Mohon tunggu...
Pasya Firmansyah
Pasya Firmansyah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Life Must Fight

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[FISUM] Penemuan Terakhir

18 Juli 2012   08:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:50 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jikalau saja anda dapat singgah sebentar ketempat ini, anda akan jumpai satu fenomena bersejarah. Yang
darinya telah tercipta sebuah maha karya terbesar pada abad ini. Suatu karya
yang kelak akan membelalakkan mata hati anda. Pun sekaligus merubah paradigma hidup anda. Dialah
satu-satunya orang yang semestinya bertanggung jawab atas kerusakan di
mana-mana. Tetapi rupanya dia malah diam dan mengasingkan diri di dalam
istananya. Sambil menikmati salad kesukaannya. Dari pada harus memusingkan untuk
keluar rumah.

Terlihat sebuah bangunan kuno peninggalan Belanda di sudut Ibu Kota. Pagar pembatas yang menjulang tinggi, pilar-pilar
serta pondasi-nya terlihat masih berdiri kokoh. Satu-satunya rumah yang tetap terjaga
arsitektur bangunannya. Dalam pekarangan rumah dapat di temukan suatu taman mini
yang berisikan beraneka ragam tanaman buah. Sebuah taman mini yang terurus oleh
sang empunya rumah. Hanya taman mini inilah yang menjadi satu-satunya alasan
sang empunya rumah dapat keluar dari balik istananya. Di kala pagi hari, si
empunya rumah, biasa menyiram kebun miliknya atau mengambil hasil panen dari
tanamannya. Karena dari hasil panen miliknya, pria itu tetap dapat hidup tanpa
harus keluar dari singgasananya. Tingkah polah dari sang empunya rumah dapatlah
di mengerti oleh para tetangga-tetangganya. Mereka mempunyai julukan untuk sang
empunya rumah dengan berbagai nama sebutan. Beberapa ada yang menyebutnya dengan
julukan Dokter gadungan, Paranormal, Koruptor, hingga ada juga diantara mereka yang
memanggilnya dengan julukan Wong edan (Orang gila). Meski demikian panggilan yang paling banyak di
gunakan adalah POX. Yang diambil dari singkatan Profesor X.

Hari ini Pox ingat harus segera mengambil mentimun serta wortel yang telah siap
panen dari kebunnya. Suara ejekan dari luar pagarnya selalu menjadi pemandangan
yang sudah sangat biasa baginya. Selesainya dia harus cepat kembali ke dalam rumah
untuk mencoba memasangkan inovasi di temuannya yang terahkir. Kacamata berlapis
serta baju putih-putih yang menjadi ciri khasnya dan menjadi pengiring langkahnya
kembali ke dalam laboratorium mini kepunyaannya. Raut mukanya teramat kusam dan
berbeda dari hari sebelumnya. Beberapa kali dia sempat melirik keranjang buah
di tangannya. Helaan nafas panjang menjadi satu-satunya obat penyejuk gundah di
hatinya. Dengan langkahnya yang berat dia telusuri ruang tamu dan menuju ke
dalam koridor. Kemudian berhenti di depan salah ruang laboratorium. "Jay?!", Teriak Pox sebelum masuk ke dalam lab. Dengan di
temani temuannya, Pox lantas merebahkan
tubuhnya diatas sebuah sofa panjang kesukaan-nya. "Iya.." Jay balas berkata
pada tuannya.

Temuan Pox yang terahkir ini sangatlah fantastis.
Dia sebagaimana layaknya manusia pembantu sungguhan. Sayangnya ia hanyalah
seorang robot pembantu. Atau bisa di katakan sebagai manusia robot pembantu.
Pun sebagian dari padanya teramat mirip dengan manusia. Kuat, tangguh dan selalu setia membantu
majikannya yang tengah di landa masalah. Chip dalam badannya hanya dapat
menerima perintah dari sang majikan. Memang Pox telah mem-programnya untuk
mengenal beberap kata utama. "Kemari, Jay?! Pijat Pundak.."

"Siap."

"Jay.. Sebutkan kata-kata terpenting?!"

"Iya, Siap, Laksanakan.."

"Bagus! Jay.. Mendekat kemari!Ayo Jangan takut.. Saya ingin memberikan hadiah karena sudah melayani saya dengan setia?!"

Oleh sebab persediaan makanan yang sudah tidak lagi memadai, maka esok hari Pox
berniat untuk membandrol Jay pada salah satu Investor di luar negeri. Tentunya
dengan harga yang sangat tinggi.
"Baterai Lithium XXX ini pasti membuat Jay bertahan lebih lama dan akan
melebihi kepintaraan Einstein. Saya akan kaya raya!!" Tawa Pox dari dalam
hatinya. Pria itu pun mencabut baterai yang terpasang pada bagian belakang
badannya. Dia pasangkan baterai yang telah di ciptakannya dengan jerih payah
selama beberapa hari terahkir. Beberapa menit berselang, di hidupkannya kembali
Jay seperti sedia kala.

"Pijat pundak lebih keras.."

"(Hanya diam membeku)"

"Cepat ambilkan saya buku?!"

Sang Profesor naik pitam di saat melihat temuannya tidak lagi dapat menerima
perintah darinya. Dia pun mengambil setrum accu
yang terdapat di sudut laboratorium. Pox yang tengah di selimuti perasaan
amarahnya itu, langsung menyetrumkan accu
ke baterai Lithium di belakang badan Jay. Tiba-tiba seluruh lampu di rumah Pox
seketika padam. Yang terlihat hanyalah cahaya kilat yang menyambar seisi
laboratorium.

"Tooooooollloooooongggg....... xXXx"

Detik berlalu berganti menit. Cahaya yang tadinya gelap gulita sentak berganti
terang-benderang. Dari kejauhan terlihat tubuh Pox yang sudah terkulai lemas di
sudut lab-nya. Dan juga Jay yang berada dalam posisi sujud berhadapan dengan
sang Profesor.

"Tugas sudah selesai. Saatnya berlibur!!"

Sayup-sayup terdengar suara Pox yang tidak lain adalah Jay.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun