Setiap negara memiliki caranya masing-masing dalam menghadapi COVID-19. Termasuk Negara Korea yang sangat memperhatikan kesehatan bagi rakyatnya.
Sebanyak 51,4 juta jiwa penduduk Korea Selatan masuk dalam skema jaminan kesehatan nasional atau sekitar 97% penduduk sampai dengan akhir tahun 2019. Dari jumlah tersebut 72,4% merupakan pekerja. Rata-rata premi bulanan tahun 2019 sebesar KRW 55.488.
Premi asuransi untuk kelompok kuintil pertama terbawah (5% penduduk berpendapatan terendah) adalah KRW 18.099 per bulan, dan kuintil ke-20 teratas (55% kelompok penduduk berpendapatan tertinggi) adalah KRW 439.769 per bulan.Â
Penyebaran COVID-19 di Korea dibagi dalam 3 tahapan yaitu tahapan 1, tahapan 2, tahapan 3 dan tahapan sporadis. Beberapa penduduk yang dipulangkan dari Wuhan, China di tampung di Police Human Resource Develepoment Institute. Tanggal 18-29 Februari 2020, sebanyak 2900 orang terkonfirmasi positif COVID-19 dan dilokalisir di Daegu dan Gyeongbuk.
Di Korea Selatan, pemerintah daerah memainkan peran utama dalam merespons penyakit menular, tetapi tindakan yang diambil sering melewati batas geografis dan administratif dari masing-masing wilayah.Â
Kebijakan pemerintah Korea adalah mencegah penularan penyakit dengan karantina ketat, menjaga pintu keluar masuk internasional, membentuk pusat komando tanggap darurat 24 jam, menyediakan fasilitas isolasi yang memadai, tata kelola berdasarkan code of conduct KCDC, membatasi jumlah kunjungan ke Rumah Sakit, Pencegahan Infeksi Nosokomial dan Perbaikan Lingkungan Medis .Â
Pemerintah Korsel memberlakukan pita pengaman (safety bond) untuk mereka yang menjalani karantina. Pemerintah Korsel menetapkan denda 1 tahun hukuman penjara dan denda 1 juta won bagi yang melanggar prokes di Korsel. Sementara untuk WNA yang melanggar akan dideportasi. Bagi pendatang asing, wajib mentaati karantina 14 hari.Â
Untuk menjaga stabilitas tenaga kerja, pemerintah Korsel memberikan insentif untuk institusi/pemberi kerja, pekerja dan bagi pengangguran.
Sebagai upaya menjaga keberlangsungan usaha, pemerintah Korsel memberikan insentif pada pemberi kerja sebesara 596,2 miliar won. Nilai tersebut sudah termasuk insentif untuk upah pekerja sebesar 70.000 won (Rp.847.768) per pekerja selama 4 bulan.Â
Selain itu, pemerintah Korsel juga memberikan anggaran insentif untuk tenaga kerja muda sebesar 487,4 miliar won setara dengan 5,9 triliun rupiah. Tambahan lainnya berupa paket keberhasilan ketenagakerjaan senilai 79,7 miliar won setara dengan 965 miliar rupiah dan memberikan asuransi pekerjaan bagi pekerja.
Bagi pekerja terdampak dan mengalami pengurangan gaji mulai dari Maret - Mei 2000, mereka mendapatkan 500.000 won/ 6 juta rupiah setiap bulan dan diberikan selama 3 bulan.
Korsel memberlakukan Kartu Hari Esok Nasional guna memperkuat dan memberikan pelatihan kepada tenaga kerja. Â Bagi pengusaha, pemerintah Korsel memberikan pinjaman dengan suku bunga rendah, menerbitkan surat obligasi untuk peminjam dana.Â
Korsel memperkenalkan sistem drive-through dan walk-through pertama di dunia. Sistem tersebut dinamakan K-Quarantine yang mencakup TRUST (Transparency , Robust screening , Unique but universally applicable testing,
Strict control, Treatment ). Dengan kekuatan deteksi dini, maka perawatan dan penyelamatan nyawa bagi penyintas COVID-19 dapat dilakukan sesegera mungkin.
Secara garis besar, penanganan dibidang ekonomi dan kesehatan sama dengan yang dilakukan Indonesia. Hal yang membedakan adalah kesiapan dalam hal 3T. Meski Indonesia telah terbiasa menangani bencana alam, Indonesia masih belum memiliki pengalaman terhadap penanganan non-bencana seperti COVID-19.
Meski demikian, pemerintah Korsel maupun Indonesia tetap berusaha menjalankan segala upaya untuk pencegahan dan pemulihan COVID-19.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H