Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paling Mudah Menciptakan Komentator Dibanding Pemain

24 November 2021   16:58 Diperbarui: 24 November 2021   17:54 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah menonton pertandingan sepak bola? Pernah kenal dengan Valentino Jebret atau Bung Jebret? Jebret... jebret...jebret... Ciri khas presenter Sepak Bola sejak tahun 2006. 

Pria berusia 39 tahun lulusan UNPAD ini tidak diragukan kiprahnya sebagai presenter sepeka bola. Keunikan dan kepiawaiannya menjadi komentator sepak bola tak usah diragukan lagi. Bahkan kata "jebret" yang selalu ia bawakan menggaung ke seluruh penjuru negeri. 

Dalam pertandingan Piala Menpora 2021 antara PSS Sleman dan Bali United, seperti biasa Bung Jebret menjadi komentator. Tapi sayang, warganet justru merasa terganggu dan menciptakan tagar #GerakanMuteMassal di jagad maya. Bahkan netizen menganggap komentator tersebut lebay dan hiperbola. Apa yang terjadi jika komentator ternyata dikomentari? Komentator kuadrat ya?

Bagaimana jika hal itu terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari? Sudah memainkan strategi kesana kemari, bermain lincah, koordinasi, kerja sama tim, oper sana, oper sini. 

Ternyata masih saja sementara orang lain yang menonton sepak terjang selama dilapangan dengan mudahnya berkomentar seperti Bung Jebret? Itulah realita kehidupan yang terus bergerak secara dinamis. 

Terkadang seorang komentator pun perlu dikomentari agar tidak berisik dan jangan hanya sebatas berkomentar. Kehadiran seorang komentator menghidupkan suasana, tetapi jika terus menerus berkomentar, terasa bising ditelinga.

Kehidupan ini adalah bagian dari proses yang terus berjalan. Seorang pemain pun membutuhkan proses untuk berlaga agar terlihat sempurna. 

Dimulai dari titik 0 dan kembali lagi ke titik 0. Berada dalam realitas yang berubah, sudah selayaknya menentukan bargaining position. Menjadi seorang pemain atau komentator? Kondisi dilapangan dan dibalik layar adalah realitas yang berbeda. Komentator itu penonton dan pengamat, bukan orang yang mengalami. 

Sementara pemain yang berlaga, berdarah-darah, berkeringat menjalani. Jika pembuktian fakta terbalik terjadi, seorang komentator harus dihadapkan pada fakta pemain lainnya? Belum tentu seorang komentator akan bisa menggiring bola dengan baik, begitupun sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun