Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Worklife Spirituallity Pengaruhi Machiavelli, Percaya?

22 Januari 2022   07:32 Diperbarui: 22 Januari 2022   07:47 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara ortodoks tak cukup menentang paradoks. Jangan sampai ada kubu yang saling berseberangan karena cara-cara yang diterapkan untuk memotivasi tidak tepat. Baik belum tentu benar, benar belum tentu baik.

4.Toleration Of Employee Expression

Organisasi yang menerapkan konsep workplace spirituallity akan memiliki budaya kerja yang baik dan sikap toleransi serta sukarela untuk berbagi. Misalnya ketika ada teman yang sakit, mereka akan merasakan tenggang rasa, empati dan simpati, saling mengasihi. 

Memiliki hubungan yang erat dan saling mendukung untuk kebaikan bukan bersatu padu untuk saling menghancurkan. Perhatikan etika dalam pergaulan, toleransi dan empati bukan berarti mengesampingkan etika antara privacy dan kepentingan bersama. Atasan harus mengerti privacy bawahan begitupun sebaliknya.

***

Membangun konsep workplace spirituallity tidak semudah membalikkan telapak tangan tetapi dapat dilakukan. Pada level pertama, pemimpin dapat menanamkan nilai kebenaran yang universal, misalnya tentang tidak mencuri, tidak boleh saling menghina, menghargai hasil pekerjaan orang lain, jangan mengeluarkan kalimat serapah dan sampah, tidak boleh licik. 

Setelah nilai (value), karyawan akan memiliki keyakinan (belief) asalkan pemimpin juga melaksanakan nilai universal yang telah disepakati. Misalnya, ketika karyawan tidak boleh licik, maka pemimpin harus mencerminkan sikap yang tidak licik. 

Jika ingin mengubah nilai menjadi keyakinan, maka contoh dan konsistensi untuk melakukan antara kedua belah pihak haruslah berjalan sinergis. Jika keduanya tak seimbang, jangan berharap umpan balik dan sikap positif dalam organisasi akan tercipta. Jika karyawan bobrok, maka pemimpinnya bobrok. Bukankah ikan busuk dari kepalanya?

Organisasi perlu memiliki spiritual untuk meningkatkan performa kerja, mengubah sikap individu,  menghindari terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang, dan menjaga reputasi organisasi. 

Sama halnya dengan organisasi yang harus memiliki spiritual, karyawan juga harus memiliki spiritual dan kepribadian yang baik. Jika pemimpin menanamkan cara dan nilai yang salah, jangan diaplikasikan dalam bekerja tetapi diingatkan diberitahu nilai kebenarannya.

Bisa jadi, krisis SDM yang dialami secara berlarut dan tidak terselesaikan dengan cara-cara lama ternyata akar masalahnya pada spiritual yang hilang atau bahkan tak pernah diterapkan sama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun