Mohon tunggu...
Puisi

[HORORKOPLAK] Duka Tukang Becak

12 Januari 2017   12:13 Diperbarui: 12 Januari 2017   22:51 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Perempuan itu lalu berjalan melalui samping rumah menuju pintu belakang. Poniman menunggu di pinggir jalan. Dia begitu senang setelah seharian, akhirnya mendapatkan uang juga. Namun, menit terus berjalan, perempuan itu tak kunjung keluar, Poniman tetap setia menunggu.

Poniman              : “Kae wong maring ngendi si, deneng ora metu-metu, klalen apa ya !” (Mana ya orang itu, kok tak kunjung kluar, atau jangan-jangan lupa!)

Poniman mulai kesal karena si penumpang belum juga keluar. Keringat mulai mengering, rasa dingin kembali menghampiri tubuhnya, lalu dia menunggu sambil duduk di bangku penumpang sambil berlindung dari dinginnya angin malam. Mata poniman mulai sayup-sayup mengantuk, perut mulai lapar karena hanya baru sekali makan, bekal dari istri, nasi rames yang dibungkus dengan daun pisang. Tiba-tiba dari kejauhan tampak seorang sosok putih berjalan terpincang-pincang berjalan munuju ke arahnya. Semakin lama semakin dekat, mata yang terkantuk seketika terbelalak mengamati pergerakan orang itu. Setelah jarak mulai dekat, nampaknya seperti nenek tua berambut putih menggunakan karung plastik berwarna putih pula sebagai penutup kepala, tetapi wajahnya tak terlihat. Poniman mulai merinding, suara kaki berjalan di atas genangan air menambah suasana semakin menyeramkan.

Poniman              : “Penjorangan ! Sapa kae ya? Kunthi apa menungsa ya!?” (Waduh, siapa dia? Kuntilanak atau manusia!?”

Akhirnya nenek tua itu berhenti di dekat becaknya lalu dengan perlahan membuka karung tutup kepalanya. Poniman gemetar sambil berpegangan erat ke kanan kiri jari-jari becak lalu nenek itu menyapanya.

Nenek                  : “Saweg ngentosi sinten Pak?” (Sedang menunggu siapa Pak?)

Sebelum menjawab. Poniman menghela nafas lega, ternyata nenek tua itu bukan makhluk halus.

Poniman              : “Lah...rika gawe deg-degan bae, ujarku medi, nyong arep semaput kiye! Rika sekang ndi wengi-wengi andak-unduk, mbok tiba ora kewenangan” (Walah...ternyata si nenek, saya kira hantu, hampir saja saya pingsan! Nenek dari mana?malam begini jalan-jalan, nanti kalau jatuh tidak ada yang tau)

Nenek                  : “Kekekekek, tukang becak koh wedian! Nyong tes ngising koh neng blumbang” (Tukang becak kok penakut! Saya habis buang air besar di empang)

Poniman              : “Oalaaa..., pantes bae ambune ambrungan” (Ohh gitu, pantesan baunya gak karuan)

Nenek                  : “Agi ngenteni sapa?” (Sedang menunggu siapa?)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun