Tak banyak orang yang memilih untuk berkarya jauh dari kota kelahirannya. Dari yang tak banyak itu, Dhimas lah salah satunya.
Pria asal Pasuruan, Jawa Timur ini memilih Jambi sebagai lahan pengabdian. Jarak sekitar 1600 kilometer yang terentang dari tanah kelahirannya ke Jambi tak jadi penghalang.
Ia awal mulanya pada tahun 2008 melamar kerja di sebuah lembaga nonpemerintah yaitu Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi di Jambi.
Mulanya, ia tidak mengetahui bahwa ia akan bersentuhan dengna kelompok-kelompok Orang Rimba atau SAD yang ada di Jambi.
Pada waktu itu ia melamar untuk posisi Forest Management. Sesuai dengan latar belakang pendidikannya yaitu jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan dari Institut Pertanian Bogor.
Tugas utamanya pada waktu itu adalah mengunjungi kantong-kantong hutan sisa yang ada di Provinsi Jambi terutama juga yang menjadi ruang hidup bagi SAD atau Orang Rimba serta masyarakat lokal yang hidupnya tergantung pada sumber daya hutan di sekitar wilayah mereka.
Dhimas pada masa itu lebih banyak beraktivitas di Taman Nasional Bukit Duabelas, yang merupakan kantong populasi terbesar kelompok Orang Rimba yang ada di Provinsi Jambi.
Kalau transportasi di kota besar dihadapkan pada persoalan kemacetan, di Jambi mereka berhadapan dengan cuaca yang tidak menentu.
Kalau misalnya ia membawa kendaraan bermotor saat hujan, akses jalan tentu tidak bisa ditempuh. Ia harus menunggu satu sampai dua hari, dan setelah jalan mengering baru bisa menuju ke lokasi.
Ketika misalnya sudah berada di dalam hutan, tak ada pilihan lain, ia harus berjalan kaki. Bisa dua hari baru sampai ke lokasi yang dituju. Tapi, ia mengaku tidak terlalu kesulitan mencari alamat di hutan.
"Kalau di hutannya sebenarnya tidak terlalu sulit ya. Kita bisa bertemu dengan kelompok-kelompok Orang Rimba, lalu minta tolong untuk ditunjukkan jalannya sampai ke lokasi yang mau kita tuju di dalam hutan itu," kata Dhimas.