Mohon tunggu...
Daniel Pasedan
Daniel Pasedan Mohon Tunggu... Guru - Berkeluarga, dua anak

Iklas, Jujur, Sederhana, Rajin, Peduli, Suka Berbagi, Cerdas, Berani, Tahu Diri, ... adalah Pondasi Pemimpin yang Dirindukan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Untung Rugi, Celaka Selamat

16 April 2015   13:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saya dan kami mendengar serta mengalami kejadian tidak nyaman.

Hari ini sesuai dengan jadwal mengawas ujian akhir saya bertugas mengawas di SMK lain. Anak perempuan saya berangkat sendiri ke sekolah menggunakan angkot, saya tidak sempat mengantar karena harus tiba di lokasi mengawas sebelum ujian di mulai. Perempuan cantikku berangkat duluan, saya masih menikmati secangkir kopi dengan raut wajah dan rasa kurang segar.

Saya berangkat dan pamit sama istri yang masih tiduran lantaran begadang menyelesaikan pesanan baju yang harus diambil pagi ini. Anak lanang masing khusuk tidur dengan mimpi-mimpinya.
Maa.... papa berangkat dulu.

Saya melewati tiga segkolah kejuruan yang juga sedang menghadapi ujian, jalan kecil tidak padat namun pengendara rerata buru-buru. Setelah melewati jalan aspal jelek berlubang plus polisi tidur, saya menarik gas sedikit, tiba-tiba di depan saya ada pengendara motor memotong jalur. Pengendara dengan jaket hitam meluncur hendak belok kanan memotong jalan hendak turun di sekolahnya, persis di depan saya.

Dalam tempo sekejap, saya berpikir. Saya kekiri maka saya nyebur ke sawah yang agak di bawah yang beresiko fatal bagiku. Saya ke kanan maka saya akan menabrak beberapa motor yang melaju kencang di arah berlawanan. Akhirnya keputusan adalah ngerem sebisanya dan membaringkan motor lalu loncat!

Setelah terjatuh dan sama-sama terkapar, saya bangun dan mencoba mengangkat pengendara tersebut yang ternyata adalah siswa peserta ujian nasional. Dalam sekejap berkerumunlah siswa dari sekolah saya. Pak kenapa? tidak apa-apa... ayo kalian lanjut nanti terlambat. Berusaha menghalau siswa-siswa saya untuk menghindari yang tidak perlu.

Siswa tadi ternyata kesulitan untuk berdiri, sepertinya dia mengalami benturan agak keras dan beberapa bagian tubuh berdarah. Saya menghela nafas dan berupaya untuk tetap tenang.
Kamu tidak apa2? Maaf pak... saya tadi keliru.
Tidak apa-apa... lain kali tidak boleh terjadi lagi, hati-hati dan selalu perhatikan kondisi jalan. Jalan bukan milik sendiri, ada orang lain.

Saya lanjutkan perjalanan. Alhasil saya terlambat. Saya meminta salah seorang panitia untuk mencarikan minyak tawon. Bagian memar dan terkelupas di kaki kanan saya olesi sambil menikmati rasa perih. Rada pincang dan tidak nyaman.

Hal berikut setelah sampai di rumah, saya mendapati anak lanang sedang bermain sambil nonton cartoon. Mana mama? itu lagi tidur, capek.

Saya masuk ke kamar dan menyaksikan perempuanku tengkurap sambil terisak. Saya menghela nafas dan berpaya tetap tenang.
Maaaa.... kamu kenapa?... sambil terisak dan berupaya tuk bangkit duduk, sssttttt... gak usah gitu, sambil membujuk agar tenang.

Ada apa maaaa... Sambil menangis, Bu de Rina sudah meninggal....!
Bude Rina adalah kakak perempuan mertua yang merupakan bagian dari Srimulat. Ada berbagai kenangan indah yang beberapa bulan lalu terjadi antara Bude Rina dengan perempuanku. Bahkan mereka berencana untuk ketemuan lagi pada lebaran tahun ini. Terutama saya yang belum pernah bersua dengan Almarhuma.

Seperti biasa, saya tetap tenang merespon segala macam berita dan berupaya mengendalikan diri. Tiba-tiba suara hpe perempuanku berdering, penelpon tidak terdaftar. Saya diminta untuk berbicara dengan si penelpon. Halo dari siapa? terdengar di seberang suara lelaki yang saya tidak kenal suaranya.

Singkat kata, lelaki tersebut telah datang di rumah dan berlaku tidak senonoh terhadap perempuanku....! Sambil menahan rasa sakit dan perih tiba-tiba saya mendidih.

Murka kah saya?

Seharusnya sebagai manusia normal, saya wajib murka dan segera mengambil senjata untuk mendatangi si penelpon tadi. Namun lagi-lagi saya tetap harus terkendali, berupaya tenang dan menyelami semua peristiwa yang baru saja terjadi.

Apa yang sebaiknya saya pikir dan lakukan? Sampai saat ini saya masih bergejolak, kacau dan sangat tidak nyaman.

Saya tetap harus bersyukur atas segala peristiwa untung-rugi, celaka-selamat. Terima kasih bahwa saat ini masih bisa menulis pengalaman hari ini, dengan harapan segala energi negatif yang sedang membara segera terurai dengan sehat.

Saya mengumpulkan anak wedokku, anak lanangku dan perempuan cantikku membahasa hal ini. Ada banyak pelajaran penting dari segala peristiwa yang dialami setiap saat.

Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun