DOKUMENTASI FOTO DARI merdeka.com
Mencoba memahami kasus Yuyun, gadis berusia 14 tahun yang diperkosa rame-rame oleh belasan ABG (Anak Baru Gede) lalu dibunuh. Ini terjadi di Bengkulu. Dan beritanya kini menjadi ramai di media sosial sampai hari ini (5/3/2016) karena sebelumnya banyak yang protes kenapa banyak yang tidak peduli dengan kejadian ini.
Saya tidak akan mengulas kembali apa yang telah diulas media-media online perihal perilaku kebejatan yang dilakukan oleh pemuda-pemuda pemerkosa itu.
Pembunuhan Dietje Budimulyono, seorang peragawati cantik di tahun 1980an yang akhirnya menjadikan seorang bapak tua yang kerap disapa Pak De yang malah menjadi kambing hitamnya, kasus Mbah Jiwo yang memutilasi cucunya sendiri menjadi 70 lebih bagian, kasus Ryan Jombang, kasus Robot Gedek di era 1996, kasus pembunuhan Angeline, dan masih banyak lagi sampai kasus yang terhangat, Yuyun.
Ada dua metode memahami kejadian ini. Yang pertama adalah secara eksplisit atau kasat mata. Melalui metode ini yang kita lihat adalah Yuyun seorang gadis yang menjadi korban kebejatan seksual juga korban pembunuhan.
Yuyun menjadi obyek para pemuda bejat tersebut. Yuyun dieksploitasi habis-habisan saripati dirinya dengan cara paksa. Tatkala mendengar beritanya tentulah hati kita teriris, marah, sedih, geram, merasa jijik dengan pelakunya, mengutuki pelakunya dan lain sebagainya.
Lalu kita pun menuntut hukuman seberat-beratnya bagi para pelaku kebejatan ini. Tak lupa pula sebagai tanda simpati masyarakat ramai-ramai menyalakan lilin sebagai tanda solidaritas untuk Yuyun.
Metode kedua adalah bila kita melihat seluruh kejadian ini secara metafora dan simbolis. Kita tidak lagi melihatnya sebagai sebuah kasus yang hanya bisa dilihat secara kasat mata, tetapi ini merupakan sebuah tanda atau lebih tepatnya ‘penanda’. Tanda yang ditunjukkan oleh alam. Tanda yang ditunjukkan oleh Tuhan yang sudah lama kita lupakan sebagai bagian dari gejala alam.
Tanda yang muncul karena diakibatkan oleh kebejatan manusia-manusia sendiri. Sebenarnya ketika kasus pemerkosaan dan pembunuhan tengah menimpa gadis malang yang baru mekar ini, kejadian yang sama tengah berlangsung sudah begitu lama hingga sekarang pada negeri kita yang disebut Indonesia ini. Bahkan lebih bejat lagi dan tidak ada yang bersimpati.
Yuyun adalah Indonesia. Indonesia dari dulu sudah dieksploitasi habis-habisan pada era orde baru, alias diperkosa, dirampok, oleh banyak bangsa bahkan oleh saudara sebangsanya sendiri.
Tak hanya sampai disitu, dari reformasi sampai saat ini Indonesia bagaikan seorang gadis yang “kemolekannya” terus diperebutkan oleh “tangan-tangan” yang tak terlihat. Di era Jokowi? Tentu saja ada. Negara-negara tak terlihat sedang memperebutkan Indonesia dan mencoba menguasainya.
Mafia-mafia koorporasi tergiur hendak memperkosa negeri ini. Mengapa bisa begitu? Indonesia mungkin sudah dianggap lemah dan tak berdaya melawan apabila disekap, diikat, diperkosa ramai-ramai, dibanjiri lumpur-lumpur pembangunan, dihisap habis kekayaan dan ekonominya lalu dibuang dan dilupakan apabila sudah tak berguna lagi.
Mengapa kita diam saja? Mungkin kita tak peduli. Mungkin juga kita salah satu yang mengamini ‘pemerkosaan’ yang tengah terjadi. Atau kitanya yang pura-pura tak tahu. Atau mungkin juga kita salah satu pelakunya. Hmmm…mungkin juga kita salah satu yang mendapat keuntungan juga dari pemerkosaan tersebut.
Jelas kita harus bersimpati pada kasus Yuyun. Tetapi tolong, bersimpati jugalah pada ibu pertiwimu. kasus Yuyun tolong jangan dipahami secara kasat mata saja. Tetapi pahami juga secara metaforis dan simbolis.
Nyalakan lilin sepanjang hari di depan istana Negara, di rumahmu, di kolong-kolong jembatan, di pasar ikan luar batang yang tergusur, di rusun rawa bebek, dan dimanapun kau berada sebagai tanda solidaritasmu untuk Indonesia dan untuk saudara-saudarimu yang hak-haknya terampas, tergusur, teraniaya dan diperkosa ramai-ramai.
Lalu lihatlah kejadian ini juga sebagai tanda yang muncul dari alam untuk kita semua. Bisakah kita membacanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H