SEJARAH OEANG REPOEBLIK INDONESIA (ORI)
UANG PERTAMA INDONESIA (1945-1949)
Patimah
Email: patimahjaelani08@gmail.com
Prodi Pendidikan Sejarah
Universitas Indraprasta PGRI
A. Mata Uang Sebelum ORI
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, di Indonesia beredar beberapa jenis mata uang, yakni:
1. Mata uang pemerintah Hindia Belanda
2. Mata uang De Javasche Bank
3. Mata uang Pendudukan Jepang. Mata uang Pendudukan Jepang, ada tiga macam, yakni: Pertama mata uang yang sudah dipersiapkan sebelum menguasai Indonesia. Uang ini menggunakan Bahasa Belanda, De Japansche Regeering, dengan satuan Gulden, emisi tahun 1942 berkode “S”.2 Kedua, yang menggunakan bahasa Indonesia, Pemerintah Dai Nippon, emisi tahun 1943 dengan satuan rupiah, dalam pecahan bernilai 100 rupiah, bergambar pohon palem dan disebaliknya gambar petani dua ekor kerbau. Ketiga menggunakan Bahasa Jepang, Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi tahun 1943, satuannya pun menggunakan rupiah.
B. Sejarah ORI 1945
Cerita ORI bermula dari banyaknya mata uang di Indonesia saat awal kemerdekaan. Ada empat mata uang; tiga dikeluarkan Jepang dan satu mata uang peninggalan pemerintah Hindia Belanda. Peredaran empat mata uang itu merugikan Indonesia. “Menyebabkan situasi moneter menjadi sangat ruwet dan membingungkan,” catat Oey Beng To, mantan Gubernur Bank Indonesia, dalam Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia Jilid I (1945-1958).
Menyikapi situasi ini, Sjafruddin Prawiranegara, anggota Badan Pengurus Komite Nasional Indonesia Pusat, sejenis badan legislatif sementara RI, mengusulkan jalan keluar. Dalam sebuah pertemuan dengan Hatta pada Oktober 1945, Sjafruddin membawa usulan dari pemuda Bandung yang dia lupa namanya. “Supaya mengeluarkan uang Republik Indonesia sendiri sebagai pengganti uang Jepang yang masih berlaku pada waktu itu,” kata Sjafruddin dalam Bung Hatta Mengabdi Pada Tjita-Tjita Perjuangan Bangsa. Hatta sebelumnya sempat mendengar usulan ini. “Namun karena keterbatasan sarana, dana, dan langkanya tenaga ahli dalam bidang itu, maka tuntutan seperti itu terpaksa untuk sementara waktu diabaikan,” ungkap Mohamad Iskandar dalam “Oeang Republik dalam Kancah Revolusi”, termuat di Jurnal Sejarah Volume 6 No 1, Agustus 2004. Sjafruddin terus meyakinkan Hatta bahwa Indonesia perlu mengeluarkan uang baru sebagai salah satu atribut negara merdeka dan berdaulat. “Pada akhirnya beliau dapat diyakinkan,” lanjut Sjafruddin. Pemerintah berkeputusan bulat mencetak uang sendiri.
C. Pencetakan ORI
Setelah keputusan mengeluarkan uang ORI, maka pada tanggal 24 Oktober 1945 menteri keuangan A.A. Maramis menginstruksikan kepada suatu tim serikat buruh percetakan G.kolf yang ada di Jakarta untuk melakukan peninjaukan ke beberapa daerah yaitu Surabaya, solo, malang, dan Yogyakarta. guna mennetukan percetakan mana yang relative modern untuk mencetak uang ORI. Kemudian tim serikat buruh menemukan dua percetakan yang terbilang modern yaitu percetakan G.kolf yang berada di Jakarta dan Percetakan Nederlands Indische Meetalwaren En Emballage Fabrieken (NIMEF) di Kendalpayak, Malang.
Selanjutnya setelah penentuan tempat percetakn pada 7 november 1945 menteri keuangan mengeluarkan surat keputusan nomor 3/RD yang menetapkan pembentukan panitia penyelenggara percetakan uang kertas republik Indonesia panitia ini diketuai oleh TRB. Sabarudin, seorang pejabat senior kantor besar bank rakyat Indonesia. Adapun anggota-anggota lainnya:
1) H.A. Pandelaki (dari Kementerian Keuangan)
2) R. Aboebakar Winagoen (dari Kementerian Keuangan)
3) M. Tabrani (dari Kementerian Penerangan)
4) S. Sugiono (dari Bank Rakyat Indonesia)
5) E. Kusnadi (dari Kas Negara)
6) Oesman dan Aoes Serjatna (dari Serikat Buruh Percetakan).
Pembuatan desain dan bahan-bahan berupa negative kaca dilakukan di percetakan balai pustaka Jakarta ditangani oleh Bunyamin Surjoharjo. Pelukis pertama ORI adalah Abdulsalam dan Soerono. Proses cetak offset dilakukan di percetakan RI Salemba dibawah kementerian penerangan, percetakan dilakukan setiap hari pukul 07.00 pagi hingga pukul 22.00 malam dilakukan sejak bulan januari 1946.
Sejak dicetak pada bulan Desember 1945 hingga bulan Desember 1949, pemerintah Republik Indonesia (RI) telah mencetak dan mengeluarkan lima emsi ORI, sebagai berikut:
1. Emisi pertama,”Djakarta 17 Oktober 1945” ditandatangani oleh Mr.A.A. Maramis, dalam 8 pecahan yaitu 1 sen, 5 sen, 10 sen, ½ rupiah, 1 rupiah, 5 rupiah, 10 rupiah dan 100 rupiah.
2. Emisi kedua, “ Djogjakarta 1 Januari 1947” ditandatangani oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara dalam 4 pecahan yaitu 5 rupiah, 10 rupiah, 25 rupiah dan 100 rupiah.
3. Emisi ketiga, “ Jogjakarta 26 Djuli 1947” ditandatangani oleh Mr.A.A. Maramis dalam pecahan ½ rupiah, 2 ½ rupiah, 25 rupiah, 50 rupiah, 100 rupiah dan 250 rupiah.
4. Emisi keempat, “ Djogjakarta 23 Agustus 1948” ditandatangani oleh Drs. Mohammad Hatta dalam pecahan yang unik yaitu 40 rupiah, 75 rupiah, 100 rupiah dan 400 rupiah.
5. Emisi kelima, “ Djogjakarta 17 Agustus 1949” ditandatangani oleh Mr. Loekman Hakim dan merupaka rupiah baru dalam pecahan 10 sen baru, ½ rupiah baru dan 100 rupiah baru
Sumber Gambar: Museum Bank Mandiri
Sumber Gambar: Museum Bank Mandiri
D. Penarikan ORI
Uang kertas Indonesia dalam perjalanan sejarah, tercatat sebagai salah satu mata uang kertas yang paling banyak mengalami perubahan, rata-rata setiap enam tahun muncul seri baru. Seri Oeang Repoeblik Indonesia atau dikenal ORI adalah mata uang kertas pertama yang diciptakan Republik Indonesia dan dikenal dengan julukan “uang revolusi”. Disebut demikian karena lahir di tengah kancah revolusi bangsa Indonesia paska kemerdekaan
Bulan Juli 1949 pemerintah Indonesia dihadapi masalah yaitu persediaan ORI yang dapat dikuasai hanya cukup beredar untuk beberapa bulan saja, dikarenakan alat-alat pencetak uang sebagai akibat dari aksi militer belanda yang kedua sudah tidak ada lagi. Setelah beberapa bulan pembiayaan pengeluaran pemerintah sementara akan diganti dengan uang NICA sampai dengan berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Pencapaian kesepakatan akhirnya dapat tercapai antara pemerintah RI dan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilakukan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, Kesepakatan pemulihan kedaulatan terdiri atas tiga persetujuan induk yaitu : piagam penyerahan kedaulatan, status uni, dan persetujuan perpindahan. Dalam piagam pemulihan kedaulatan tersebut disebutkan bahwa penyerahan kedaulatan akan dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1949
Sumber :
Fachruddin, A., Gofar, A., Harahap, I., dan Noor, Hermani. (1993). Nagara Dana Rakca. Jakarta: Majalah Keuangan sector publik anggaran..
Kementerian Keuangan. (2020). Jelajah Sejarah Rupiah. Media Keuangan, 15(157), 1-46.
Nurhajarini, D. R. (2006). Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia. Jantra, 1(1), 32-39.
To, O. B. (1991). Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia Jilid 1 1945-1958. Jakarta: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia.
Kementerian Keuangan. (2011). 65 tahun hari Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Jakarta: Kementerian Keuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H