Tafsir Al-Azhar diterbitkan pertama kali oleh penerbit Pembimbing Masa, Jakarta, mulai juz pertama hingga juz ketiga. Lalu juz kelima hingga juz kelimabelas diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam, Surabaya. Dan juz keenambelas hingga juz ketigapuluh diterbitkan oleh Pustaka Islam, Surabaya.Â
Hamka mengakui bahwa dalam menafsirkan Al-Qur'an dirinya banyak merujuk pada beberapa kitab tafsir populer yang mendahuluinya, diantaranya yaitu Tafsir Al-Manar. Tafsir ini menarik untuk dijadikan bahan rujukan oleh Hamka dengan alasan selain menguraikan ilmu-ilmu agama, tafsir ini juga mengaitkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan perkembangan politik dan kemasyarakatan pada saat tafsir di susun. Tafsir Al-Azhar merupakan gabungan antara tafsir bi al-ma'tsur dan tafsir bi ar-ra'yi.Â
Dalam hal ini Hamka menyatakan dalam sebuah narasinya bahwa ia memelihara dengan sebaik-baiknya hubungan antara naqli dengan 'aqli, antara riwayah dengan dirayah. Sebagai seorang mufassir, ia tidak hanya mengutip atau menukil pendapat orang yang terdahulu, tetapi juga menggunakan tinjauan dan pengalamannya sendiri. Dan tidak pula semata-mata menuruti pertimbangan akal sendiri, seraya melalaikan apa yang dinukil dari orang terdahulu.
Dari sisi pendekatannya, tafsir ini memiliki kecenderungan yang tidak konsisten. Kadang-kadang bersifat tekstual, yang mana dalam menafsirkan al-Qur'an atas ayat tertentu Hamka begitu terikat pada makna lughawiyah teks. Kadang-kadang juga bersifat kontekstual, yakni tatkala berhadapan dengan ayat yang lain, ia juga sering kali memperhatikan sejarah sosial yang mengitari turunnya ayat, mencantumkan kebudayaan Arab-Islam saat itu, dan menciptakan relevansi dari makna teks dengan konteks saat tafsir disusun, atau bahkan kadang-kadang semi-tekstual.Â
Hamka menggunakan metode tafsir tahlili. Dapat dicermati dalam kitab tafsirnya, ia menafsirkan ayat demi ayat, dan surat demi surat sesuai dengan urutan dalam mushaf 'utsmani. Ia menuliskan terjemahan dari ayat yang akan ditafsirkan, lalu menguraikan ayat demi ayat dengan uraian yang terkadang sangat rinci dan detail, namun juga terkadang ringkas.
Sebagai contoh ketika menafsirkan surat Al-Fatihah, ia membutuhkan sekitar 44 halaman untuk mengungkapkan maksud dan kandungan dari surat tersebut. Berbagai macam kaidah-kaidah penafsiran dari mulai penjelasan kosa kata, asbabun nuzul, munasabah ayat, dan memperkuat ayat yang sedang ditafsirkan dengan hadits Nabi SAW (jika memang diperlukan). Sedangkan dilihat dari corak tafsirnya, tafsir Al-Azhar lebih condong ke adabi ijtima'iy, yaitu corak sosial kemasyarakatan. Sebab corak inilah yang paling menonjol dibandingkan dengan corak yang lainnya.Â
Menurut Hamka, hal ini tampak dalam tafsirnya yang menurutnya tidak mencerminkan aliran yang dianut oleh pengarangnya sendiri. Karena tafsir Al-Azhar ini ditulis sebagai respon keadaan masyarakat pada waktu itu yang haus akan bimbingan agama, maka pertikaian-pertikaian antar kelompok tidaklah dibawa dalam tafsir ini, tidak pula penulis tafsir ini ta'assub kepada suatu paham tertentu
Penulis: Husnul Amira
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H