Mohon tunggu...
Pascasarjana IAT UIN SATU
Pascasarjana IAT UIN SATU Mohon Tunggu... Lainnya - Admin

Memuat berbagai tulisan, sarana memperkenalkan dan melestarikan karya ulama dan lainnya

Selanjutnya

Tutup

Book

Mengenal Tafsir Al-Azhar Karya Hamka

22 Mei 2024   21:00 Diperbarui: 22 Mei 2024   21:15 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Hamka merupakan nama populer dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang juga dikenal dengan sebutan Buya Hamka. Beliau lahir di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat pada Ahad petang tanggal 13 Muharram tahun 1326 H atau bertepatan dengan 16 Februari 1908 M, terlahir dari seorang ibu yang bernama Shafiyah binti Bagindo Nan Batuah yang telah membesarkannya dengan penuh cinta kasih dan seorang ayah yang bernama Haji Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, atau yang juga dikenal dengan Tuanku Syaikh Nan Mudo sebagai sebutan yang diberikan oleh masyarakat atas kepandaiannya.

 Hamka merupakan anak sulung dari tujuh bersaudara yang banyak mewarisi sifat-sifat ayahnya yang alim, namun tegas dan juga keras dalam mempertahankan prinsip kebenaran yang diyakininya. Secara formal, pendidikan yang ditempuh Hamka tidaklah tinggi, hanya sampai kelas tiga di sekolah desa. Lalu, sekolah agama yang ia tempuh di Padang Panjang dan Parabek juga tidak lama, hanya selama tiga tahun dan selebihnya ia belajar sendiri. 

Kesukaannya di bidang bahasa yang membuatnya cepat sekali menguasai bahasa Arab. Hamka meninggalkan Minangkabau menuju Jawa, tepatnya ke Yogyakarta, di usianya yang masih sangat muda yaitu 16 tahun. Di sana, ia berkenalan dan menimba ilmu tentang pergerakan Islam kepada para tokohnya, seperti Ki Bagus Hadikusuma (ketua Muhammadiyah), Haji Oemar Said Tjokroaminoto (Sarekat Islam), K.H. Fakhruddin (tokoh Muhammadiyah) dan RM Soerjopranoto (tokoh Sarekat Islam dan tokoh kebudayaan).

Wawasan sekaligus pengalaman baru yang didapat Hamka selama di Yogyakarta menumbuhkan kesadaran dan semangat besar untuk nantinya turut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial-keagamaan. Dua tahun setelah kembalinya dari Jawa, Hamka berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menimba ilmu dan memperluas pergaulan dengan tinggal di sana selama setengah tahun. 

Sembari mengkaji ilmu agama ke berbagai tokoh keagamaan Islam yang mengajar di Baitul Haram, Hamka juga bekerja di percetakan untuk mencukupi biaya hidup sehari-harinya. Pada tahun 1928, Hamka diundang untuk menjadi peserta Muktamar Muhammadiyah di Solo. Muktamar ini menjadikannya sebagai titik pijak untuk berkhidmat di Muhammadiyah. 

Hamka secara berangsur memangku beberapa jabatan, mulai dari ketua Bagian Taman Pustaka, Ketua Majelis Tabligh, sampai akhirnya menjabat sebagai ketua Muhammadiyah Cabang Padang Panjang. Bahkan, pada tahun 1930 ia mendapat tugas dari pengurus pusat persyarikatan untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di Bengkalis. Dari sinilah Hamka sudah mulai diakui eksistensinya.

Buya Hamka wafat pada hari Jum'at, 24 Juli 1981 pada usia 73 tahun. Kepergian beliau merupakan suatu kehilangan yang sangat besar bagi bangsa ini karena sangat sulit mencari tokoh unggul seperti beliau. Keteladanan yang beliau tunjukkan menjadi barang langka bahkan nyaris punah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. 

Meskipun Hamka telah meninggal dunia, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa hingga kini. Beliau bukan saja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan, tapi juga masyhur jasanya di seluruh bumi Nusantara, termasuk karya tafsirnya, Tafsir Al-Azhar, yang dijadikan sumber utama dalam bidang tafsir dan sebagai referensi penting di Nusantara.

Profil Kitab Tafsir Al-Azhar

Tafsir Al-Azhar merupakan karya utama dan terbesar dari Hamka di antara lebih dari 115 karyanya pada bidang sastra, sejarah, tasawuf dan agama. Sejarah penamaan karya tafsir Hamka dengan nama Tafsir Al-Azhar, karena tersebut bermula dari materi-materi pelajaran tafsir yang disampaikan Hamka sehabis sholat Subuh di Masjid Agung Al-Azhar. kitab tafsir Al-Azhar adalah rekaman atau dokumentasi tertulis dari sebuah aktivitas penafsiran yang dilakukan oleh Hamka setelah sholat Subuh di Masjid Agung Al-Azhar. 

Aktivitas tersebut dilakukan sejak akhir tahun 1958, kemudian ditulis berturut-turut dalam majalah Gema Islam sejak Januari 1962 sampai Januari 1964, namun dalam kurun waktu tersebut penafsiran belum juga selesai. Penulisan tafsir ini diselesaikan pada waktu ia dipisahkan dari keluarga dan dari umatnya karena dipenjarakan oleh pemerintah Orde Lama selama dua tahun empat bulan. Maka, kitab Tafsir Al-Azhar ini terselesaikan kurang lebih pada tahun 1966.

Tafsir Al-Azhar diterbitkan pertama kali oleh penerbit Pembimbing Masa, Jakarta, mulai juz pertama hingga juz ketiga. Lalu juz kelima hingga juz kelimabelas diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam, Surabaya. Dan juz keenambelas hingga juz ketigapuluh diterbitkan oleh Pustaka Islam, Surabaya. 

Hamka mengakui bahwa dalam menafsirkan Al-Qur'an dirinya banyak merujuk pada beberapa kitab tafsir populer yang mendahuluinya, diantaranya yaitu Tafsir Al-Manar. Tafsir ini menarik untuk dijadikan bahan rujukan oleh Hamka dengan alasan selain menguraikan ilmu-ilmu agama, tafsir ini juga mengaitkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan perkembangan politik dan kemasyarakatan pada saat tafsir di susun. Tafsir Al-Azhar merupakan gabungan antara tafsir bi al-ma'tsur dan tafsir bi ar-ra'yi. 

Dalam hal ini Hamka menyatakan dalam sebuah narasinya bahwa ia memelihara dengan sebaik-baiknya hubungan antara naqli dengan 'aqli, antara riwayah dengan dirayah. Sebagai seorang mufassir, ia tidak hanya mengutip atau menukil pendapat orang yang terdahulu, tetapi juga menggunakan tinjauan dan pengalamannya sendiri. Dan tidak pula semata-mata menuruti pertimbangan akal sendiri, seraya melalaikan apa yang dinukil dari orang terdahulu.

Dari sisi pendekatannya, tafsir ini memiliki kecenderungan yang tidak konsisten. Kadang-kadang bersifat tekstual, yang mana dalam menafsirkan al-Qur'an atas ayat tertentu Hamka begitu terikat pada makna lughawiyah teks. Kadang-kadang juga bersifat kontekstual, yakni tatkala berhadapan dengan ayat yang lain, ia juga sering kali memperhatikan sejarah sosial yang mengitari turunnya ayat, mencantumkan kebudayaan Arab-Islam saat itu, dan menciptakan relevansi dari makna teks dengan konteks saat tafsir disusun, atau bahkan kadang-kadang semi-tekstual. 

Hamka menggunakan metode tafsir tahlili. Dapat dicermati dalam kitab tafsirnya, ia menafsirkan ayat demi ayat, dan surat demi surat sesuai dengan urutan dalam mushaf 'utsmani. Ia menuliskan terjemahan dari ayat yang akan ditafsirkan, lalu menguraikan ayat demi ayat dengan uraian yang terkadang sangat rinci dan detail, namun juga terkadang ringkas.

Sebagai contoh ketika menafsirkan surat Al-Fatihah, ia membutuhkan sekitar 44 halaman untuk mengungkapkan maksud dan kandungan dari surat tersebut. Berbagai macam kaidah-kaidah penafsiran dari mulai penjelasan kosa kata, asbabun nuzul, munasabah ayat, dan memperkuat ayat yang sedang ditafsirkan dengan hadits Nabi SAW (jika memang diperlukan). Sedangkan dilihat dari corak tafsirnya, tafsir Al-Azhar lebih condong ke adabi ijtima'iy, yaitu corak sosial kemasyarakatan. Sebab corak inilah yang paling menonjol dibandingkan dengan corak yang lainnya. 

Menurut Hamka, hal ini tampak dalam tafsirnya yang menurutnya tidak mencerminkan aliran yang dianut oleh pengarangnya sendiri. Karena tafsir Al-Azhar ini ditulis sebagai respon keadaan masyarakat pada waktu itu yang haus akan bimbingan agama, maka pertikaian-pertikaian antar kelompok tidaklah dibawa dalam tafsir ini, tidak pula penulis tafsir ini ta'assub kepada suatu paham tertentu

Penulis: Husnul Amira

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun