Tafsir al-Qur'an sebagai karya manusia tentu akan senantiasa mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dan peradabannya. Jika dilihat secara seksama, paradigma tafsir tidak akan jauh dari dua hakikatnya yaitu tafsir sebagai proses dan tafsir sebagai produk. Baik yang pertama maupun yang kedua, pada realitasnya tafsir tidak pernah tunggal, karena ia lahir dari pemikiran seseorang yang terikat dengan kondisi sosial, politik, dan bahkan intelektualitasnya sendiri. Disamping itu, lahirnya sebuah tafsir adalah merupakan respons dari sang mufasir terhadap kehadiran Al-Qur'an dimasa dimana ia hidup. Kajian al-Qur'an di tanah air telah melewati beberapa fase: Klasik, modern dan kontemporer. Fase klasik berselang antara abad 16 hingga penghujung abad ke-19, fase ini ditandai oleh lahirnya karya-karya yang tidak cukup banyak, hanya rata-rata adalah saduran darisatu atau beberapa literatur berbahasa Arab dan berkutat pada terjemah, tafsir atau tajwid al-Qur'an.
Fase modern membentang dari paruh pertama abad ke-20 hingga awal 1980-an. Tafsir yang muncul pada masa ini merupakan bentuk semangat membangun umat dari tidur panjangnya yaitu yang buta akan pemahaman al-Qur'an yang disebabkan oleh siasat Belanda yang membiarkan umat Islam hanya dapat membaca al Qur'an tanpa mengetahui artinya. Sedangkan periode kontemporer dimulai pada akhir tahun 1980-an sampai sekarang, masa ini ditandai dengan mulai concern-nya kajian tafsir pada persoalan metode dan pendekatan dalam mengkaji al-Qur'an. Sementara, al-Furqan sebagai produk generasi kedua mempunyai karakteristik tersendiri yang perlu diungkapkan, di sini penulis akan menelaah Tafsir al-Furqan, mulai dari pengarang kitab tafsir al-Furqan, sejarah, metode, hingga karakteristik tafsir tersebut.
Biografi A. Hassan
Nama lengkapnya adalah Hassan bin Ahmad yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Hassan Bandung saat tinggal di kota Bandung. Setelah pindah menetap di Bangil, biasa dipanggil dengan Ahmad Hassan Bangil. Beliau lahir di Singapura pada tahun 1887. Beliau adalah ulama yang dikenal sangat berpendirian teguh dan ahli dalam berbagai ilmu keagamaan. Tokoh Islam terkemuka dari kalangan Persatuan Islam (Persis) ini, juga terkenal sebagai politikus ulung. Ayahnya bernama Ahmad Sinna Vappu Maricar yang digelari 'Pandit' berasal dari India, dan ibunya bernama Hajah Muznah kelahiran kota Surabaya tapi berasal dari Palekat Madras (India). Mereka menikah di Surabaya ketika Ahmad sedang melakukan perjalanan dagangnya di kota tersebut. Usai menikah, Ahmad memboyong istrinya ke Singapura. Selain berdagang, Ahmad (ayah Hassan) adalah seorang wartawan, penerbit surat kabar dan buku-buku dalam bahasa Tamil. Pada usia 12 tahun, Hasan sudah ikut berdagang, menjaga toko milik iparnya, Sulaiman. Sambil berdagang, Hassan memperdalam ilmu agamanya pada Haji Ahmad di Kampung Tiung dan Haji Muhammad Thaib di Kampung Rokoh untuk belajar ilmu Nahwu dan Saraf. Kemudian A. Hassan beralih belajar bahasa Arab kepada Said 'Abdullah Munawi Mausili sekitar kurang lebih tiga tahun. Setelah itu, A. Hassan belajar kepada Syeikh Haji Hassan al-Malabary dan Syeikh Ibrahim al-Hindi. Semuanya ditempuh hingga kira-kira tahun 1910 M.
ketika ia berumur 23 tahun. Walaupun pada masa ini A. Hassan belum memiliki pengetahuan yang luas tentang tafsr, fiqh, far'id, mantiq, dan ilmu-ilmu lainnya, namun dengan ilmu alat yang dia miliki itulah yang kemudian mengantarkannya memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap agama secara otodidak.6 Setelah ilmunya dirasa cukup, pada tahun 1910, Hassan mengajar di madrasah, dari tingkat Ibtidaiyah sampai S}anawiyah. Yaitu Madrasah Assaqaf Malaya dan guru bahasa Melayu serta bahasa Inggris di Pontian Kecil Sanglang Johor Bahru. Sepanjang hidupnya, A. Hassan hanya mempunyai seorang istri, yaitu bernama Maryam, menikah di Singapura pada tahun 1911. Pada tahun 1940 (atau 1941), Hassan pindah ke Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, mendirikan dan mengasuh Pondok Pesantren Persis. A. Hassan menunaikan ibadah haji pada tahun 1956. Saat berada di Tanah Suci, A. Hassan jatuh sakit hingga terpaksa dibawa pulang kembali. Kemudian tertimpa lagi penyakit baru, yakni infeksi yang menyebabkan kakinya harus dipotong. Tokoh kharismatik ini meninggal dunia pada usia 71 tahun di Bangil (Jawa Timur), 10 November 1958, dan dimakamkan di Pekuburan Segok, Bangil.
A.Hassan meninggalkan beberapa karya ilmiah berupa buku sekitar 81 buah dan majalahmajalah. Di antaranya;
a. Dalam bidang al-Qur'an dan Tafsir yaitu Al-Furqan Tafsir Qur'an, Tafsir al-Hidayah, Tafsir Surah Yasin, dan Kitab Tajwid.
b. Dalam bidang Hadis, Fiqh, dan Ushul Fiqh yaitu Soal Jawab: Tentang Berbagai Masalah Agama, Risalah Kudung, Pengajaran Shalat, Risalah Al-Fatihah, Risalah Haji, Risalah Zakat, Risalah Riba, Risalah Ijma', Risalah Qiyas, Risalah Mazhab, Risalah Taqlid, Al-Jawahir, AlBurhan, Risalah Jum'at, Hafalan, Tarjamah Bulugh} al-Maram, Muqaddimah Ilmu Hadis dan Ushul Fiqh, Ringkasan Islam, dan Al-Fara'id.
c. Dalam bidang Akhlaq yaitu: Hai Cucuku, Hai Putraku, Hai Putriku, Kesopanan Tinggi Secara Islam dan lain sebagainnya.
Latar Belakang Penulisan Tafsir
Al-Furqan Tafsir Qur'an adalah karya besar dan penting yang dimiliki oleh A.Hassan. Penulisan tafsir ini merupakan langkah pertama dalam sejarah penerjemahan al-Qur'an ke dalam bahasa Indonesia dalam kurun waktu 1920-1950-an. Yang terbagi ke dalam beberapa edisi penerbitan sampai sekarang. Bagian pertama diterbitkan pada tahun 1928, akan tetapi dalam edisi pertama ini belum seperti yang diharapkan, karena baru dapat memenuhi sebagian ilmu yang diharapkan oleh umat Islam Indonesia. Kemudian untuk memenuhi desakan anggota Persatuan Islam, bagian kedua tafsir tersebut diterbitkan pada tahun 1941, namun hanya sampai surat Maryam. Selanjutnya pada tahun 1953, penulisan kitab tafsir tersebut dilanjutkan kembali atas bantuan seorang pengusaha yang bernama Sa'ad Nabhan hingga akhirnya tulisan tafsir ini dapat diselesaikan secara keseluruhan yaitu 30 juz, dan diterbitkan pada tahun 1956.