Mohon tunggu...
YR Passandre
YR Passandre Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

menulis membaca menikmati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Rumahku Laut

1 November 2020   14:32 Diperbarui: 3 Juli 2021   03:39 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Nelayan menerjang gelombang tinggi saat berangkat melaut di lepas pantai Pandanarang, Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: KOMPAS.COM/MOHAMAD IQBAL FAHMI)

Dan aku makin yakin, Ayah adalah lelaki perkasa yang tak mudah goyah menghadapi kerasnya tantangan kehidupan. 

"Kenapa Ayah tadi lama sekali?" tanyaku, sesaat setelah kami sampai dan melabuhkan jangkar di tepian takat Bungin Lure.

"Ibumu murka, ayah dengarkan dulu sampai reda."

"Murka masalah apa?"

"Masalah gelang yang dijual bulan kemarin."

"Buat apa menjualnya?"

Ayah menghela nafas. Bola matanya berat merengkuh wajahku. Aku pun memaklumi, sabar menunggu jawaban Ayah. Aku tahu, seberat apapun masalahnya, Ayah akhirnya akan bicara. 

"Saya menjual gelang ibumu buat biaya tambahan membangun mushola."

Sontak aku termangu. "Pantas wajah Ayah tak ceria", batinku. Rasanya aku ingin memeluknya. Aku berharap hari ini rezki datang melimpah, sehingga Ayah bisa menyisihkan uang untuk mengganti gelang Ibu. 

Sejak hari ini, berapapun hasil melaut bersama Ayah, aku takkan meminta bagian sampai gelang Ibu tergantikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun