Batu bara menjadi komoditas pertambangan yang memiliki potensi hingga kini. Produk batu bara yang sangat familiar adalah brisket guna meningkatkan mutu batu bara atau coal upgrading.Â
Mega proyek batu bara yang saat ini sedang digadang-gadang akan menjadi pengganti Elpiji adalah gasifikasi batu bara yaitu mengubah batu bara kualitas rendah menjadi produk lebih memiliki nilai ekonomis.Â
Proses gasifikasi ini akan menghasilkan Dymethil Ether atau DME. Mengingat 75-78% konsumsi elpiji dalam negeri masih kurang dan harus impor. Diharapkan DME akan mengurangi ketergantungan impor Elpiji dari luar. Potensi luar biasa batu bara diharapkan menjadi sumber energi terbarukan.
Bagaimana Merealisasikan Potensi Besar?Â
Berdasarkan kajian Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), proyek DME dianggap tidak ekonomis dan kecenderungan merugi. Permasalahan DME merupakan sudut pandang ekonomis yang memerlukan harga batu bara rendah agar DME dapat berkompetisi dengan harga Elpiji di Pasar Internasional.Â
Untuk menyamakan seperti Elpiji, dibutuhkan harga batu bara senilai 20 US$ per ton. Harga batu bara Acuan (HBA) bulan Januari 2022 mengalami koreksi ke angka US$ 158,50 per ton. Berdasarkan perspektif tersebut, lebih baik ekspor batu bara dibandingkan membuat DME karena nilai ekonomis.Â
Point of view bukan hanya satu sudut pandang ekonomis, tetapi impor elpiji selama ini sudah menjadi neraca pemberat perdagangan di Indonesia. Jadi sudah saatnya, penggunaan elpiji harus diimbangi dengan pembaharuan energi dan jumlah konsumsi dalam negeri.
Dilansir dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, cadangan batu bara lebih besar dibandingkan minyak bumi dan gas. Jumlah cadangan batu bara senilai 38 miliar ton dengan tingkat produksi 600 juta ton. Dengan demikian, usia energi batu bara untuk konsumsi dalam negeri akan cukup untuk 63 tahun kedepan.
Bahkan untuk mendorong hilirisasi batu bara ini, pemerintah menuangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menjelaskan bahwa pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara dapat diberikan perlakuan tertentu berupa pengenaan royalti sebesar 0%.
Pada hari Kamis, 4 November 2021 di Dubai, Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia telah menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Air Products and Chemical, Inc (APCI). Nilai investasi yang ditanamkan senilai 15 miliar US$ atau 210 triliun rupiah.
Nota kesepahaman tersebut melibatkan BUMN dan perusahaan nasional untuk merealisasikan mega proyek ini diantaranya adalah PT. Bukit Asam, PT. Batulicin Enam Sembilan, PT. Butonas Petrochemical Indonesia, PT. Indika Energy.