Selain menjadi sumber pencemaran air yang sangat besar, fast fashion juga berkontribusi terhadap banyaknya air yang terbuang setiap hari. Dibutuhkan sekitar 2.700 liter air untuk membuat satu kaus. Jumlah ini cukup untuk diminum satu orang selama 900 hari. Terlebih lagi, satu kali pencucian menggunakan antara 50 dan 60 liter air.
5. Kegagalan Daur Ulang
Aspek terburuk dari budaya membuang pakaian secara serampangan adalah sebagian besar pakaian yang dibuang setiap tahun tidak didaur ulang. Secara global, hanya 12 persen pakaian yang didaur ulang. Sebagian besar masalahnya disebabkan oleh bahan pembuat pakaian dan teknologi yang tidak memadai untuk mendaur ulangnya.
6. Hampir 10 persen mikroplastik di lautan berasal dari tekstil
Pakaian adalah sumber mikroplastik yang sangat besar karena sekarang banyak yang terbuat dari nilon atau poliester, bahan yang dikenal tahan lama dan murah. Setiap siklus pencucian dan pengeringan melepaskan mikrofilamen yang bergerak melalui sistem pembuangan limbah dan berakhir di saluran air. Diperkirakan setengah juta ton kontaminan ini mencapai lautan setiap tahun. Itu setara dengan polusi plastik lebih dari 50 miliar botol.
7. Produksi semakin banyak
Merek-merek fast fashion memproduksi pakaian dua kali lebih banyak saat ini dibandingkan tahun 2000. Peningkatan produksi yang signifikan ini juga menyebabkan peningkatan limbah tekstil, baik di pra dan pasca produksi. Dari proses pemotongan, ada banyak bahan yang terbuang karena tidak dapat digunakan lagi. Sebuah penelitian memperkirakan, 15 persen kain terbuang dalam proses produksi garmen. Di pascaproduksi, 60 persen dari sekitar 150 juta pakaian yang diproduksi secara global pada 2012 dibuang hanya beberapa tahun setelah produksi
Berikut contoh kasus sampah hasil fast fashion di BandungÂ