungi raja Manado.

Kekuatan Spanyol masih difokuskan di Maluku untuk menghalau pengaruh Belanda dan Ternate. Pada tahun 1611 Spanyol menyerbu Jailolo dan beberapa wilayah di Batasina (Halmahera). Dikatakan M.Adnan Amal: ''Gagal menggempur Bacan, Spanyol mengalihkan perhatian ke Jailolo dan menyerbunya pada tahun 1611. Serbuan ini berhasil, dan selama kurang lebih 9 tahun (1611-1620) Spanyol menguasai kerajaan itu''.

Sulawesi Utara termasuk Manado, oleh Spanyol hanya dijadikan pendukung untuk operasi menguasai Maluku. Ketiadaan rempah-rempah di Manado membuat minat Spanyol menurun. Belum lagi operasi untuk menghalau pengaruh Ternate dan Belanda yang semakin meluas. Untuk sementara ini Manado hanya menjadi pos pendukung logistik armadanya di Maluku. Lopez mengutip dari Sancho Rayn,: ''Dalam sepucuk surat dari tahun 1614 kepada Gubernur Jernimo de Silva ia menceritakan kepada kita bagaimana, karena kurangnya makanan di Maluku, Juan Martnez de Lidena pergi ke Manado untuk mengambil beras dan sagu sebagai ganti pakaian''.

Di tahun itu kerajaan Manado maupun Ternate masing masing menjalani situasi pelik yang hampir mirip; lahirnya kubu oposisi dan kepentingan antara Belanda maupun Spanyol yang saling berlawanan.

Tadohe Tersingkir dari Manado

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun