Saya itu termasuk orang penggemar berat teh, dibanding minuman-minuman lain. Padahal dulu saya itu caffein addict, tapi semenjak negara api menyerang tidak bisa tidur selama tiga hari gara-gara kopi hitam, konsumsi saya terhadap kopi berkurang drastis bahkan sempat putus. Maka, kemudian teh adalah pelariannya (halah). Kaya apa aja ya? :)
[caption id="attachment_404670" align="aligncenter" width="560" caption="Turkish tea dengan gelasnya yang super mini by tablecritic.com"][/caption]
Teh, Tea atau Çay kalau orang Turki bilang memang sudah lama dijadikan minuman favorit atau obat. Bahkan di beberapa negara minum teh adalah bagian dari budaya. Contohnya Jepang, China, Turki dan mungkin Indonesia sendiri. Sudah jamak kalau kita bertandang ke rumah tetangga atau saudara suguhan wajibnya adalah teh.
Nah, dari sekian banyak teh yang pernah saya coba, sepertinya lidah saya cocok dengan teh-melati. Terserah itu mau teh hitam, teh hijau atau teh ekslusif yaitu teh putih, asal ada campuran wangi daun melati rasanya memang cocok sekali.
Di Turki sendiri, minum teh juga sudah menjadi budaya. Di sini teh menjadi teman obrolan, menyuguh tamu atau sekedar bersantai di kahvehanesi sambil bermain kartu. Selain itu, di sini teh juga menjadi minuman penutup mulai dari sarapan sampai makan malam. Dan uniknya, saat anda makan di resto dan anda terlihat kekenyangan maka biasanya akan ada pelayan yang menghampiri anda.
Jika pelayan itu bertanya"Çay içer misiniz?" jawab aja "Evet (iya)"
Maka tak lama kemudian sebuah gelas kecil teh panas akan terhidang di depan anda. Gratis. Ya, teh disini biasanya tak dihitung dalam bill. Mirip-miriplah dengan warung makan di Jogja minum air putih juga tak dihitung bayar.
[caption id="attachment_404672" align="aligncenter" width="560" caption="Salah satu merek teh favorit saya (foto koleksi sendiri)"]
Kemudian, berbeda dengan di Indonesia, teh-melati (yaşminli çay) tidaklah begitu populer di Turki. Karena disini teh lebih sering disajikan tanpa campuran apapun alias teh murni.
"Tidak populer bukan berarti tidak ada" Begitu kata teman laboratorium saya. orang Turki yang juga penggemar berat teh itu.
[caption id="attachment_404674" align="aligncenter" width="560" caption="Merek lain (foto koleksi pribadi)"]
Selama ini, saya mencari teh di supermarket-supermarket besar seperti Kipa, Carrefour atau Migros. Namun, ditempat itu saya mudah sekali menemukan varian-varian teh yang non-melati dan tentu teh murni yang tanpa campuran. Dan akhirnya, beberapa hari yang lalu saya menemukan teh-melati ala Turki. Di sebuah toko Tuqba, toko cemilan dan oleh-oleh itu akhirnya saya menemukan Yaşminli Çay. Dengan merogoh uang sebesar 5 lira (25 ribu rupiah) untuk kemasan teh seberat 60 gram, akhirnya bisa menikmati varian minum teh yang saya sukai ini.
[caption id="attachment_404675" align="aligncenter" width="560" caption="Teh Melati aka Yasminli Cay (foto koleksi pribadi)"]
Teh-melati yang saya beli itu adalah kombinasi teh hijau dengan bunga melati yang sudah dikeringkan. Saya tidak tahu dari mana teh itu berasal, dari impor atau hasil aseli Turki sendiri. Asal anda tahu, selain teh Turki juga terkenal dengan Turk Kahvesinya (Kopi Turki) namun 100% bahannya adalah impor. Namun untuk teh tidak, tanaman teh juga mampu tumbuh subur di daratan Anatolia bagian utara dekat Laut Hitam, kawasa Rize dan sekitarnya.
Untuk rasa sendiri cukup nagih, dan menurut saya lebih pas di lidah jika dibanding minum teh murni (tanpa campuran). Apalagi kalau gulanya diganti dengan madu dan ditambah sedikit lemon. Oh suwargo donyo....
Bahagia di perantauan itu sederhana, meski tak ada nasi liwet yang terhidang.
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H