Perilaku konsumtif menyebabkan fast fashion terjadi dan menyebabkan sampah tekstil mulai menumpuk di tempat pembuangan secara cepat. Sampah tekstil adalah sampah yang di akibatkan industri bergaya cepat atau biasa disebut fast fashion yang sangat berdampak terhadap lingkungan bukanlah menjadi isu yang baru. Salah satu dampak industri fashion adalah menimbulkan permasalahan yaitu limbah dan sampah pakaian yang sudah tidak terpakai berakhir di tempat pembuangan sampah dan sampai di tepi pantai di setiap harinya . Berikut adalah tujuh fakta sampah fast fashion.Â
1. 92 Juta ton limbah tekstil setiap tahunnya
Kamu tau gak sih? Dari 100 miliar pakaian yang diproduksi setiap tahun, sebanyak 92 juta ton berakhir di tempat pembuangan sampah dan hilir pantai loh! Jika tren ini berlanjut, jumlah sampah fast fashion diperkirakan akan melonjak hingga 134 juta ton per tahun pada 2030. Mari kita pikirkan dampaknya dan tindakan yang bisa kita ambil! serem ya bila ini terus berangsur terjadi.
2. Orang di AS membuang sekitar 37 kg pakaian setiap tahun
Di AS, diperkirakan ada 11,3 juta ton limbah tekstil yang berakhir di tempat pembuangan sampah akhir setiap tahunnya. Jumlah ini setara dengan 85 persen dari semua tekstil. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 37 kilogram per orang per tahun dan sekitar 2.150 potong per detik di seluruh AS.
3. Frekuensi Pemakaian Pakaian Menurun Sekitar 36 Persen Dalam 15 Tahun
Budaya membuang sampah semakin memburuk selama bertahun-tahun. Saat ini, banyak pakaian yang hanya dipakai tujuh sampai sepuluh kali sebelum akhirnya dibuang. Itu berarti, terjadi penurunan masa pakai lebih dari 35 persen hanya dalam 15 tahun.
Â
4. Dibutuhkan 20.000 Liter Air Untuk 1 Kg Kapas
Selain menjadi sumber pencemaran air yang sangat besar, fast fashion juga berkontribusi terhadap banyaknya air yang terbuang setiap hari. Dibutuhkan sekitar 2.700 liter air untuk membuat satu kaus. Jumlah ini cukup untuk diminum satu orang selama 900 hari. Terlebih lagi, satu kali pencucian menggunakan antara 50 dan 60 liter air.
5. Kegagalan Daur Ulang
Aspek terburuk dari budaya membuang pakaian secara serampangan adalah sebagian besar pakaian yang dibuang setiap tahun tidak didaur ulang. Secara global, hanya 12 persen pakaian yang didaur ulang. Sebagian besar masalahnya disebabkan oleh bahan pembuat pakaian dan teknologi yang tidak memadai untuk mendaur ulangnya.
6. Hampir 10 persen mikroplastik di lautan berasal dari tekstil
Pakaian adalah sumber mikroplastik yang sangat besar karena sekarang banyak yang terbuat dari nilon atau poliester, bahan yang dikenal tahan lama dan murah. Setiap siklus pencucian dan pengeringan melepaskan mikrofilamen yang bergerak melalui sistem pembuangan limbah dan berakhir di saluran air. Diperkirakan setengah juta ton kontaminan ini mencapai lautan setiap tahun. Itu setara dengan polusi plastik lebih dari 50 miliar botol.
7. Produksi semakin banyak
Merek-merek fast fashion memproduksi pakaian dua kali lebih banyak saat ini dibandingkan tahun 2000. Peningkatan produksi yang signifikan ini juga menyebabkan peningkatan limbah tekstil, baik di pra dan pasca produksi. Dari proses pemotongan, ada banyak bahan yang terbuang karena tidak dapat digunakan lagi. Sebuah penelitian memperkirakan, 15 persen kain terbuang dalam proses produksi garmen. Di pascaproduksi, 60 persen dari sekitar 150 juta pakaian yang diproduksi secara global pada 2012 dibuang hanya beberapa tahun setelah produksi
Berikut contoh kasus sampah hasil fast fashion di BandungÂ
 Petugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama TNI dan Polri menyegel sementara perusahaan tekstil CV Sandang Sari yang beralamat di Jalan AH Nasution, Kelurahan Sindang Jaya, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung, Jumat (9/2).
Pabrik itu disegel karena kedapatan tidak optimal mengelola Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) sehingga membuang limbah cair yang bermuara ke sungai Citarum.
Penyegelan dilakukan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) KLHK, bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung dan Komandan Sektor 22 Citarum.
Beberapa tips agar kasus ini dapat di cegah :
1. Ubah Cara Belanja
Salah satu hal kecil dan terbaik yang dapat kita lakukan untuk menjadi bagian dari gerakan slow fashion adalah dengan menyesuaikan kebiasaan belanja. Kita dapat membeli pakaian berkualitas tinggi yang dapat digunakan selama bertahun-tahun. Kekuatan dari massa yang banyak sangat berpengaruh dalam membuat gerakan baru dan membalikkan keadaan. Jika banyak yang terlibat dalam memutuskan untuk mengutamakan kualitas daripada kuantitas, maka gerakan slow fashion akan semakin kuat. jadi daripada kita mementingkan kuantitas daripada kualitas maka slow fashion gagal dilakukan.
2. Rawat Pakaian
Gerakan slow fashion didirikan pertama kali untuk mengurangi limbah industri fesyen yang dibuang ke tempat pembuangan sampah. Jika kita dapat merawat pakaian sebaik mungkin dan meningkatkan siklus hidupnya, kita sudah berkontribusi dalam gerakan ini dan berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan
3. THRIFTING (Membeli Pakaian Bekas)
Membeli pakaian bekas, atau kini populer dengan sebutan thrifting, sangat membantu meningkatkan umur sebuah produk pakaian. Hal tersebut juga membantu gerakan slow fashion untuk memperpanjang usia pakaian dan mengurangi permintaan akan produk fesyen baru yang diproduksi secara massal. Jika benar-benar perlu membeli pakaian, berburu pakaian bekas bisa menjadi pilihan.
Sumber : 1. https://lestari.kompas.com/read/2023/08/23/180000786/7-fakta-mengenai-sampah-fast-fashion?page=all
          2. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180209155755-20-275086/pabrik-tekstil-bandung-disegel-karena-cemari-sungai-citarum
          3. https://lestari.kompas.com/read/2024/01/02/160000086/lawan-fast-fashion-ini-4-langkah-terapkan-slow-fashion-?page=all
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI