Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Nomor Identitas Internet, Solusi Kesemrawutan Dunia Maya

26 Juli 2017   15:47 Diperbarui: 26 Juli 2017   16:09 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan teknologi semakin hari semakin berkembang, merambah ke seluruh dunia hingga ke pelosok desa. Anak-anak pada zaman dahulu riang gembira dengan permainan tradisionalnya, tapi kini cukup handphone di genggaman tangannya. Masyarakat dunia semakin dimudahkan, semakin dimanjakan dengan kehadirian sambungan internet. Geliat itu muncul ketika Facebook masuk ke Indonesia menggeser Friendster dan MIRC. Sejak saat itulah perilaku manusia Indonesia mulai berubah, ditambah lagi Twitter, Youtube, Instagram dan lainnya turut meramaikannya.

Masyarakat Indonesia kembali terhubung dengan saudara, kerabat dan teman lama. Perubahan itu tidak hanya di software saja melainkan juga di sisi hardware. Android, sebuah pendatang baru yang langsung melejit dengan berbagai kelebihannya bahkan sampai menggeser merk-merk handphone yang telah mapan terlebih dahulu. Berbagai aplikasi dan permainan dapat kita unduh secara gratis. Harga handphone semakin terjangkau, penyebaran semakin luas dan arus informasipun semakin tak terbendung.

Media Sosial, Media Penipuan

Pada titik itu, nilai manfaat dari perkembangan teknologi sangat membantu dan memudahkan masyarakat Indonesia, silaturahmi semakin erat. Namun fase itu nampaknya tak bertahan lama, segelintir orang melihat celah perkembangun tersebut untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Facebook, selain sebagai media penghubung teman mulai berkembang sebagai forum jual beli. Selain manfaat itu, di sisi lain orang menggunakannya sebagai sarana untuk penipuan. Sudah banyak orang menjadi korban penipuan di Facebook, karena transaksi hanya berdasar kepercayaan saja. Mereka tak sadar, bahwa lawan transaksinya bukanlah teman lamanya yang kembali terhubung. Begitu tertipu, akunnya diblokir, tak bisa melihat lagi akun si penipu dan tak berani melaporkan ke pihak yang berwajib. Setelah jatuh korban cukup banyak, akun Facebook dinonaktifkan dan dengan mudahnya membuat akun baru. Facebook hanya salah satu contoh saja sebagai media penipuan, masih banyak media dan jenis lain sebagai ajang penipuan melalui internet.

Media Sosial, Media Berita Bohong

Berita bohong yang lebih dikenal dengan istilah HOAX baru akhir-akhir ini semakin tenar. Masyarakat dengan mudah menulis berbagai ide dan gagasannya di internet, masyarakat juga semakin mudah mendapatkan informasi dan berita dari berbagai sumber yang belum tentu terbukti kebenarannya. Berita itu begitu mudah dan cepatnya untuk disebar. Pemilu dan Pilkada bentuk demokrasi Indonesia adalah masa di mana HOAX semakin liar. Penyebaran HOAX dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk berbagai kepentingan, mulai dari menjatuhkan lawan politik, sensasi, ujaran kebencian atau hanya ikut-ikutan saja. Pemerintah akhirnya turun tangan mengendalikan HOAX.

Media Sosial, Media Pengancam NKRI

Demokrasi, di mana masyarakat semakin bebas mengutarakan pendapatnya sering disalah artikan sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya. Kritikan yang harus disampaikan berubah menjadi hujatan, keinginan rakyat berubah menjadi pemaksaan kehendak. Hujatan tidak hanya ditujukan kepada pemerintah secara umum. Hujatan,  hinaan dan cacian juga ditujukan kepada presiden, ulama, tokoh masyarakat, artis, bahkan teman sendiri. Hujatan-hujatan dan fitnah itu sangat banyak kita jumpai di media sosial.

Bibit perpecahan sangat nampak ketika mencuat kasus yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama dan pada saat Pilkada DKI. Masyarakat, tidak hanya warga DKI turut terbakar emosinya membela kepentingan masing-masing dan hal tersebut tak terlepas dari peran media sosial. Kelompok teroris dan pemberontakpun tak mau ketinggalan, mereka juga  menerima manfaat yang besar dari media sosial dalam merencanakan dan melancarkan aksinya. Kehadiran media sosial yang seharusnya menjadi pemersatu bangsa berubah fungsi sebagai media pemecah bangsa.

Nomor Identitas Internet, Sebuah Solusi

Pemerintah tidak bisa tinggal diam, perlu langkah dan aksi nyata menyikapi perkembangan media sosial untuk tetap menjaga keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai langkah pencegahan tentunya sudah dilakukan hingga tahap pemblokiran. Namun saya memiliki gagasan untuk bisa lebih mengendalikan gejolak di dunia maya yaitu dengan sebuah Nomor Identitas Internet. Sebagai gambaran nyata, nomor tersebut selayaknya Nomor Induk Kependudukan (NIK) setiap warga negara yang digunakan untuk registrasi di dunia maya, hanya saja apabila kita menggunakan NIK untuk registrasi dikhawatirkan nomor tersebut akan dimanfaatkan oleh pihak lain.

Pemerintah memiliki kuasa penuh terhadap semua situs atau media sosial untuk memaksa mereka menambahkan kolom "Nomor Identitas Internet" pada saat registrasi jika hendak menyebarkan situsnya ke Indonesia. Apabila hal tersebut tidak diindahkan, hanya satu kata solusinya, yaitu BLOKIRdan mereka akan kehilangan pasar dan keuntungan yang besar dari Indonesia.

Teknis Pelaksanaan

Setelah pemilik situs bersepakat dengan pemerintah, setiap warna negara Indonesia yang akan mendaftar di situs internet harus memiliki Nomor Identitas Internet. Mereka harus mendaftar secara resmi ke pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendaftarkan nomor tersebut. Lalu sebelum registrasi disetujui, pihak pengembang situs melakukan verifikasi terlebih dahulu ke Kemenkominfo secara otomatis. Dengan demikian, setiap aktifitas warga negara di dunia maya dapat terpantau oleh pemerintah. Sebagai contoh kasus penipuan di Facebook. Meskipun penipu memblokir akun akun korban, namun Nomor Identitas Internet akan tetap ditampilkan dan dapat dengan mudah mengidentifikasi pelaku. Setiap warga negara juga tidak akan bisa membuat akun palsu serta tidak mudah mengumbar fitnah dan berita bohong di media sosial.

Mengendalikan Hoax

Kemenkominfo perlu menyediakan situs verifikator untuk berita online. Setiap wartawan/penulis berita online yang akan memasang berita wajib mendaftarkan judul dan situs yang akan menayangkannya di Kemenkominfo untuk mendapatkan kode atau semacam barcode. Ketika berita ditayangkan atau disebarluaskan, barcode tersebut akan tetap melekat pada header-nya. Pembaca dapat mengecek kebenaran berita tersebut hanya dengan mengklik atau scanbarcode tersebut yang akan terhubung ke Kemenkominfo atau berita sumbernya apakah terjadi perubahan judul atau konten. Dengan demikian masyarakat dapat lebih selektif dalam membaca berita online sehingga dapat menempatkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat dalam rangka menjaga keutuhan  Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sampai kepada pihak-pihak yang memiliki kuasa atau setidaknya membuka pikiran dan ide baru yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun