Mohon tunggu...
Patar Mangimbur Permahadi
Patar Mangimbur Permahadi Mohon Tunggu... Pengacara - PATAR MANGIMBUR PERMAHADI,SH.,MH., lahir di medan, 09 Oktober 1991, telah menyelesaian program studi Sarjana Hukum di Univ. HKBP Nommensen Medan dan Magister Hukum di Univ. Prima Indonesia Medan, saat ini aktif dalam profesi Advokat/Konsultan Hukum Patar Mangimbur Permahadi,SH.,MH & Rekan yang beralamat di Jl. Matahari Blok V No. 267 Perumnas Helvetia, Medan, Indonesia

PATAR MANGIMBUR PERMAHADI,SH.,MH., lahir di medan, 09 Oktober 1991, telah menyelesaian program studi Sarjana Hukum di Univ. HKBP Nommensen Medan dan Magister Hukum di Univ. Prima Indonesia Medan, saat ini aktif dalam profesi Advokat/Konsultan Hukum Patar Mangimbur Permahadi,SH.,MH & Rekan yang beralamat di Jl. Matahari Blok V No. 267 Perumnas Helvetia, Medan, Indonesia. Serta aktif sebagai Dosen di fakultas hukum univ.Prima Indonesia Medan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Eksistensi Hukum Adat "Dalihan Natolu" dalam Adat Batak

25 Oktober 2022   16:49 Diperbarui: 25 Oktober 2022   16:57 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin, 24 Oktober 2022 Lumban Sitogu.

cerita bersama keluarga di kampung mertua.

ada sebuah cerita yang disampaikan mertua saya yaitu cerita dua orang ibu memperebutkan seorang anak. singkat cerita permasalahan tersebut sampai dihadapan sang raja dan diberi pilihan agar anak tersebut dibelah. 

salah seorang ibu menyetujui dan salah seorang ibu lagi mengikhlaskan untuk melepas anaknya dan diberikan kepada ibu satu lagi.

Lalu saya berpikir apakah ini ada kaitannya dgn Hukum yang dikenal di tanah Batak yaitu "Dalihan Natolu" yang berazaskan tiga tiang kekeluargaan yang terdiri dari "Hula-hula, Dongan tubu, dan Boru".

Dalihan Natolu ini dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan antara hula2 dan Boru dengan cara musyawarah mufakat dalam suasana kekeluargaan yang harmonis.

dimana dalam penyelesaian sengketa tersebut menganut asas atau dasar “sinabi laitu, binahen

tu harang ni hoda, molo gulut boruna, amana do martola, molo gulut amana,

boruna do martola”. yang berarti, rumput disabit, dimasukkan ke keranjang makanan

kuda, kalau pihak boru bertengkar maka hula-hula yang menengahi; kalau pihak

hula-hula bertengkar, maka pihak boru yang menengahi.

Hukum dalihan Natolu ini merupakan suatu prinsip hukum yang kuno namun proses penyelesaiannya tidak menimbulkan pertengkaran.

secara hukum positif sebenarnya penerapan penyelesaian sengketa secara adat di kenal hal tersebut dimuat dalam ketentuan Pasal 18

ayat (2) jo. Pasal 28 I ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia sepanjang masih

eksis sebagai sub sistem hukum Indonesia juga sebagai identitas budaya dan hak

masyarakat tradisional yang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati.

menurut Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sekjen MKRI, 2006, h. 76-77 bahwa ada 4 syarat eksistensi hukum adat salah satu diantaranya hukum adat itu msh hidup artinya masih mampu dapat dipertahankan dengan tidak tergerus oleh globalisasi.

Kiranya Hukum Dalihan Natolu tetap di pertahankan serta dapat diwariskan sampai ke anak cucu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun