Mohon tunggu...
Pascalis Elan Sanjaya
Pascalis Elan Sanjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang pelajar biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Deflasi dan Krisis Ekonomi 2025

8 November 2024   23:54 Diperbarui: 9 November 2024   04:32 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir-akhir ini, berita mengenai deflasi mulai terdengar di media massa. Meskipun berita deflasi masih hangat diperbincangkan, nyatanya deflasi yang terjadi di Indonesia kali ini sudah terjadi selama 6 bulan sejak bulan Mei 2024. Deflasi yang terjadi bagi Indonesia menandakan terdapat suatu hal yang salah dalam  

Deflasi didefinisikan sebagai kondisi dimana harga secara umum mengalami penurunan berbanding terbalik dengan inflasi dimana harga secara umum mengalami kenaikan. Inflasi tinggi sering menjadi momok menakutkan bagi masyarakat karena kenaikan harga barang-barang pokok. Hal ini menimbulkan pendapat dalam masyarakat bahwa penurunan harga barang adalah hal yang baik karena mereka bisa membeli barang-barang yang sebelumnya tidak dapat mereka beli, kenyataannya justru deflasi adalah hal yang paling ditakuti oleh ekonom. 

Terjadinya deflasi disebabkan oleh dua hal besar. Pertama, deflasi dapat diakibatkan peningkatan suplai barang yang melampaui peningkatan produksi. Kedua dan yang paling berbahaya yaitu deflasi yang disebabkan oleh penurunan permintaan akibat turunnya tingkat belanja masyarakat. 

Tingkat belanja masyarakat biasanya cenderung meningkat seiring berjalannya waktu. Menurunnya tingkat belanja masyarakat bisa menandakan bahwa masyarakat sekarang tidak lagi memiliki uang untuk berbelanja seperti yang biasa mereka lakukan. Menurunnya tingkat belanja masyarakat menjadi sebuah tanda bahwa perekonomian suatu negara tidak baik-baik saja sehingga masyarakat perlu mengurangi pengeluarannya dengan cukup besar. 

Menurunnya tingkat belanja masyarakat akan mendorong produsen untuk menurunkan harga barang yang mereka jual. Ketika demand suatu barang turun, maka harga akan turun. Setelah harga-harga barang turun, maka banyak produsen yang perlu untuk memangkas produksinya karena barang yang mereka jual tidak lagi menguntungkan. 

Alhasil, banyak pekerja yang di-PHK karena turunnya tingkat produksi barang. Para pekerja yang kehilangan mata pencahariannya tidak dapat berbelanja ketika ia masih memiliki pekerjaannya. Sehingga, tingkat belanja masyarakat akan terus merosot dan membuat harga barang juga turun. 

Kejadian ini disebut dengan Deflationary Spiral, dimana penurunan kemampuan belanja masyarakat akan mendorong harga turun sehingga produsen terpaksa untuk melakukan PHK karena produksi melambat. Hal ini akan memperburuk situasi karena para pekerja yang di PHK akhirnya akan mengurangi tingkat belanja masyarakat. Menjadi siklus yang jika tidak diatasi akan menimbulkan resesi ekonomi hingga depresi ekonomi. 

Indonesia sudah mengalami tanda-tanda Deflationary Spiral. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia semakin menurun pasca COVID-19. Terdapat banyak ketidakpastian dalam perekonomian Indonesia pasca COVID-19. Terjadinya perang Rusia-Ukraina pada 2022, Bank Indonesia yang meningkatkan suku bunga Bank Indonesia secara masif untuk mengikuti naiknya suku bunga bank Federal Reserve Amerika Serikat, hingga tanggapan pemerintah dalam mengatasi perekonomian Indonesia pasca COVID-19 menjadi faktor utama ketidakpastian dalam perekonomian Indonesia. 

Penyebab kenaikan suku bunga Bank Indonesia menyebabkan banyak bisnis yang terhambat ekspansinya akibat tingginya bunga utang, baik bagi UMKM dan perusahaan-perusahaan besar yang membutuhkan utang tersebut untuk melakukan ekspansi. 

Tingginya suku bunga Bank Indonesia juga terasa bagi masyarakat yang mengambil KPR. Suku bunga Bank Indonesia menentukan besaran bunga KPR floating. Ketika Bank Indonesia menaikan suku bunga, maka bunga KPR yang dibebankan juga akan semakin tinggi. Hal ini menekan masyarakat untuk tidak melakukan belanja berlebihan karena jumlah KPR rumah mereka yang meningkat.

Bisnis di Indonesia yang terhambat perkembangannya menyebabkan lapangan pekerjaan stagnan dan bahkan berkurang serta konsumen menekan tingkat belanja mereka karena terjepit oleh besaran KPR yang begitu besar akhirnya menyebabkan tingkat belanja keseluruhan masyarakat Indonesia turun. Hal ini akan diikuti dengan meningkatnya PHK dan semakin merosotnya tingkat belanja masyarakat. 

Dengan terjadinya deflasi bagi perekonomian Indonesia, lalu terdapat pertanyaan bagaimana perekonomian Indonesia kedepannya. Deflasi pernah terjadi setelah Krismon 1998. Saat itu pada 1999, Indonesia mengalami deflasi selama 7 bulan yang diakibatkan depresiasi rupiah. Melihat apa yang pernah terjadi disekitar terjadinya deflasi, memberikan prospek bahwa perekonomian Indonesia akan mengalami krisis. 

Untungnya, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2025 masih menunjukkan optimisme. Pemerintah Indonesia masih memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3-5,6% pada 2025, sedikit lebih tinggi dibandingkan target 5-5,2% pada 2024. Selain itu, Bank Dunia juga memprediksi pertumbuhan yang stabil untuk Indonesia dengan tingkat pertumbuhan PDB sekitar 5,1% pada 2025. Faktor-faktor seperti investasi domestik yang masih cukup kuat dan konsumsi rumah tangga diperkirakan masih dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. 

Namun, dengan angka proyeksi yang baik bukan berarti pemerintah dapat mengabaikan permasalahan deflasi ini begitu saja. Karena, jika pemerintah menghiraukan lampu merah yang diberikan oleh deflasi yang sudah terjadi, deflasi tersebut dapat dengan cepat menimbulkan krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang disebabkan oleh deflasi terjadi dengan cepat. 

Deflationary Spiral berkembang dengan sangat cepat, sehingga pemerintah harus mengatasi permasalahan deflasi yang ada secepat mungkin agar deflasi yang terjadi tidak menimbulkan krisis ekonomi berkepanjangan. Karena, jika krisis ekonomi terjadi, maka visi Indonesia Emas 2045 bisa saja tidak terjadi karena pertumbuhan ekonomi pada masa-masa kritis ini tidak tercapai. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun